Sabtu, 29 Oktober 2011

Wamen, Membangun Koordinasi, Komunikasi dan Sinergi


SITI ZUHRO
Wamen, Membangun Koordinasi, Komunikasi dan Sinergi


Sabtu, 29 Oktober 2011
Sepekan lebih telah berlalu "stripping" atau kejar tayang perombakkan (reshuffle) kabinet yang dipertontonkan pemerintah beberapa waktu terakhir ini. Itu klimaks dengan ditetapkannya sejumlah wakil menteri (wamen), dengan mengatasnamakan untuk peningkatan kinerja pemerintah.
Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tidak mengatur mengenai jumlah wamen yang dapat diangkat Presiden. Yang diatur hanyalah jumlah kementerian negara yang tidak boleh melebihi 34 buah.
Inilah yang akhirnya memunculkan perdebatan dari berbagai kalangan. Ada sebagian pihak yang menilai pengangkatan para wamen pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini hanya sebatas skenario kompromi politik dibandingkan demi peningkatan efektifitas pemerintahan.
Tentu, selaku Presiden, mengangkat maupun memberhentikan menteri maupun wamen merupakan bagian dari hak prerogatifnya. Namun, bukan lantas hanya karena tuntutan terhadap kontrak politik yang dilakukan Presiden dengan partai koalisi atau menampung aspirasi rakyat, maka perombakan kabinet, khususnya pengangkatan wakil menteri ini dapat dilakukan tanpa memperdulikan jumlahnya dan sesuai kebutuhan.
Kondisi itulah yang menimbulkan pertanyaan masyarakat, seberapa perlukah suatu kementerian membutuhkan wamen yang memiliki tugas untuk membantu menteri dalam meningkatkan kinerja birokrasi di kementerian yang ditempatinya. Hal ini pula yang tercuat dalam petikan wawancara reporter Harian Umum Suara Karya Tri Handayani dengan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro di Jakarta, belum lama ini.
Seberapa efektif pembentukan posisi wamen terhadap peningkatan kinerja pemerintahan?
Seberapa efektif kerja wamen itu sangat tergantung pada seberapa efektif koordinasi, sinergi, dan komunikasi antara menteri dan wakilnya. Ketiga hal itu sangat diperlukan, misalnya dalam hal tertentu, menteri juga dapat memberikan otoritas kepada wakilnya dengan batas-batas yang dimungkinkan karena wamen bertanggung jawab kepada menteri. Dalam hal ini juga bertanggung jawab karena telah menciptakan wakil menteri tetapi di sisi lain apakah juga sudah dibaca mengenai tugasnya.
Jika wamen hanya dianggap sebagai eselon I, sejajar dengan Dirjen, perlu dipikirkan bagaimana wamen ini dapat menjalankan tugasnya dengan baik tanpa bersinggunggan.
Sebab, di dalam birokrasi itu memiliki sifat hierarki, sangat berorientasi kepada masalah otoritas atau jabatan. Tapi jika tidak ada otoritas yang jelas bagi para wamen tersebut, maka itu akan sangat berat.
Karena itulah, sekarang menteri sebagai pemimpin di kementerian secara internal harus cepat, dalam tiga bulan pertama ini, melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk menegaskan dan menata ulang kementeriannya dengan membagi kinerja, serta melakukan sebuah pemahaman terhadap semua jajarannya di kementeriannya sehingga konsoliditas itu dapat terjamin. Sehingga harus jelas tugas dari menteri dan wamen.
Dengan demikian sinergi, koordinasi, dan komunikasi terjaga sehingga program-program di kementerian yang bersangkutan dapat terukur dan berjalan dengan baik sesuai target maupun jadwal. Selain itu, orang-orang profesional yang ditempatkan di kementerian tersebut dapat bekerja maksimal tanpa yang bersangkutan merasakan suatu beban atau tekanan yang tidak keliru.
Apakah jabatan wamen ini hanya sebatas pelengkap?
Tidak memungkiri jika muncul anggapan seperti itu, karena jabatan wamen itu khusus ada pada perombakan kabinet saat ini. Terlebih lagi Presiden lebih dahulu menggulirkan keputusan mengenai nama-nama wakil menteri dibandingkan para menterinya.
Ya, ini memang terlihat sangat politis karena sebetulnya ada keinginan dari Presiden untuk mengakomodasi atau menyerap sedemikian rupa berbagai aspirasi dan tuntutan dari publik untuk membentuk zaken kabinet atau kabinet yang berisikan para ahli tetapi itu tidak memungkinkan karena tentunya harus menata ulang seluruh kabinetnya.
Ini, akan berisiko besar terhadap Presiden. Karena itulah, Presiden pun akhirnya berusaha mengakomodasi berbagai tuntutan maupun aspirasi tersebut sehingga terciptalah wamen ini. Orang-orang yang berasal dari kalangan profesional yang dianggap kompeten dan melakukan perubahan, serta mampu mendukung secara penuh program-program pembangunan.
Tetapi dalam tataran praktiknya itu tidak semudah menerapkan teori yang ada. Secara konsep mungkin dengan berasumsi menempatkan orang-orang yang berkompeten dalam suatu kementerian sehingga dapat bergerak cepat.
Yang terpenting, bagaimana menteri dan wamen itu memiliki pola relasi yang jelas sehingga keduanya ini dapat melakukan perubahan. Dengan begitu, dalam birokrasi kementerian itu tidak timbul resistensi atau pembangkangan.
Idealnya perlukah jabatan wamen dalam suatu kementerian?
Sebenarnya tidak perlu. Karena pada kabinet-kabinet yang sebelumnya juga tidak ada wamen. Karena sudah ada dirjen atau jabatan-jabatan karier lainnya. Itu sudah cukup.
Itu juga berkaitan dengan anggaran dan fasilitas bagi wamen. Yang perlu diperbaiki itu di dalam birokrasi adalaha bagaimana para pemimpin di kementerian memiliki visi dan misi maupun program yang jelas di dalam mereformasi birokrasinya.
Ke depannya apa yang harus dilakukan wamen dan menteri untuk mendorong kinerja pemerintah?
Dalam waktu tiga bulan ini harus dilakukan penyesuaian dan pencanangan dan target program di kementerian. Kemudian pada akhir enam bulan pertama masa kerjanya saat ini sudah mula mengeksekusi atau menjalankan program-program tersebut.
Waktu enam bulan itu sudah cukup menjadi pondasi untuk melaksanakan program-porgram yanga ada. Misalnya, Kementerian BUMN yang memiliki target untuk melakukan berbagai perombakan atau pemetaan dalam jangka waktu tertentu.
Beberapa kementeriannya lainnya sebenarnya juga mampu mendorong kinerja pemerintah, asalkan duet antara menteri dan wakilnya dapat berjalan efektif. Konsep saja tidak cukup jika tidak dieksekusi.
Karena itulah, peran wamen ini membangun konsep atau program. Selanjutnya, nanti menjadi kewenangan menteri untuk menjalankan konsep-konsep tersebut dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan atau aturan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar