Senin, 17 Oktober 2011

Takut Ganti Menteri Parpol yang Buruk, SBY Carikan Wakil


JAKARTA-Kebijakan Presiden SBY yang menambah porsi wakil menteri jelang reshuffle KIB II, mengisyaratkan bahwa kinerja menteri-menteri asal parpol masih jauh dari harapan. Karena tidak mau kehilangan dukungan dari parpol, SBY enggan menggusur menteri-menteri parpol tersebut. Untuk menambal kinerja menteri tersebut, maka dicarikanlah wakil menteri sebagai pendukung menteri dalam bekerja. Menurut analis politik dari POINT Indonesia, Karel Harto Su setyo, hal tersebut sebagai salah satu bentuk bahasa tersirat SBY menyindir para pembantunya yang memiliki kinerja jeblok. “Presiden menambah formasi baru di tingkat wakil menteri, ini membuktikan kalangan profesional sangat layak dan pantas masuk dalam jajaran pemerintahan era SBY,” ujarnya saat dihubungi INDOPOS, tadi malam.

Menurut Karel, kalangan profesional sebetulnya cukup teruji dan memiliki kemampuan yang matang di bidangnya jika dibandingkan dengan kalangan dari partai politik. Independensi mereka pun tentu lebih dijamin karena tidak memiliki kepentingan politik. “Sebaliknya kalangan partai akan bekerja di bawah kendali partai politik. Kebijakan pemerintahan yang dibuat pun harus mementingkan kepentingan partai politik dibandingkan utamanya kesejahteraan rakyat. Ironisnya, pemerintahan akan berkutat seputar kebutuhan partai politik karena memiliki kepentingan langsung dengan partai,” terangnya.

Bahkan, Karel juga mengharapkan SBY bisa mengambil langkah tegas dan cerdas dalam menyusun kabinet barunya dengan memilih kalangan profesional yang handal dalam bidangnya bukan lagi orang parpol. “SBY jangan sampai salah pilih, karena jika sampai salah, hal ini akan kontra produktif dengan kabinet yang mampu menelurkan kebijakan pembangunan yang menyentuh kebutuhan langsung masyarakat tanpa harus dihinggapi kepentingan partai politik,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua DPP PAN, Bima Arya Sugiarto, menilai penambahan wamen merupakan cara SBY untuk meningkatkan kinerja menuju 2014. Karena, katanya, perlu diantisipasi situasi kabinet yg rawan pecah konsentrasi karena agenda pemilu 2014. “Karena itu, saya menganggap keberadaan wamen akan memperkuat birokrasi dan memastikan program berjalan,” ujarnya pada INDOPOS, kemarin. Namun, Bima menggaris bawahi, proses sinergisasi antara menteri dengan wakilnya akan bisa berjalan lancar, jika syarat dan pembagian kewenangan kerjanya jelas. “Pasalnya, jika tidak ada pembagian yang jelas, maka hanya akan memunculkan potensi konflik yang pastinya akan menjadi momok di kementerian itu. Jadi syaratnya wamen harus klop dengan menterinya,” pungkasnya.

Dihubungi secara terpisah, pengamat politik LIPI Siti Zuhro mengatakan, kinerja kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II dalam dua tahun terakhir kurang memuaskan. Rapor beberapa menteri mengecewakan, dan inilah yang dinilai jadi penyebab miringnya penilaian publik. “Sudah banyak menteri-menteri yang disorot media dan tidak lagi didukung rakyat,” tandas Siti kepada wartawan, kemarin (16/10).

Siti menilai, menteri-menteri yang selama ini bermasalah dan kerap berbuat kontroversi justru dapat mendelegitimasi pemerintah. Namun, SBY justru terkesan tidak berani menggeser menteri-menteri yang kinerjanya tidak memuaskan tersebut. Demi membuat departemen- departemen tersebut bisa jalan, SBY justru memilih mencarikan wakil menteri untuk menambal menteri tersebut. “Sayangnya, Presiden SBY kelihatan gamang merespons desakan publik. Sehingga SBY terkesan bermain di dua kaki. Satu ingin mengakomodasi keinginan banyak orang dan rakyatnya. Dua, SBY ingin mempertahankan politik harmoni yang hendak memuaskan keinginan banyak pihak,” terangnya.

Walaupun berusaha mencitrakan reshuffle kabinet ini begitu cermat prosesnya, lanjutnya, kesan yang ditangkap publik malah sebaliknya. Presiden terlihat bimbang dan ragu dalam menyusun kabinetnya yang baru. SBY seolah terjebak dalam tarik menarik berbagai kelompok kepentingan, baik parpol maupun non parpol. “Semestinya SBY tidak perlu terjebak dalam kerangkeng tarik-menarik kepentingan politik yang bermain dalam reshuffle ini. Kalau dia punya leadership dan merasa punya hak prerogratif, harusnya tegas dan cepat ambil keputusan,” tegasnya.


Tarik Simpati SBY



Di sisi lain, semakin dekat waktu pengumuman hasil reshuffle, beberapa menteri yang merasa terancam posisi mulai menarik simpati presiden. Hal ini terlihat dari maraknya iklan layanan publik dan ekspos di media mengenai prestasi yang sudah dicapai oleh menteri yang bersangkutan. Bahkan, gerilya pendekatan melalui keluarga Cikeas pun tidak kurang gencar dilakukan. Menurut sumber yang dekat dengan lingkar dalam istana, salah seorang menteri yang sangat dekat hubungannya dengan presiden, sibuk menawarkan bantuan fasilitas dan pendanaan untuk pembangunan sekolah yang sedang dibangun oleh keluarga Cikeas di daerah Sentul Bogor. Menteri yang mantan pengusaha ini juga dikenal mempunyai jaringan luas dengan beberapa institusi pendidikan internasional ternama.

Mengomentari masalah ini, Siti menyatakan, terlalu naif jika Presiden terjebak dengan upaya pendekatan kacangan seperti ini. Ini tentunya akan dijadikan peluru cadangan untuk membombardir pemerintahannya di sisa waktu yang ada. Jika presiden tetap mempertahankan beberapa menteri yang bermasalah, apalagi yang terseret kasus, akan sangat merepotkan posisinya tiga tahun ke depan. “Dalam teorinya, setiap rezim berkuasa yang mengambil kebijakan strategis seperti soal posisi menteri ternyata tidak menjawab kekecewaan rakyat, pasti rakyat akan memberi punishment. Jika SBY mengabaikan tuntutan rakyat terkait reshuffle ini, itu sama saja dengan bunuh diri politik. Memang SBY punya hak prerogratif, namun jangan lupa dia dipilih oleh rakyat, sehingga mutlak hukumnya mendengarkan aspirasi rakyat,” tegasnya.

Sementara itu, hasil survey Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada pemerintahan SBY-Boediono periode 2009-2011 menujukkan kepuasan publik terhadap pemerintahan SBYBoediono periode 2009-2011 turun 17 persen dari tahun sebelumnya. Pada Januari 2010 kepuasan publik masih pada level 63,1 persen namun Oktober 2011 tersisa 46,2 persen.

Terkait persoalan itu, peneliti LSI, Adrianus Sopa mengusulkan sembilan menteri perlu segera diganti. Kesembilan menteri tersebut dinilai memperburuk kinerja pemerintahan SBY-Boediono. Para menteri itu adalah Andi Mallarangeng, Muhaimin Iskandar, Darwin Zahedy Saleh, Suharso Monoarfa, Feddy Numberi, Mustafa Abubakar, Endang Rahayu S, Suryadharma Ali dan Suswono. “Menteri-menteri itu tak mampu mengembang tugas yang diamanatkan,” tegas Adrianus Sopa di kantor LSI, Jakarta Timur, Minggu (16/10).

Menariknya, menteri bidang hukum dan luar negeri tak masuk dalam daftar coret kabinet. Meskipun kinerja bidang luar negeri dan hukum dalam survey LSI itu dianggap buruk. Lebih lanjut Adrianus membeberkan lima bidang pemerintahan yang berada pada angka di bawah 50 persen. Dengan angka dibawah 50 persen itu dapat diartikan buruknya kinerja dan rendahnya kepuasan publik.

Di bidang ekonomi, terang Adrianus kepuasan publik berada pada level 40,9 persen. Turunnya kepuasan ekonomi itu didorong oleh mahalnya harga sembako dan kondisi hidup yang semakin sulit. “Pada bidang hukum level kepuasan hanya 39,3 persen. Ini sangatlah buruk. Pemicunya banyak persoalan hukum yang tak terselesaikan baik,” bebernya.

Sedangkan bidang politik, peneliti LSI ini menyebutkan rencana pembatasan partisipasi publik dalam demokrasi menjadi pemicu turunnya kepuasan publik. Dengan angka kepuasan mencapai 38,4 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 52,7 persen.

Angka terburuk pun terjadi pada bidang hubungan luar negeri. Tidak mampunya pemerintahan SBY-Boediono melindungi warga negaranya dalam berbagai persoalan luar negeri, mendorong turunnya kepuasan publik tersebut. “Dari hasil survey kami menujukan 44,8 persen kepuasan publik terhadap kinerja SBY bidang hubungan luar negeri,” paparnya.

Turunnya angka kepuasan publik juga terjadi pada bidang sosial. Angka kepuasan yang diberikan publik pada bidang ini hanya pada level 49,9 persen. Penyebabnya ketidakmampuan pemerintah SBY-Boediono melindungi kelompok-kelompok minoritas.

Terkait bidang keamanan, Adrianus mengakui kepuasan publik masih cukup baik. Terutama dalam penanganan isu terorisme dan penuntasan kasus lainnya. Dengan angka kepuasan mencapai 56,3 persen.

“Survey ini menunjukkan perlunya Presiden SBY melakukan reshuffle yang sehat dan baik. Tidak terjerat koalisi partai yang telah terjadi,” ungkapnya. Kebijakan reshuffle, menurut dia, dapat mendorong kinerja pemerintah menjadi lebih baik. SBY harus berani mencoret nama menteri yang cacat dalam persepsi publik. Yakni menteri harus bersih dan bebas korupsi, tidak terjerat isu perselingkuhan dan sehat fisik.

Adrianus menyebutkan survey ini dilakukan periode 5-10 Oktober 2011. Dengan jumlah responden awal sebanyak 1200 orang. Menggunakan metode multistage random sampling yang dilakukan pula wawancara tatap muka responden. (dms/rko)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar