Selasa, 20 Desember 2011

Siti Zuhro: Sampai Sejauh Ini Tim Delapan Percaya Janji Pak Menteri

TIMSEL KPU
Selasa, 20 Desember 2011 , 15:23:00 WIB

Laporan: Aldi Gultom

RMOL. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin berjanji tidak akan ikut dalam pengambilan keputusan oleh Tim Seleksi (Timsel) KPU dan Bawaslu. Mereka menjamin hanya bertindak selaku fasilitator rapat-rapat Timsel.

Anggota Tim Seleksi, Siti Zuhro, mengatakan, sampai sejauh ini anggota tim seleksi dari kalangan akademisi masih menaruh percaya bahwa kedua Menteri akan menepati janjinya. Dia juga meminta media massa dan masyarakat luas menghardik bila tercium indikasi intervensi kekuasaan atau partai politik di tubuh lembaganya.

"Sampai sejauh ini kami percaya Pak Menteri menjamin dia tidak ikut dalam pengambilan keputusan dan hanya jembatani adminstrasi seperti mengurus konsumsi atau kesekretariatan. Kita pegang janji itu, dan kita sebagai intelektual harus selalu berpikir positif," kata peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu di Rumah Perubahan, Komplek Duta Merlin, Jakarta, Selasa (20/12).

Dia berjanji, jika ada nada-nada yang menyimpang dari janji ketidakterlibatan kedua menteri tersebut, maka delapan orang anggota Timsel akan membukanya ke publik.

"Menteri tidak cukup penting posisinya, saya bicara apa adanya pada rapat pertama bahwa kami berdelapan biasa bekerja independen, maka menteri harus tidak ikut dalam hal pengambilan keputusan," jelasnya.

Dengan adanya kritik masyarakat luas terhadap peran dua orang menteri yang menjabat Ketua dan Wakil Ketua itu, menurutnya, justru baik bagi kinerja Timsel dan membuat keputusan yang diambil pun baik untuk demokrasi.

"Saya tambahkan, justru disini kita merasa dikawal dan ingatkan kita semua tim delapan (anggota) bekerja sesuai koridor dan tak akan gadaikan independensi," tegasnya.

Terhitung sejak Kamis lalu (15/12), Timsel resmi membuka pendaftaran calon anggota KPU dan Bawaslu. Pendaftaran akan ditutup pada 5 Januari 2012.
Berikut adalah susunan Tim Seleksi Anggota KPU dan Bawaslu yang tercantum dalam Keppres 33/2011 .

Ketua merangkap anggota: Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi

Wakil Ketua merangkap anggota: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin

Sekretaris merangkap Anggota: A. Tanribali. L.

Anggota:

1. Prof. Dr. Azyumardi Azra (mantan Rektor UIN)
2. Prof. Dr. Saldi Isra, S.H. (ahli hukum tata negara)
3. Anis Baswedan, Ph.D (Rektor Paramadina)
4. Prof. Dr. Pratikno (Gurubesar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM)
5. Prof. Ramlan Surbakti, MA. Ph.D (Gurubesar Politik FISIP Unair dan mantan Wakil Ketua KPU)
6. Dr. Valina Singka Subekti, M.Si (Pengajar Ilmu Politik UI, mantan anggota KPU)
7. Dr. R. Siti Zuhro, MA (Peneliti LIPI)
8. Dr. Imam Prasodjo, MA (Sosiolog UI). [ald]

Senin, 28 November 2011

LEGISLASI: DPR Jangan Lambat Selesaikan RUU Pemilu

Siti Zuhro peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Senin, 28 November 2011 JAKARTA (Suara Karya): Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu diharapkan tidak hanya menjadi wadah tawar-menawar (bargaining) politik terhadap sejumlah isu di luar substansi pembahasan perundang-undangan itu.

Peringatan itu disampaikan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary, secara terpisah, di Jakarta, Minggu (27/11).

Menurut Siti, Pansus RUU Pemilu harus konsisten dan berkomitmen untuk dapat menyelesaikan perundang-undangan itu paling lambat pertengahan tahun mendatang. Hal ini untuk memberikan waktu bagi penyelenggara pemilu melakukan persiapan.

"Jika terlalu lamban selesainya, kekacauan yang terjadi pada Pemilu 2009 lalu akan kembali terulang. Pansus harus fokus membahas sejumlah isu krusial. Jangan berwacana di luar isu pokok pembahasan RUU itu. Harus kembali pada alasan mendasar dari revisi UU Pemilu itu," katanya.

Hal ini menyinggung munculnya sejumlah isu di luar daftar inventarisasi masalah (DIM) pembahasan RUU Pemilu. Hal ini, menurut Siti, akan mengganggu proses pembahasan perundang-undangan itu.

"Harus ada kontrol dari kekuatan sosial nonbirokrasi maupun nonparlemen, yakni publik, untuk mengawal kinerja Pansus RUU Pemilu. Ini agar Pansus tetap bekerja sesuai rel atau koridor dan sesuai dengan substansi yang telah disepakati dalam revisi RUU itu," katanya.

Abdul Hafiz Anshary berharap, DPR mampu merampungkan pembahasan Undang-Undang Pemilu paling lambat pada April 2012. Dengan demikian, proses persiapan untuk penyelenggaraan pesta demokrasi bisa berjalan lebih apik dan baik.

"Mudah-mudahan dapat secepatnya terselesaikan. Kalau molor lama, itu dapat menjadi masalah karena seharusnya tahun 2012 sudah dimulai proses tahapan persiapan. Jika persiapannya hanya satu tahun, kita memiliki keterbatasan waktu. Jadi, meski orangnya banyak, kalau waktunya terbatas, pasti tetap akan muncul masalah," katanya.

Menurut Hafiz, Undang-Undang Pemilu perlu tindak lanjut dalam hal substansi agar penyelenggaraan Pemilu 2014 berjalan lebih baik. Karena itulah, jika waktu untuk persiapannya sempit, tentu saja hasilnya tidak akan baik.

"KPU itu tidak hanya menyiapkan pemilunya saja dalam arti teknis, tapi juga regulasi. Regulasi dalam arti bahwa harus menyiapkan peraturan atau keputusan-keputusan. Melihat pengalaman pada tahun 2009 lalu, kita harus membuat empat puluh delapan peraturan. Jadi, makin pendek waktunya makin besar konsekuensinya untuk membuat peraturan yang baik," ujarnya.

Hafiz menilai, sebenarnya jika UU Pemilu dapat diselesaikan Oktober 2011, tentu sekarang sudah mulai tahapannya. Selama enam bulan ini harusnya untuk pembuatan peraturan. Sebab, menurut dia, membuat peraturan itu cukup sulit dan memakan waktu karena harus melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah.

"Dengan demikian, apabila Desember 2011 perundang-undangan tersebut sudah dapat dirampungkan, berarti kita masih memiliki waktu sampai bulan April apabila tahapan mulai April 2012," ujarnya.

Hal ini berkaca pada penyelenggaraan pemilu tahun 2009, KPU harus mengerjakan semuanya hampir berbarengan-mulai dari membuat peraturan, memutakhirkan data pemilih, mendaftarkan partai politik, verifikasi partai politik, kemudian dilanjutkan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan pemilihan umum kepala daerah (pilkada).

Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo mengatakan, seluruh fraksi di Pansus RUU Pemilu dan pemerintah telah sepakat bahwa pembahasan RUU Pemilu ditargetkan selesai pada akhir Maret 2012. (Tri Handayani)

Jumat, 18 November 2011

“Dialog Kenegaraan DPD RI” Siti Zuhro : Anggaran Minim, LIPI Tetap Berkualitas

“Dialog Kenegaraan DPD RI” Siti Zuhro : Anggaran Minim, LIPI Tetap Berkualitas
DR. R. Siti Zuhro, MA., Peneliti Senior di LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
18 - Nov - 2011 | 01:27 | kategori: Headline

Jakarta. Seputar Nusantara.
Penelitian sebagai landasan penentuan kebijakan, seharusnya mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah. Yang jadi pertanyaan adalah setiap Kementerian/ Lembaga punya Litbang (penelitian dan pengembangan). Litbang di Kementerian/ Lembaga anggarannya sangat besar.
Hal tersebut diungkapkan oleh DR. R. Siti Zuhro, MA., Peneliti Senior di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada acara “Dialog Kenegaraan DPD RI” di Gedung DPD RI pada Rabu, 16 November 2011.
Menurut Siti Zuhro, dalam setiap penelitian, anggaran di LIPI sangatlah minim, tetapi hasilnya luar biasa. Dengan anggaran yang sangat minim dari pemerintah, tetapi LIPI tetap berusaha untuk menghasilkan output yang bagus dan maksimal.
”Seharusnya negara memberikan dana yang cukup besar untuk LIPI. Sebab, LIPI output- nya sangat bagus. Output penelitian oleh LIPI sangat publish dan bisa diterjemahkan dengan baik. Anggaran satu penelitian di LIPI paling hanya Rp 100- 150 juta/ tahun, ini sangat minim,” ungkap Siti Zuhro kepada seputarnusantara.com
”Saya kerja 25 tahun, gaji saya hanya Rp 4,9 Juta, padahal saya peneliti senior di LIPI. Kalau begini, ya tidak ada bedanya antara zaman Orde Baru dengan sekarang,” tegas Siti Zuhro.
”Pak SBY- Boediono tolong benahi Riset and Development, baik penelitian sosial maupun penelitian alam, ini harus ada penataan ulang. Hasil penelitian oleh LIPI harus menjadi landasan untuk penentuan kebijakan di Kabinet, karena kita didanai oleh negara dan output kita sangat bagus serta berkualitas,” imbuhnya.
Menurut Siti Zuhro, LIPI harus dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah dan anggarannya harus manusiawi. ”Sebenarnya kita malu membicarakan masalah duit. Tidak mungkin melakukan penelitian hasilnya sangat bagus tetapi dananya sangat- sangat minim. Kita juga tidak pernah ada waktu untuk refreshing, bahkan gaji kita dibawah gaji guru,” curhat Siti Zuhro.
Menurut peneliti senior LIPI ini, jika dibandingkan dengan lembaga asing yang melakukan penelitian, dana untuk LIPI sangat jauh. Dana untuk penelitian di LIPI sangatlah minim, padahal LIPI dituntut untuk menghasilkan output yang maksimal.
”Kita disuruh ceker- ceker sendiri. Dengan dana sangat minim, tapi kita dituntut melakukan kerja ekstra dan hasil yang maksimal. Pernah satu penelitian dananya hanya Rp 25 juta, dan itu untuk 5 orang peneliti, bayangkan!” tegas Siti Zuhro dipenghujung wawancara. ( Aziz )
BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline |

Senin, 07 November 2011

Rangkul Pakar Pangan, Demokrat Incar Suara Petani

Partai Demokrat

Partai Demokrat

Tri Kurniawan - Okezone

JAKARTA - Partai Demokrat secara diam-diam mulai menyusun strategi menghadapi Pemilu 2014 dengan menggandeng Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan). Ini dilakukan sebagai upaya meraup suara petani darat dan laut.

"Menurut saya itu basis masa real dari masyarakat Indonesia, lapisan masyarakat kalau diuraikan itu kantong paling besar dihuni masyarakat yang hidupnya di pantai," kata Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro kepada okezone, Senin (7/11/2011).

Dia memperkirakan suara masyarakat di kalangan bawah berkisar antara 60 hingga 70 persen. "Ini yang mendulang suara saat pemilu, kepentingan politik kan untuk memenangkan dukungan suara," ungkapnya.

Upaya Partai Demokrat menyentuh masyarakat kalangan bawah, menurutnya sudah terjadi sejak Pemilu 2009 lalu. Banyak basis partai lain yang diambil oleh Partai Demokrat.

"Itu juga jadi target partai besar lain. PDIP fokus ke pembangunan masyarakat desa dan memberdayakannya, Golkar lebih ke pemberdayaan ekonomi masyarakat. Nah ini juga ingin disapu Demokrat," ujarnya.

Kata dia, partai Demokrat mengambil langkah strategis. Jika sebelumnya mampu merebut suara di kalangan kaum urban, kini ingin membirukan kaum petani.

Namun, itu bukanlah perkara mudah. Menurutnya, semua tergantung kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II. Selain itu, kasus yang menyeret beberapa nama petinggi Partai Demokrat juga akan mempengaruhi kepercayaan publik.

"Menyelesaikan kasus Nazaruddin tidak cukup. Apakah kasus ini hanya kelakuan Nazar atau ada akumulasi dari satu kejadian ke jadian lain akan jadi amunisi bagi partai," ungkapnya.

Dia berharap, KIB jilid II pasca reshuffle mampu membuat terobosan dan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Jika hal itu mamapu dilakukan tidak hanya akan berdampak pada penambahan suara tapi juga sekaligus menjawab kritikan masyarakat terhadap hasil reshuffle.

"Pasca reshuffle kalau ternyata hasilnya menunjukkan capaian positif akan jadi titik balik ternyata Demokrat cukup bertahan dengan kapasitasnya," pungkasnya. (tri) ... (crl)

Jumat, 04 November 2011

Siti Zuhro: Niat Iwan Fals Peringatan Bagi Parpol

iwanfalsJAKARTA, RIMANEWS - Musisi kawakan Virgiawan Listanto atau yang akrab disapa Iwan Fals, dikabarkan siap bersaing menjadi calon presiden di Pemilu 2014 mendatang.

Menanggapi hal tersebut Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai niat Iwan tersebut kemungkinan hanya sebuah warning system untuk partai politik.

"Bagus tidak apa-apa. Kita butuh yang seperti itu. Saya yakin enggak serius dia. Itu hanya memberikan warning bagi parpol yang dianggap tidak dapat memproduksi pemimpin," ujar Siti, Jumat (4/11).

Menurut Siti, saat ini Indonesia tengah mengalami stagnasi dalam regenerasi khususnya untuk calon presiden di masa mendatang. Oleh karena itu sosok-sosok baru dibutuhkan sebagai calon alternatif disamping nama-nama yang sudah beredar belakangan terakhir.

Kasus Iwan Fals ini, lanjutnya, sama seperti Dedy Mizwar yang juga pernah mencalonkan di Pemilihan Umum 2009 lalu. “Dulu 2009 Dedy Mizwar kan juga pernah. Itu antara niat dan mungkin kesal dengan para parpol,” katanya.

Kendati semua orang berhak memilih dan dipilih karena diatur dalam Undang-undang, sambung Siti, kredibilitas dan kapasitas seorang pemimpin juga diperlukan. Ia mencontohkan keberanian yang dimiliki mantan Direktur Utama PLN yang sekarang menjabat menteri BUMN Dahlan Iskan dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad.

“Pemimpin harus memiliki kapastitas untuk mengaplikasikan program-program. Kapasitas yang riil,” tandasnya. [okz/ian]

Senin, 31 Oktober 2011

Pengamat LIPI: Pemilukada Langsung Dapat Merusak Sendi-Sendi Demokrasi

Peringati Dies Natalis Ke 47 Fisip Unsrat, Gelar Seminar Reformasi Birokrasi

CAHAYAMANADO – Dalam Rangka memperingati Dies Natalis Ke 47 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sam Ratulang Manado Bekerja Sama denga DPD RI melaksanakan Seminar Nasional dengan tema “ Reformasi Birokrasi” Senin (31/10) di Hotel Aston Manado.

Adapun pemateri Sekjen DPD RI DR. Ir Siti Nurbaya Bakar MSc, Drs. Hardijanto MPd dan Peneliti LIPI DR Siti Zuhro, MSc, Phd.

Seminar membicarakan menyangkut fungsi birokrasi bagi masyarakat, prosedur adminstrasi kepagawaian sebagai bagian dari pengaturan di bidang birokrasi pelayanan publik juga soal Pemilukada.

Hadir dalam acara Dies Natalis Ke 47 Fisip Unsrat para civitas akademika FISIP Unsrat dan Pemerintah Daerah yaitu Gubernur Sulawesi Utara yang di wakili Asisten I Bidang Pemerintahan Drs Meiki Onibala dan Kepala BKD Provinsi Sulawesi Utara Drs. Roy Tumiwa, MPd.


Pengamat LIPI: Pemilukada Langsung Dapat Merusak Sendi-Sendi Demokrasi

zuhroCAHAYAMANADO – Merespon pertanyaan peserta pada Dies Natalis yang Ke 47 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi Manado tentang dampak pemilukada langsung terhadap birokrasi di tingkat daerah. Narasumber seminar dari LIPI DR Siti Zuhro, MSc, Ph.D. mengatakan bahwa: ‘Pemilukada langsung merupakan bagian dari demokrasi namun sangat disayangkan pemilukada langsung malah merusak sendi-sendi birokrasi, memang secara teoritis pemilukada langsung dirancang bukan untuk merusak biirokrasi namun kenyataannya pemilukada langsung merusak birokrasi’. Ujar Siti Zuhro.
Lebih lanjut juga dikatakan bahwa di samping itu pemerintah mempertimbangkan perubahan struktural dan kultural dalam konteks RUU Pokok-pokok Kepegawaian dan Pejabat Negara, pemerintah harus menjaga agar undang-undang baru nanti tidak mengalami distorsi.

Peliput: Donli N. Bilote

Editor:rcm8

Siti Zuhro: Lembaga Survei Jangan Menghina Generasi Penerus

CAHAYAMANADO – Peneliti dari Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan tidak percaya kalau politisi muda dianggap lebih buruk dari politisi tua ataupun sebaliknya.

Sebab ada politisi muda yang berkualitas, demikian juga dengan politisi tua. “Saya tidak percaya politisi muda lebih busuk dari tua. Itu keterlaluan dan menyesatkan. Jangan menghina generasi penerus. Karena kebusukan tidak ditentukan oleh usia. Memang karakter yang bersangkutan,” kata Siti Zuhro menanggapi hasil survei Lingkaran Survei Indonesia yang dirilis, Minggu (30/10).

Siti Zuhro mengingatkan lembaga survei agar jangan sampai memicu penurunan semangat generasi muda untuk berkiprah lebih baik. Jangan pula menimbulkan kecenderungan menurunkan semangat generasi muda untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.

Siti Zuhro mempertanyakan kepada Lingkaran Survei Indonesia terkait hasil surveinya yang dirilis Minggu (30/10). “Siapa obyek (respoden) yang disasar. Apakah representatif dalam arti representasi kelompok umur tertentu atau acak dari berbagai umur. Bagaimana latar belakang responden. Sumber pendanaannya bagaimana. Itu harus dikemukakan. Kalau sudah tahu maka kita mengatakan tidak heran kalau hasilnya seperti itu,” kata Siti Zuhro.

“Kalau respondennya nenek-nenek tentu persepsinya berbeda dengan anak muda. Apakah sudah merepresentasikan perspektif terhadap politisi muda. Itu harus disampaikan metodeloginya,” katanya. (Jrn.com)

editor:rcm8

Sabtu, 29 Oktober 2011

Wamen, Membangun Koordinasi, Komunikasi dan Sinergi


SITI ZUHRO
Wamen, Membangun Koordinasi, Komunikasi dan Sinergi


Sabtu, 29 Oktober 2011
Sepekan lebih telah berlalu "stripping" atau kejar tayang perombakkan (reshuffle) kabinet yang dipertontonkan pemerintah beberapa waktu terakhir ini. Itu klimaks dengan ditetapkannya sejumlah wakil menteri (wamen), dengan mengatasnamakan untuk peningkatan kinerja pemerintah.
Sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tidak mengatur mengenai jumlah wamen yang dapat diangkat Presiden. Yang diatur hanyalah jumlah kementerian negara yang tidak boleh melebihi 34 buah.
Inilah yang akhirnya memunculkan perdebatan dari berbagai kalangan. Ada sebagian pihak yang menilai pengangkatan para wamen pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini hanya sebatas skenario kompromi politik dibandingkan demi peningkatan efektifitas pemerintahan.
Tentu, selaku Presiden, mengangkat maupun memberhentikan menteri maupun wamen merupakan bagian dari hak prerogatifnya. Namun, bukan lantas hanya karena tuntutan terhadap kontrak politik yang dilakukan Presiden dengan partai koalisi atau menampung aspirasi rakyat, maka perombakan kabinet, khususnya pengangkatan wakil menteri ini dapat dilakukan tanpa memperdulikan jumlahnya dan sesuai kebutuhan.
Kondisi itulah yang menimbulkan pertanyaan masyarakat, seberapa perlukah suatu kementerian membutuhkan wamen yang memiliki tugas untuk membantu menteri dalam meningkatkan kinerja birokrasi di kementerian yang ditempatinya. Hal ini pula yang tercuat dalam petikan wawancara reporter Harian Umum Suara Karya Tri Handayani dengan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro di Jakarta, belum lama ini.
Seberapa efektif pembentukan posisi wamen terhadap peningkatan kinerja pemerintahan?
Seberapa efektif kerja wamen itu sangat tergantung pada seberapa efektif koordinasi, sinergi, dan komunikasi antara menteri dan wakilnya. Ketiga hal itu sangat diperlukan, misalnya dalam hal tertentu, menteri juga dapat memberikan otoritas kepada wakilnya dengan batas-batas yang dimungkinkan karena wamen bertanggung jawab kepada menteri. Dalam hal ini juga bertanggung jawab karena telah menciptakan wakil menteri tetapi di sisi lain apakah juga sudah dibaca mengenai tugasnya.
Jika wamen hanya dianggap sebagai eselon I, sejajar dengan Dirjen, perlu dipikirkan bagaimana wamen ini dapat menjalankan tugasnya dengan baik tanpa bersinggunggan.
Sebab, di dalam birokrasi itu memiliki sifat hierarki, sangat berorientasi kepada masalah otoritas atau jabatan. Tapi jika tidak ada otoritas yang jelas bagi para wamen tersebut, maka itu akan sangat berat.
Karena itulah, sekarang menteri sebagai pemimpin di kementerian secara internal harus cepat, dalam tiga bulan pertama ini, melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk menegaskan dan menata ulang kementeriannya dengan membagi kinerja, serta melakukan sebuah pemahaman terhadap semua jajarannya di kementeriannya sehingga konsoliditas itu dapat terjamin. Sehingga harus jelas tugas dari menteri dan wamen.
Dengan demikian sinergi, koordinasi, dan komunikasi terjaga sehingga program-program di kementerian yang bersangkutan dapat terukur dan berjalan dengan baik sesuai target maupun jadwal. Selain itu, orang-orang profesional yang ditempatkan di kementerian tersebut dapat bekerja maksimal tanpa yang bersangkutan merasakan suatu beban atau tekanan yang tidak keliru.
Apakah jabatan wamen ini hanya sebatas pelengkap?
Tidak memungkiri jika muncul anggapan seperti itu, karena jabatan wamen itu khusus ada pada perombakan kabinet saat ini. Terlebih lagi Presiden lebih dahulu menggulirkan keputusan mengenai nama-nama wakil menteri dibandingkan para menterinya.
Ya, ini memang terlihat sangat politis karena sebetulnya ada keinginan dari Presiden untuk mengakomodasi atau menyerap sedemikian rupa berbagai aspirasi dan tuntutan dari publik untuk membentuk zaken kabinet atau kabinet yang berisikan para ahli tetapi itu tidak memungkinkan karena tentunya harus menata ulang seluruh kabinetnya.
Ini, akan berisiko besar terhadap Presiden. Karena itulah, Presiden pun akhirnya berusaha mengakomodasi berbagai tuntutan maupun aspirasi tersebut sehingga terciptalah wamen ini. Orang-orang yang berasal dari kalangan profesional yang dianggap kompeten dan melakukan perubahan, serta mampu mendukung secara penuh program-program pembangunan.
Tetapi dalam tataran praktiknya itu tidak semudah menerapkan teori yang ada. Secara konsep mungkin dengan berasumsi menempatkan orang-orang yang berkompeten dalam suatu kementerian sehingga dapat bergerak cepat.
Yang terpenting, bagaimana menteri dan wamen itu memiliki pola relasi yang jelas sehingga keduanya ini dapat melakukan perubahan. Dengan begitu, dalam birokrasi kementerian itu tidak timbul resistensi atau pembangkangan.
Idealnya perlukah jabatan wamen dalam suatu kementerian?
Sebenarnya tidak perlu. Karena pada kabinet-kabinet yang sebelumnya juga tidak ada wamen. Karena sudah ada dirjen atau jabatan-jabatan karier lainnya. Itu sudah cukup.
Itu juga berkaitan dengan anggaran dan fasilitas bagi wamen. Yang perlu diperbaiki itu di dalam birokrasi adalaha bagaimana para pemimpin di kementerian memiliki visi dan misi maupun program yang jelas di dalam mereformasi birokrasinya.
Ke depannya apa yang harus dilakukan wamen dan menteri untuk mendorong kinerja pemerintah?
Dalam waktu tiga bulan ini harus dilakukan penyesuaian dan pencanangan dan target program di kementerian. Kemudian pada akhir enam bulan pertama masa kerjanya saat ini sudah mula mengeksekusi atau menjalankan program-program tersebut.
Waktu enam bulan itu sudah cukup menjadi pondasi untuk melaksanakan program-porgram yanga ada. Misalnya, Kementerian BUMN yang memiliki target untuk melakukan berbagai perombakan atau pemetaan dalam jangka waktu tertentu.
Beberapa kementeriannya lainnya sebenarnya juga mampu mendorong kinerja pemerintah, asalkan duet antara menteri dan wakilnya dapat berjalan efektif. Konsep saja tidak cukup jika tidak dieksekusi.
Karena itulah, peran wamen ini membangun konsep atau program. Selanjutnya, nanti menjadi kewenangan menteri untuk menjalankan konsep-konsep tersebut dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan atau aturan. ***

Jumat, 21 Oktober 2011

Golkar Pertanyakan Pergantian Fadel

http://www.suarapembaruan.com/pages/e-paper/2011/10/21/index.html?pageNumber=2

Pemberantasan Korupsi di Semua Kementerian Harus Prioritas

Jakarta, Pelita
Peneliti senior dari Pusat Penelitian Politik LIPI Siti Zuhro menilai, perombakan (reshuffle) kabinet yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak didasarkan pada upaya meningkatkan kinerja para menteri, tetapi lebih pada upaya Presiden SBY untuk menciptakan stabilitas politik sampai 2014.

Penilaian ini disampaikan Siti Zuhro ketika membandingkan hasil reshuffle dengan hasil evaluasi kinerja kementerian oleh Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

“Hasil evaluasi UKP4 terkait kinerja para menteri tidak dijadikan landasan oleh Presiden SBY dalam merombak kabinetnya. Kalau hasil evaluasi itu jadi landasan, maka seharusnya akan banyak menteri yang diganti, bukan sekadar diputar-putar,” jelas Siti Zuhro di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Kamis (20/10).

Sebelum perombakan kabinet dilakukan, UKP4 telah mengungkapkan, dari 34 kementerian yang ada, setengahnya tidak mengikuti arahan Presiden secara tuntas. Berarti setidaknya ada 17 kementerian yang sebetulnya layak diganti oleh Presiden. Namun pada reshuffle kemarin, jumlah menteri yang diganti tidak mencapai dengan yang dilaporkan UKP4.

Terlebih, kata dia, menteri-menteri yang namanya diduga terkait dengan kasus korupsi tidak ada satupun yang diganti. Menurut dia, hal itu bisa menjadi efek buruk dalam pemberantasan korupsi ke depan.

“Boleh saja Presiden melakukan itu karena itu hak preogatifnya. Tetapi yang harus dipikirkan adalah, adakah dampak yang lebih baik dari keputusan itu bagi bangsa dan negara? Kalau tidak ada, buat apa itu diputuskan,” kata dia.

Dikatakan, meski saat ini sudah tidak relevan lagi melihat reshuffle, karena reality show itu sudah usai, namun ada sejumlah catatan yang perlu dipikirkan selanjutnya. Menurut dia, pengungkit dari adanya reshuffle adalah maraknya korupsi di kementerian, maka ke depan reformasi birokrasi di semua kementerian haruslah menjadi prioritas.

“Harus ada pembenahan korupsi yang serius, itu hanya bisa melalui menteri yang punya visi, komitmen politik, dalam reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi itulah yang akan membuat Indonesia maju atau terpuruk,” kata dia.


Pesimis



Siti mengaku pesimitis Indonesia bisa menyongsong ASEAN Community, atau bahkan bersaing di tingkat global, kalau reformasi birokrasi itu belum juga terjadi di semua kementerian. “Tidak mungkin Men-PAN melakukan semua reformasi birokrasi di kementerian-kementeraian lainnya kalau menteri-menteri itu sendiri tidak mengikutinya,” ucap dia.

Tak hanya Siti yang kecewa dengan reshuffle yang tidak ditujukan untuk peningkatan kinerja, politisi senior dari Partai Golkar Akbar Tanjung juga kecewa dengan keputusan Presiden SBY mengganti Fadel Muhammad.

Meski diganti dengan kader lainnya dari Golkar, Akbar menilai, kinerja Fadel sangat baik, dan memiliki sikap, visi dan komitmen politik yang berpihak pada rakyat kecil. Karena itu pun dirinya melihat, reshuffle yang dilakukan Presiden SBY terhadap kader Golkar bukan pada pertimbangan kinerja.

“Waktu Menteri Perdagangan sebelum adanya reshuffle memutuskan mengimpor garam, dengan tegas Fadel menolak impor itu. Bukan karena anti-impor, tapi memberikan perlindungan pada petani garam. Fadel juga sering membangun komunikasi dengan para nelayan,” kata mantan Ketua DPR itu dalam diskusi Dialektika Demokrasi di ruang wartawan DPR.

Kekecewaan terhadap reshuffle juga nampak dari Ketua DPP PKS Aboebakar Al Habsy. Dikatakan, keputusan Presiden SBY mengganti menteri dari PKS hanya dikarenakan kemarahan Presiden terhadap pernyataan Sekjen PKS Anis Matta tentang reshuffle hanya untuk persiapan logistik di 2014.

Selain itu, kata Aboe, pergantian menteri juga tak memikirkan latar belakang pendidikan, dan pengalaman menteri yang bersangkutan. Contohnya Jero Wacik yang menempati posisi sebagai menteri ESDM, dan Mari Elka Pangestu sebagai Menteri Pariwisata. “Kita tidak pernah mendengar Jero Wacik bicara soal energi, atau Mari Elka bicara soal pariwisata dan industri kreatif,” pungkas dia. (cr-14)

Perombakan Kabinet Menafikan Sistem Birokrasi

Jakarta, matanews.com

PENELITI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro menilai perombakan kabinet yang dilakukan Presiden Yudhoyono lebih berorientasi pada kepentingan kekuasaan ketimbang rakyat.

“Perombakan kabinet ini sangat politis dengan menafikan sistem birokrasi,” kata Siti Zuhro pada diskusi “Dialektika: Dibalik Reshuffle Kabinet untuk Kepentingan Penguasa atau Rakyat” di Jakarta, Kamis 20 Oktober 2011.

Menurut dia, hal ini terlihat dari tidak dipatuhinya sistem birokrasi yang ada serta menteri di kementerian yang terindikasi korupsi tetap dipertahankan.

Siti Zuhro menjelaskan, dalam melakukan perombakan kabinet Presiden Yudhoyono menerapkan standar ganda sehingga masih tetap menimbulkan pertanyaan dan ketidakpuasan publik.

Menurut dia, publik mempertanyakan soal penangkatan wakil menteri yang kurang mengindahkan sistem birokrasi yang ada serta adanya praktik korupsi di kementerian seperti terkuakya dugaan korupsi di Kementeran Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

“Perombakan kabinet yang menimbulkan kontriversi ini terkait dengan legitimasi masyarakat dan dapat mendorong akselerasi pembangunan,” katanya.

Siti Zuhro mempertanyakan, apakah perombakan kabinet itu jika dengan mempertimbangkan manfaat untuk rakyat.

Menurut dia, menjelang pengumuman reshuffle kabinet pada Selasa (18/10) malam, pada siang harinya terjadi aksi unjuk rasa oleh mahasiswa di depan Istana serta aksi damai tokoh lintas agama di lokasi menumen proklamasi.

“Ini menunjukkan ada keresehatan yang cukup tinggi dan saling terkait di masyarakat,” katanya.

Siti Zuhro mengingatkan, keresahan masyarakat yang saling terkait ini bisa terjadi stagnasi sehingga menimbulkan kontraproduktif di tengah masyarakat.

Karena itu, ia menyarankan, sebelum 2014 ada koalisi yang lebih terformat sehingga setelah terpilih presiden pada 2014 ada koalisi yang memiliki format jelas bukan koalisi hanya yang seperti reality show. (ant/hms)

Kamis, 20 Oktober 2011

Menpan RB Belum Teruji Bakal Ganggu Reformasi Birokrasi

JPNN.COM, JAKARTA - Peneliti LIPI, Siti Zuhro, menilai dramatisasi reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II sudah selesai. Meski demikian Siti pesimis bahwa adegan demi adegan bakal bermanfaat bagi kabinet, apalagi untuk masyarakat.

"Dramaturgi telah selesai. Upaya untuk membersihkan anggota kabinet dari orang-orang yang diduga bermasalah hukum tidak terjadi di tengah masyarakat yang membutuhkan kabinet yang benar-benar bersih," kata Siti Zuhro dalam diskusi bertema "Di Balik Reshuffle Kabinet: Untuk Kepentingan Penguasa atau Rakyat", di press room DPR, Senayan Jakarta, Kamis (20/10).

Menurut Siti, sebuah reshuffle tidak bermanfaat kalau hanya dipandang dalam perspektif mencopot dan mengangkat seseorang. Dari berbagai literatur, kata Siti, reshuffle ditujukan untuk memperbaiki kinerja birokrat.

"Semangat itu yang sama sekali tidak tergambar dalam reshuffle kali ini," tegasnya.

Bahkan Siti merasa pesimis program reformasi birokasi bakal berjalan baik. Sebab, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN&RB) sebagai leading sector pembenahan birokrasi justru dipimpin Azwar Abubakar yang belum teruji kapabilitasnya dalam membenahi birokrasi.

"Reformasi birokrasi kita ada di Kementerian Menpan. Sementara institusi tersebut dipercayakan presiden kepada orang yang belum teruji integritasnya," ujar Siti Zuhro. (fas/jpnn)

Dua Sisi Kepentingan di Balik Reshuffle KIB II

alt

Siti Zuhro

Jakarta – Gonjang-ganjing pasca pelaksanaan Reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, Pengamat Politik dari LIPI Siti Zuhro melihat ada pola politik dua kaki dalam reshuffle kabinet. Satu sisi untuk kepentingan rakyat dan satu sisi lagi untuk kepentingan koalisi. Satu sisi berbagi kursi untuk parpol, setengah lagi untuk rakyat.

“Presiden bermain di dua kaki. Satu kaki politik harmoni dengan cara sangat elitis dengan hanya mengakomodasi kepentingan kaolisi,” tutur Siti.

Hal ini disampaikan Siti dalam dialektika di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2011.

Sementara satu sisi diarahkan untuk memuaskan masyarakat. “Tapi satu kaki memuaskan publik dengan menempatkan wamen-wamen ini. Ini yang keberadaannya kemudian banyak dipertanyakan,” terangnya.

Baginya, politik semacam ini sangat standar ganda. Akibatnya banyak kritik terhadap kabinet yang baru dilantik tersebut. (TPT/bs)

Reshuffle Kabinet SBY Tidak Menjanjikan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato penyampaian kebijakan kabinet baru di Istana Negara Jakarta Pusat, Rabu (19/10/2011). Pidato ini untuk memberikan pengarahan kepada anggota kabinet baru dalam menjalankan tugasnya tiga tahun mendatang. (tribunnews/herudin)


TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengungkap, reshuffle kabinet yang sudah dilakukan Presiden SBY tidak menjanjikan perubahan yang lebih baik. Meski, katanya, ada penambahan 13 Wakil Menteri (Wamen). Reshuffle yang dilakukan, lebih mengakomodasi parpol koalisi, sementara menteri-menteri yang tersangkut korupsi seperti di Kemanakertrans dan Kemenpora tidak tersentuh.

"Saya pesimistis, karena presiden bermain dua kaki yaitu berusaha menciptakan politik harmoni melalui pendekatan stabilitas melalui cara yang elitis dengan hanya mengakomodasi kepentingan koalisi dan ingin memuaskan publik dengan menempatkan Wamen. Itu berstandar ganda karena tidak efektif, tidak efisien, netralitasnya dipertanyakan, demikian pula loyalitasnya," kata Siti Zuhro dalam diskusi bertajuk Dibalik Reshuffle Kabinet, Kamis (20/10/2011).

Akar permasalahnya adalah lanjut Siti Zuhro, faktor pengungkit yang dijadikan reshuffle ini kinerja. Dari sisi moral atau prestasi? Kemenakertrans, Kemenpora dan masalah parpol lainnya berbarengan dengan maraknya korupsi. Padahal, katanya lagi, reformasi birokrasi itu menyangkut percepatan dan akselerasi dalam menjalankan program SBY.

"Belum lagi hubungan menteri dan Wamen sampai ke bawah itu tidak mudah. Jadi, reshuffle kabinet yang dilakukan membuat pesimisme," ungkapnya.


Laporan: Rachmat Hidayat | Editor: Ade Mayasanto

SBY Dinilai Bermain Politik Dua Kaki

Metrotvnews.com, Jakarta: Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro menilai hasil reshuffle kabinet tidak menjanjikan perubahan yang lebih baik walau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki 19 wakil menteri. Sebab, SBY bermain dalam politik dua kaki.

Siti melihat, SBY lebih mengakomodasi parpol koalisi. Sementara menteri-menteri yang tersangkut korupsi seperti di Kemanakertrans dan Kemenpora sama sekali tidak tersentuh.

SBY berusaha menciptakan politik harmoni melalui pendekatan stabilitas dengan cara yang elitis. Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu hanya mengakomodasi kepentingan koalisi dan ingin memuaskan publik dengan menempatkan wakil menteri.

"Itu berstandar ganda karena tidak efektif, tidak efisien, netralitasnya dipertanyakan, demikian pula loyalitasnya," kata Siti dalam sebuah diskusi di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (20/10).

Siti mempertanyakan apa faktor yang menjadi alasan untuk merombak kabinet. Apakah moral atau prestasi? Apalagi reformasi birokrasi itu menyangkut percepatan dan akselerasi dalam menjalankan program SBY.

"Belum lagi hubungan menteri dan wakil menteri sampai ke bawah itu tidak mudah," tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPP PKS Aboe Bakar Alhabsyi menyatakan salah besar jika pengurangan menteri PKS karena sikap Sekjen DPP PKS Anis Matta. Tak ada yang salah dari ucapan Anis. Sebab, semua anggota DPR mempunyai hak bicara yang dilindungi UU.

"Jangan personalisasi dijadikan punishment," pintanya.

PKS, lanjut anggota Komisi III DPR ini, tengah belajar memimpin negara. Karena itu PKS berniat berada di koalisi hingga 2014. "Tiga kementerian kita beri kesempatan maksimal mungkin," pungkasnya. (Ant/BEY)

Akbar Tandjung Berharap Tahun Depan Ada Reshuffle Lagi

Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, Akbar Tandjung melihat reshuffle kabinet kali ini tidak maksimal. Akbar pun menaruh harapan akan ada lagi reshuffle kabinet tahun depan.

"Menurut saya sih ya tentu secara teorinya ada kemungkinan ada reshuffle lagi. Kabinet sekarang ini menurut saya tidak lebih baik. Kita lihat setahun, kalau setahun tidak perform ya sudah tidak perlu sedramatis ini. Mau ganti ya ganti saja," tutur Akbar dalam dialektika di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/11/2011).

Pandangan senada disampaikan pengamat LIPI Siti Zuhro. Ia sebenarnya mengharapkan Presiden memilih menteri yang tidak kontroversial.

"Mestinya SBY memilih menteri-menteri yang tidak menimbulkan kontroversi karena integritasnya terganggu. Tapi kan tidak terjadi, membuat teman-teman sangat tidak melihat ada prospek yang lebih cerah," saran Siti.

Ia juga berharap Mensesneg Sudi silalahi lebih rapi dalam mengurus reshuffle. Sehingga para menteri yang di-reshuffle lebih terhormat.

"Ini adalah episode yang paling kacau kalau kesekretariatan kita agak menyalahi prosedur. Mungkin dulu tidak pernah menyalahi seperti ini," tandasnya.

(van/anw)

Pencopotan Menteri Kabinet Mirip Reality Show

Peneliti LIPI Dr Siti Zuhro
LENSAINDONESIA.COM: Pasca pergantian kabinet pemerintahan SBY. Hiruk pikuk akibat dicopotnya kader Partai Golkar dan Kader PKS. Pencopotan tersebut rupanya ditafsirkan sebagai ajang balas dendam oleh DPR. Dalam diskusi politik yang digelar di ruang press room DPR RI, Senayan, Jakarta, langkah SBY yang mencopot Fadel Muhammad (Menteri Kelautan dan Perikanan) membuat kubu Partai Golkar meradang.

Dituturkan mantan Ketua DPR Akbar Tandjung pencopotan kader Partai Golkar yang tidak melalui mekanisme penilaian check and balance membuat prosesi reshuffle oleh SBY terkategori memuakkan.

“Kalau memang masih bagus, kenapa kok dicopot. Meskipun itu hak istimewa presiden, bukan kemudian presiden merasa didzolimi, ini harus dicermati keputusan politik seperti apa? Yang sekarang ini (reshuffle kabinet) terlalu dramatis,” ujar Bang Akbar di ruang wartawan DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (20/10/2011).

Senada dengan yang diungkapkan Akbar Tandjung, pihak PKS merasa SBY telah melanggar kontrak politik yang telah ditandatangani pada awal-awal terpilih sebagai presiden.

“Ada kaedah di PKS itu, kalau mau ancur-ancuran boleh. Tapi kita selesai (telah diputus Majelis Syuro). Sekarang sudah ada keputusan di majelis syuro. PKS tidak ada masalah dengan presiden, tapi kenapa harus dicopot, kenapa tidak tunggu sampai 2014,” ujar Abu Bakar al Habsyi (F-PKS/Komisi III DPR).

Kubu PKS beranggapan bahwa dukungan untuk terus mengungkap skandal korupsi Bank Century sekira Rp 25 triliun masih terus dijalankan. Tak heran kengototan itu ditafsirkan bahwa selama ini PKS telah berkhianat oleh kubu Partai Demokrat.

Kebijakan poltik SBY dalam kurun tiga tahun ke depan diyakini membuat sejumlah petinggi partai politik akan segera mengevaluasi kerjasama politik yang diadakan dengan Partai Demokrat kelak bila Partai Demokrat keluar sebagai pememang di pemilu 2014.

Diamini Siti Zuhro, peneliti politik dari LIPI, mekanisme SBY dalam mencopot menteri terkesan dibuat-buat.

“Ada demostrasi, protes dari pemuka agama. Ini sangat aneh, ada ketidakpuasan dalam masyarakat. Tapi tidak ada prestasi sama sekali dalam pemerintahan SBY, ini adalah lesson learn,” pungkas Siti Zuhro.

Zuhro menegaskan sebelum 2014 perlu ada paksaan koalisi yang lebih terhormat. Jangan hak prerogatif itu dipolitisasi.

“Kita perlu ada komunikasi politik. Tapi jangan berlebihan. ini seperti reality show,” imbuh Zuhro. adrian/LI-08

Senin, 17 Oktober 2011

Takut Ganti Menteri Parpol yang Buruk, SBY Carikan Wakil


JAKARTA-Kebijakan Presiden SBY yang menambah porsi wakil menteri jelang reshuffle KIB II, mengisyaratkan bahwa kinerja menteri-menteri asal parpol masih jauh dari harapan. Karena tidak mau kehilangan dukungan dari parpol, SBY enggan menggusur menteri-menteri parpol tersebut. Untuk menambal kinerja menteri tersebut, maka dicarikanlah wakil menteri sebagai pendukung menteri dalam bekerja. Menurut analis politik dari POINT Indonesia, Karel Harto Su setyo, hal tersebut sebagai salah satu bentuk bahasa tersirat SBY menyindir para pembantunya yang memiliki kinerja jeblok. “Presiden menambah formasi baru di tingkat wakil menteri, ini membuktikan kalangan profesional sangat layak dan pantas masuk dalam jajaran pemerintahan era SBY,” ujarnya saat dihubungi INDOPOS, tadi malam.

Menurut Karel, kalangan profesional sebetulnya cukup teruji dan memiliki kemampuan yang matang di bidangnya jika dibandingkan dengan kalangan dari partai politik. Independensi mereka pun tentu lebih dijamin karena tidak memiliki kepentingan politik. “Sebaliknya kalangan partai akan bekerja di bawah kendali partai politik. Kebijakan pemerintahan yang dibuat pun harus mementingkan kepentingan partai politik dibandingkan utamanya kesejahteraan rakyat. Ironisnya, pemerintahan akan berkutat seputar kebutuhan partai politik karena memiliki kepentingan langsung dengan partai,” terangnya.

Bahkan, Karel juga mengharapkan SBY bisa mengambil langkah tegas dan cerdas dalam menyusun kabinet barunya dengan memilih kalangan profesional yang handal dalam bidangnya bukan lagi orang parpol. “SBY jangan sampai salah pilih, karena jika sampai salah, hal ini akan kontra produktif dengan kabinet yang mampu menelurkan kebijakan pembangunan yang menyentuh kebutuhan langsung masyarakat tanpa harus dihinggapi kepentingan partai politik,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua DPP PAN, Bima Arya Sugiarto, menilai penambahan wamen merupakan cara SBY untuk meningkatkan kinerja menuju 2014. Karena, katanya, perlu diantisipasi situasi kabinet yg rawan pecah konsentrasi karena agenda pemilu 2014. “Karena itu, saya menganggap keberadaan wamen akan memperkuat birokrasi dan memastikan program berjalan,” ujarnya pada INDOPOS, kemarin. Namun, Bima menggaris bawahi, proses sinergisasi antara menteri dengan wakilnya akan bisa berjalan lancar, jika syarat dan pembagian kewenangan kerjanya jelas. “Pasalnya, jika tidak ada pembagian yang jelas, maka hanya akan memunculkan potensi konflik yang pastinya akan menjadi momok di kementerian itu. Jadi syaratnya wamen harus klop dengan menterinya,” pungkasnya.

Dihubungi secara terpisah, pengamat politik LIPI Siti Zuhro mengatakan, kinerja kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II dalam dua tahun terakhir kurang memuaskan. Rapor beberapa menteri mengecewakan, dan inilah yang dinilai jadi penyebab miringnya penilaian publik. “Sudah banyak menteri-menteri yang disorot media dan tidak lagi didukung rakyat,” tandas Siti kepada wartawan, kemarin (16/10).

Siti menilai, menteri-menteri yang selama ini bermasalah dan kerap berbuat kontroversi justru dapat mendelegitimasi pemerintah. Namun, SBY justru terkesan tidak berani menggeser menteri-menteri yang kinerjanya tidak memuaskan tersebut. Demi membuat departemen- departemen tersebut bisa jalan, SBY justru memilih mencarikan wakil menteri untuk menambal menteri tersebut. “Sayangnya, Presiden SBY kelihatan gamang merespons desakan publik. Sehingga SBY terkesan bermain di dua kaki. Satu ingin mengakomodasi keinginan banyak orang dan rakyatnya. Dua, SBY ingin mempertahankan politik harmoni yang hendak memuaskan keinginan banyak pihak,” terangnya.

Walaupun berusaha mencitrakan reshuffle kabinet ini begitu cermat prosesnya, lanjutnya, kesan yang ditangkap publik malah sebaliknya. Presiden terlihat bimbang dan ragu dalam menyusun kabinetnya yang baru. SBY seolah terjebak dalam tarik menarik berbagai kelompok kepentingan, baik parpol maupun non parpol. “Semestinya SBY tidak perlu terjebak dalam kerangkeng tarik-menarik kepentingan politik yang bermain dalam reshuffle ini. Kalau dia punya leadership dan merasa punya hak prerogratif, harusnya tegas dan cepat ambil keputusan,” tegasnya.


Tarik Simpati SBY



Di sisi lain, semakin dekat waktu pengumuman hasil reshuffle, beberapa menteri yang merasa terancam posisi mulai menarik simpati presiden. Hal ini terlihat dari maraknya iklan layanan publik dan ekspos di media mengenai prestasi yang sudah dicapai oleh menteri yang bersangkutan. Bahkan, gerilya pendekatan melalui keluarga Cikeas pun tidak kurang gencar dilakukan. Menurut sumber yang dekat dengan lingkar dalam istana, salah seorang menteri yang sangat dekat hubungannya dengan presiden, sibuk menawarkan bantuan fasilitas dan pendanaan untuk pembangunan sekolah yang sedang dibangun oleh keluarga Cikeas di daerah Sentul Bogor. Menteri yang mantan pengusaha ini juga dikenal mempunyai jaringan luas dengan beberapa institusi pendidikan internasional ternama.

Mengomentari masalah ini, Siti menyatakan, terlalu naif jika Presiden terjebak dengan upaya pendekatan kacangan seperti ini. Ini tentunya akan dijadikan peluru cadangan untuk membombardir pemerintahannya di sisa waktu yang ada. Jika presiden tetap mempertahankan beberapa menteri yang bermasalah, apalagi yang terseret kasus, akan sangat merepotkan posisinya tiga tahun ke depan. “Dalam teorinya, setiap rezim berkuasa yang mengambil kebijakan strategis seperti soal posisi menteri ternyata tidak menjawab kekecewaan rakyat, pasti rakyat akan memberi punishment. Jika SBY mengabaikan tuntutan rakyat terkait reshuffle ini, itu sama saja dengan bunuh diri politik. Memang SBY punya hak prerogratif, namun jangan lupa dia dipilih oleh rakyat, sehingga mutlak hukumnya mendengarkan aspirasi rakyat,” tegasnya.

Sementara itu, hasil survey Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada pemerintahan SBY-Boediono periode 2009-2011 menujukkan kepuasan publik terhadap pemerintahan SBYBoediono periode 2009-2011 turun 17 persen dari tahun sebelumnya. Pada Januari 2010 kepuasan publik masih pada level 63,1 persen namun Oktober 2011 tersisa 46,2 persen.

Terkait persoalan itu, peneliti LSI, Adrianus Sopa mengusulkan sembilan menteri perlu segera diganti. Kesembilan menteri tersebut dinilai memperburuk kinerja pemerintahan SBY-Boediono. Para menteri itu adalah Andi Mallarangeng, Muhaimin Iskandar, Darwin Zahedy Saleh, Suharso Monoarfa, Feddy Numberi, Mustafa Abubakar, Endang Rahayu S, Suryadharma Ali dan Suswono. “Menteri-menteri itu tak mampu mengembang tugas yang diamanatkan,” tegas Adrianus Sopa di kantor LSI, Jakarta Timur, Minggu (16/10).

Menariknya, menteri bidang hukum dan luar negeri tak masuk dalam daftar coret kabinet. Meskipun kinerja bidang luar negeri dan hukum dalam survey LSI itu dianggap buruk. Lebih lanjut Adrianus membeberkan lima bidang pemerintahan yang berada pada angka di bawah 50 persen. Dengan angka dibawah 50 persen itu dapat diartikan buruknya kinerja dan rendahnya kepuasan publik.

Di bidang ekonomi, terang Adrianus kepuasan publik berada pada level 40,9 persen. Turunnya kepuasan ekonomi itu didorong oleh mahalnya harga sembako dan kondisi hidup yang semakin sulit. “Pada bidang hukum level kepuasan hanya 39,3 persen. Ini sangatlah buruk. Pemicunya banyak persoalan hukum yang tak terselesaikan baik,” bebernya.

Sedangkan bidang politik, peneliti LSI ini menyebutkan rencana pembatasan partisipasi publik dalam demokrasi menjadi pemicu turunnya kepuasan publik. Dengan angka kepuasan mencapai 38,4 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 52,7 persen.

Angka terburuk pun terjadi pada bidang hubungan luar negeri. Tidak mampunya pemerintahan SBY-Boediono melindungi warga negaranya dalam berbagai persoalan luar negeri, mendorong turunnya kepuasan publik tersebut. “Dari hasil survey kami menujukan 44,8 persen kepuasan publik terhadap kinerja SBY bidang hubungan luar negeri,” paparnya.

Turunnya angka kepuasan publik juga terjadi pada bidang sosial. Angka kepuasan yang diberikan publik pada bidang ini hanya pada level 49,9 persen. Penyebabnya ketidakmampuan pemerintah SBY-Boediono melindungi kelompok-kelompok minoritas.

Terkait bidang keamanan, Adrianus mengakui kepuasan publik masih cukup baik. Terutama dalam penanganan isu terorisme dan penuntasan kasus lainnya. Dengan angka kepuasan mencapai 56,3 persen.

“Survey ini menunjukkan perlunya Presiden SBY melakukan reshuffle yang sehat dan baik. Tidak terjerat koalisi partai yang telah terjadi,” ungkapnya. Kebijakan reshuffle, menurut dia, dapat mendorong kinerja pemerintah menjadi lebih baik. SBY harus berani mencoret nama menteri yang cacat dalam persepsi publik. Yakni menteri harus bersih dan bebas korupsi, tidak terjerat isu perselingkuhan dan sehat fisik.

Adrianus menyebutkan survey ini dilakukan periode 5-10 Oktober 2011. Dengan jumlah responden awal sebanyak 1200 orang. Menggunakan metode multistage random sampling yang dilakukan pula wawancara tatap muka responden. (dms/rko)

SBY Harus Pecat Menteri yang Pro Asing

K. Yudha Wirakusuma - Okezone

Presiden SBY
Presiden SBY

JAKARTA -
Selain untuk meningkatkan kinerja menteri, reshuffle kabinet yang saat ini digodok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus dimanfaatkan untuk membersihkan kabinetnya dari figur kontroversial. Pasalnya, hal tersebut dapat mencegah turunnya citra SBY dan merepotkan jalannya pemerintahan di kemudian hari.

Pengamat politik LIPI Siti Zuhro menyatakan, kinerja kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II dalam dua tahun terakhir kurang memuaskan. Rapor beberapa menteri mengecewakan, dan ini dinilai menjadi penyebab miringnya penilaian publik. Siti menyebutkan nama Gita Wirjawan dan Mari Elka Pangestu sering mendapat sorotan negatif publik lantaran berbagai persoalan yang membelit mereka.

"Sudah banyak menteri-menteri yang disorot media yang tidak lagi didukung rakyat. Misalnya Gita Wirjawan dan Mari Elka Pangestu. Yang paling penting SBY harus mempertimbangkan agar mengganti menteri yang kelihatan pro asing seperti keduanya itu," tandas Siti, Senin (17/10/2011).

Anda setuju dengan perkataan Siti Zuhro bahwa Maria Elka Pangestu dan Gita Wirjawan berpihak pada asing?





Siti menilai, menteri-menteri yang selama ini bermasalah dan kerap berbuat kontroversi justru dapat mendelegitimasi pemerintah.

"Sayangnya, Presiden SBY kelihatan gamang merespons desakan publik. Sehingga SBY terkesan bermain di dua kaki. Satu ingin mengakomodasi keinginan banyak orang dan rakyatnya. Dua, SBY ingin mempertahankan politik harmoni yang hendak memuaskan keinginan banyak pihak,” terangnya.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno berpendapat, terlalu riskan jika SBY ngotot mempertahankan beberapa menterinya yang sudah tidak mendapat simpati publik. Ia mencontohkan, figur kontroversial seperti Gita Wirjawan dan Mari Elka Pangestu akan sangat merongrong citra pemerintahan SBY-Boediono.

"Mestinya SBY responsif menyikapi desakan publik. Dia tidak usah bimbang dong mengganti mereka yang sudah tidak disukai rakyat, lantaran sikapnya tidak memihak kepentingan rakyat. Kan di kabinet banyak menteri-menteri yang sering membebani SBY, karena keberpihakannya pada asing seperti Maria Elka Pangestu dan Gita Wirjawan,” tegasnya.

(wdi)

Minggu, 16 Oktober 2011

Posisi Wamen Dianggap Ban Serep

Siti Zuhro (memakai baju ungu).
Siti Zuhro (memakai baju ungu). (sumber: Antara)


Kecil kemungkinan penambahan wakil menteri akan mendorong adanya terobosan dalam pembangunan negara.

Penunjukan wakil menteri baru dari kalangan profesional tidak akan serta merta berimbas pada percepatan pembangunan nasional. Sebab, posisi wakil menteri di Indonesia masih dianggap sebagai ban serep. "Umumnya dianggap sebagai serep yang hanya akan bertindak saat atasan absen," kata Peneliti senior Pusat Penelitian Politik-LIPI, Siti Zuhro, di Jakarta, hari ini.

Siti menjelaskan, dengan kondisi seperti itu, kecil kemungkinan penambahan wakil menteri akan mendorong adanya terobosan dalam pembangunan negara. "Percuma punya wakil menteri dari kalangan profesional kalau secara jabatan mereka tetap harus tunduk terhadap menteri dan menterinya tetap tunduk pada parpol yang menaunginya," tutur dia.

Menurut Siti, sebaiknya SBY harus lebih berani dengan merombak kabinet tanpa harus dibebani dengan tanggung jawab terhadap koalisi. Namun menurutnya, baik kabinet pelangi ataupun kabinet homogen sama-sama bisa berfungsi dengan baik selagi SBY menunjukkan kepemimpinan yang kuat. "Saya rasa tidak adil juga menuduh parpol sebagai penjahat yang selalu mau mendikte presiden, bagaimanapun bentuk kabinetnya asal Pak SBY punya sikap dan leadership pembangunan tetap akan berjalan," tegasnya.

Penulis: Dessy Sagita/MMB

Jumat, 14 Oktober 2011

LIPI: Yudhoyono Tak Cermat Pilih Menteri

JAKARTA, RIMANEWS - Rencana perombakan menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II yang akan dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjukkan ketidakcermatan dirinya dalam memilih menteri untuk duduk di kabinet.

Sejatinya dari awal, SBY sudah mantap dalam memilih orang untuk diberikan amanah menduduki kursi menteri di kabinetnya.

"Saya kira ini menunjukkan Presiden SBY juga tidak konsisten dalam memilih menterinya. Seharusnya pemilihan (menteri) berbasis kinerja bukan semata-mata untuk memuaskan anggota parpol koalisi," ujar pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro saat berbincang dengan wartawan, Jumat (14/10/2011).

Siti menambahkan, mestinya SBY dalam merekrut seorang menteri, betul-betul menunjuk orang yang tepat untuk ditempatkan sesuai keahliannya masing-masing. Menurutnya, SBY sebagai presiden tentu memiliki tanggung jawab terhadap kinerja menterinya yang buruk.

"Tak harus ketua umum parpol menduduki posisi menteri. Saya melihatnya pertimbangan karena partai koalisi masih sangat besar untuk menjaga harmoni agar stabilitas politik terjaga," pungkasnya.

Seperti diketahui, Presiden SBY berjanji akan melakukan perombakan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II sebelum tanggal 20 Oktober 2011.

Sejumlah menteri di kabinet saat ini terseret beragam kasus yang sangat mencoreng pemerintahanan SBY. Diantaranya di Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan kasus pajak perusahaan milik salah seorang menteri.

Meski pengusutan kasusnya belum final, Andi Malarangeng, Muhaimin Iskandar dan Gita Wirjawan mau tidak mau terseret namanya dalam kasus-kasus tersebut. Lantas, akankah sederet nama tersebut terdepak dari KIB Jilid II? Kita tunggu saja. [mam/oke]

Selasa, 11 Oktober 2011

'SBY jangan kedepankan aspek politik saat reshuffle'

Bisnis Indonesia / Nasional / Politik

JAKARTA: Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mengutamakan pertimbangan politik dalam menyusun kabinet, namun segera membentuk 'kabinet kerja'.

Menurut Priyo, untuk membentuk kabinet kerja, Presiden SBY diharapkan merekrut orang-orang yang berkualitas dan berdedikasi tinggi.

"Pertimbangan politik dinomorsekiankan. Yang penting kabinet kerja," ujar Priyo di Gedung Parlemen hari ini.

Karena menurutnya, jika kabinet yang dibentuk berjalan baik, maka Presiden SBY yang akan mendapat penghargaan dari rakyat. "Tapi kalau tidak berhasil, beliau juga yang kena imbasnya. Rakyat yang menilai kepemimpinan beliau," katanya.

Namun demikian Priyo tidak bersedia menyebutkan orang-orang yang dinilainya layak untuk ditempatkan dalam 'kabinet kerja' mendatang. Partai Golkar, ujarnya, tidak akan mencampuri kewenangan Presiden SBY dalam melakukan reshuffle.

"Kecuali kalau diminta secara khusus oleh presiden, ya kita akan siapkan. Dan itupun lewat satu pintu yaitu, Pak Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar," kata wakil ketua DPR tersebut.

Sebelumnya peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro juga pernah mengusulkan agar SBY segera membentuk kabinet kerja dan tidak terlalu banyak berkonsultasi dengan para pimpinan parpol. Menurut dia, tahun depan merupakan tahun politik sehingga SBY harus secepatnya membentuk kabinet yang bisa bekerja untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa. (sut)

Wakil Menteri Jangan Ikut Bermanuver

ANALIS politik dari LIPI R Siti Zuhro, menilai dugaan manuver politik oknum wakil menteri dalam hari-hari menjelang reshuffle kabinet ini sangat tidak pantas dilakukan. “Tentu sangat tidak etis, tidak bermoral, kebablasan serta blunder. Ini harus ditegur,” tandas Zuhro, Minggu (9/10).

Dalam formasi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, beberapa kementerian yang memiliki pos wakil menteri (wamen), di antaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian PU dan Kementerian Pendidikan Nasional. Para wakil menteri yang berasal dari birokrasi, umumnya diberikan tugas pokok dan fungsi administratif secara internal. Dugaan atas manuver politik dua wakil menteri yang menterinya disebut-sebut kena reshuffle, jelas menambah kekisruhan politik, karena para wakil menteri bersangkutan harus menyadari, reshuffle kabinet bukanlah ajang kontestasi pemilu.

Semestinya, Presiden SBY tidak memberi ruang pada aparatur negara, melakukan tawarmenawar serta kompetisi politik dengan menterinya. “Realitas politik semacam ini bukan saja tidak kondusif, tetapi justru menghilangkan harapan kita pada tercapainya agenda reformasi birokrasi,” ujar Zuhro. Menurut dia, para wakil menteri sebagai birokrat, seharusnya taat pada kebijakan pemerintah yang ditempuh melalui keputusan politik bersama parlemen (DPR), guna menciptakan birokrasi yang transparan, memiliki akuntabilitas publik dan partisipatif. Domain politik praktis bukanlah wilayah wakil menteri, tetapi peran dan komitmen mereka sangat dibutuhkan untuk menjaga politik tidak memasuki ranah organisasi administrasi pemerintahan.

Memang, makna hak prerogatif presiden dalam memilih menteri untuk duduk di kabinet melalui reshuffle menjadi berkurang, akibat ketidakpastian politik dari Presiden SBY. Ini tentu berdampak sangat negatif dan membuka ruang berbagai kepentingan, mulai dari pebisnis, politik, hingga kalangan birokrasi untuk melakukan transaksi politik. “Seharusnya Presiden SBY memberikan sanksi administratif terhadap wakil menteri dari birokrat atas pelanggaran etika birokrasi. Aparatur sipil harus memegang prinsip netralitas. Memang ke depan, kita harus memiliki aturan terhadap etika birokrasi atau bill of government ethic,” pungkas Zuhro. (dms)

Senin, 10 Oktober 2011

RESHUFFLE KABINET: Menteri-Menteri PKS Terancam Digusur


Siti Zuhro, Pengamat Politik
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Senin, 10 Oktober 2011

JAKARTA (Suara Karya): Menteri-menteri dari partai politik koalisi yang sering merongrong kebijakan dan kewibawaan pemerintah sebaiknya digusur dari Kabinet Indonesia Bersatu II dalam reshuffle pada pertengahan Oktober ini.

Begitu juga menteri yang terganggu kesehatannya, tersangkut kasus hukum, dilanda isu perceraian dan dinilai gagal menyelesaikan program dan agenda kerja yang ditetapkan.

Pendapat itu disampaikan pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, pengamat politik Soegeng Sarjadi Syndicated Sukardi Rinakit, Koordinator Netral Institute Djoko Waluyo, dan Sekretaris Jenderal Komite Nasional Masyarakat Indonesia (KNMI) Ugik Kurnadi, yang disampaikan secara terpisah di Jakarta, Minggu (9/10).

Sukardi Rinakit mengatakan, menjelang reshuffle kali ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendaknya tidak terlalu kalkulatif dengan partai. Sebab, sebagai pemimpin dalam sistem pemerintahan presidensial, reshuffle ini sepenuhnya milik SBY sebagai presiden.

SBY, kata Sukardi, tidak perlu juga membuat fakta integritas baru, baik dengan partai-partai yang tergabung dalam koalisi maupun dengan menteri baru. Yang diperlukan SBY menjelang reshuffle ini adalah bagaimana SBY menunjukkan target yang harus dicapai pada akhir masa jabatannya. Dan target itu harus menjadi legacy yang monumental, strategis, dan berbobot.

"Silakan saja pilih siapa yang dianggap mumpuni untuk mewujudkan program-program SBY ke depan. Tapi kalau melihat langkah SBY yang ingin tenang menjelang reshuffle dan sampai saat ini belum ada kabar pertemuan dengan Wakil Presiden Boediono, saya menduga, menteri yang terkena reshuffle adalah menteri-menteri yang berasal dari Partai Demokrat dan profesional," kata Sukardi.

Sebaliknya, menurut Sukardi, menteri-menteri dari partai kemungkinan besar malah akan aman dari reshuffle, kecuali PKS. Karena, menurut dia, politikus PKS dinilai sering merongrong pemerintah.

Djoko Waluyo juga sependapat, menteri-menteri dari PKS yang terancam digusur akibat ulah partainya yang rajin menyudutkan pemerintah yakni Menkominfo Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, dan Menristek Suharna Surapranata.

Untuk kategori sakit, yang paling mungkin digeser adalah Meneg BUMN Mustafa Abu Bakar. Sedangkan di daftar menteri yang tersangkut kasus hukum, nama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar (PKB) dan Menpora Andi Mallarangeng (Partai Demokrat), paling mencolok.

Menteri ESDM Darwin Saleh (Partai Demokrat), Menteri Perhubungan Freddy Numberi (Partai Demokrat), Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar (PAN) masuk daftar menteri yang tidak mampu menjalankan agenda-agenda penting sesuai instruksi Presiden SBY.

Dia menyebutkan, Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa masuk di dalam kategori layak digeser akibat skandal ranah privat. Perkembangan berita gugatan cerai yang dilayangkan istrinya sempat jadi atensi Presiden SBY.

Secara terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga mengatakan, Presiden SBY pada akhir pekan ini telah merampungkan simulasi nama-nama calon menteri dalam rangka reshuffle kabinet, meski nama-nama itu masih akan dipilih beberapa di antaranya untuk menempati posisi menteri yang tepat.

Daniel menjelaskan, penyelesaian simulasi nama-nama tersebut hampir bersamaan dengan pengarahan Presiden kepada jajaran staf khusus yang berlangsung Sabtu (8/10).

Sepanjang akhir pekan ini, sejak Jumat hingga Minggu (9/10), Presiden SBY lebih banyak berada di kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor, antara lain bersama Wapres Boediono dan sejumlah menteri berdiskusi mengenai rencana reshuffle kabinet.

Sementara itu, Ugik Kurnadi menengarai, ada indikasi menteri dari PKS disetir partainya. Hal ini, katanya, menghambat capaian-capaian program Presiden selaku pemegang mandat rakyat untuk memimpin bangsa selama lima tahun. Sebagai contoh, kata dia, adanya pernyataan-pernyataan dari beberapa petinggi PKS.

Menteri yang disetir parpolnya, menurut dia, itu lebih baik diganti. Menteri seperti itu nantinya malah jadi alat bargaining, lantas partainya ikut memerintah, tetapi seenaknya menilai Presiden.

Partai yang sudah sepakat ikut "memerintah", kata Ugik, harus loyal kepada Presiden, jangan berdalih ada kontrak politik lantas merasa berhak. Karena, hak itu mesti sepadan dengan kewajiban, yaitu menyukseskan program Presiden SBY, seperti pemberantasan korupsi. "Pemilu sudah selesai, menteri-menteri mutlak menjalankan garis kebijakan Presiden, kalau tidak sanggup lebih baik mundur," ujarnya.

Menurut dia, SBY diminta tidak perlu mendengarkan suara pihak lain, termasuk dari anggota koalisi partai politik pendukung SBY-Boediono dalam melakukan perombakan atau reshuffle KIB II. Pasalnya, reshuffle kabinet itu benar-benar merupakan hak prerogatif Presiden, dan Presiden sendiri yang lebih tahu perlu-tidaknya merombak kabinetnya.

"Presiden SBY melakukan perombakan kabinetnya berdasarkan kinerja para menteri-menterinya selama dua tahun ini, itu sudah cukup menjadi pertimbangan untuk merombak kabinetnya," kata Ugik.

Menurut dia, masih ada waktu tiga tahun untuk Presiden SBY menguatkan kapasitas pemerintahannya. Kesan Presiden SBY lambat dan ragu bertindak seperti yang dilontarkan beberapa kalangan selama ini sebenarnya timbul karena tidak maksimalnya para menteri pembantu-pembantunya serta adanya ketidakkompakan sebagian menteri.

"Akibatnya, semua masalah menumpuk di pundak SBY," kata Ugik. Karena itu, pihaknya berharap, Presiden SBY bisa me- reshuffle kabinetnya dengan menempatkan figur yang tepat dan profesional di bidangnya.

Sementara itu, Siti Zuhro menilai, manuver politik yang diduga dilakukan beberapa wakil menteri dalam hari-hari menjelang reshuffle kabinet saat ini sangat tidak pantas dilakukan. "Tentu sangat tidak etis, tidak bermoral, kebablasan, serta blunder. Ini harus ditegur," ujar Zuhro.

Dalam formasi KIB II, beberapa kementerian yang memiliki pos wakil menteri (wamen), di antaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian PU, dan Kementerian Pendidikan Nasional. Para wakil menteri yang berasal dari birokrasi itu umumnya diberikan tugas pokok dan fungsi administratif secara internal.

Siti Zuhro melihat dugaan atas manuver politik dua wakil menteri yang menterinya disebut-sebut akan terkena reshuffle, yang jelas menambah kekisruhan politik, karena para wakil menteri bersangkutan itu harus menyadari, bahwa reshuffle kabinet bukanlah ajang kontestasi pemilu. (Feber S/Kartoyo DS/Joko S/Ant/Rully)

Minggu, 09 Oktober 2011

Pengamat: Jelang Reshuffle Ada Wakil Menteri yang Bermanuver Politik

Antara/Widodo S. Jusuf
Pengamat: Jelang Reshuffle Ada Wakil Menteri yang Bermanuver Politik

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Boediono berfoto bersama para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II di tangga Istana Merdeka, Jakarta.



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat politik LIPI Siti Zuhro, menilai manuver politik yang diuga beberapa wakil menteri dalam hari-hari menjelang perombakan (reshuffle) kabinet saat ini sangat tidak pantas dilakukan.

"Tentu sangat tidak etis, tidak bermoral, kebablasan serta blunder. Ini harus ditegur," ujar Zuhro, di Jakarta, Ahad. Dalam formasi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, beberapa kementerian yang memiliki pos wakil menteri (wamen), diantaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian PU dan Kementerian Pendidikan Nasional.

Para wakil menteri yang berasal dari birokrasi, umumnya diberikan tugas pokok dan fungsi administratif secara internal. Zuhro melihat bahwa dugaan atas manuver politik dua wakil menteri yang menterinya disebut-sebut akan terkena reshuffle, jelas menambah kekisruhan politik, karena para wakil menteri bersangkutan harus menyadari, reshuffle kabinet bukanlah ajang kontestasi Pemilu.

Semestinya, ia menambahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memberi ruang pada aparatur negara untuk melakukan tawar-menawar serta kompetisi politik dengan menterinya.

Menurut Zuhro, para wakil menteri sebagai birokrat, seharusnya taat pada kebijakan pemerintah yang ditempuh melalui keputusan politik bersama parlemen (DPR), guna menciptakan birokrasi yang transparan, memiliki akuntabilitas publik dan partisipatif.

Memang, masih kata Zuhro, makna hak prerogatif presiden dalam memilih menteri untuk duduk di kabinet melalui reshuffle menjadi berkurang, akibat ketidakpastian politik berkepanjangan dari Presiden SBY. Hal ini dinilainya telah berdampak negatif dan membuka ruang berbagai kepentingan, mulai dari pebisnis, politik hingga kalangan birokrasi melakukan transaksi politik.

Redaktur: Stevy Maradona
Sumber: Antara

Blunder Manuver Wakil Menteri

(ant)

(ant)

MENGGELIKAN (ridiculous). Begitulah julukan yang dilontarkan Analis Politik LIPI R.Siti Zuhro, terhadap manuver politik oknum wakil menteri dalam hari-hari menjelang reshuffle kabinet. “Tentu sangat tidak etis, tidak bermoral, kebablasan serta blunder. Ini harus ditegur,” tandas Zuhro, Minggu (09/10) kepada matanews.com.

Dalam formasi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, beberapa kementerian yang memiliki pos wakil menteri (Wamen), diantaranya Kementerian Perhubungan, Departemen Keuangan, Kementerian PU dan Kementerian Pendidikan Nasional. Para wakil menteri yang berasal dari birokrasi, umumnya diberikan tugas pokok dan fungsi administratif secara internal.

Sehingga dugaan atas manuver politik dua wakil menteri yang menterinya disebut-sebut kena reshuffle, jelas menambah kekisruhan politik, karena para wakil menteri bersangkutan harus menyadari, reshuffle kabinet bukanlah ajang kontestasi Pemilu.

Semestinya, Presiden SBY tidak memberi ruang pada aparatur negara, melakukan tawar-menawar serta kompetisi politik dengan menterinya. “Realitas politik semacam ini bukan saja tidak kondusif, tetapi justru menghilangkan harapan kita pada tercapainya agenda reformasi birokrasi,” ujar Zuhro.

Menurut Zuhro, para wakil menteri sebagai birokrat, seharusnya taat pada kebijakan pemerintah yang ditempuh melalui keputusan politik bersama parlemen (DPR), guna menciptakan birokrasi yang transparan, memiliki akuntabilitas publik dan partisipatif. Domain politik praktis bukanlah wilayah wakil menteri, tetapi peran dan komitmen mereka sangat dibutuhkan untuk menjaga politik tidak memasuki ranah organisasi administrasi pemerintahan.

Memang, makna hak prerogatif presiden dalam memilih menteri untuk duduk di kabinet melalui reshuffle menjadi berkurang, akibat ketidakpastian politik berkepanjangan dari Presiden SBY. Ini tentu berdampak sangat negatif dan membuka ruang berbagai kepentingan, mulai dari pebisnis, politik hingga kalangan birokrasi melakukan transaksi politik.

“Seharusnya Presiden SBY memberikan sanksi administratif terhadap wakil menteri dari birokrat atas pelanggaran etika birokrasi. Aparatur sipil negara harus memegang prinsip netralitas. Memang ke depan, kita harus memiliki aturan terhadap etika birokrasi atau bill of government ethic,” pungkas Zuhro.(*che/mnc)

Kamis, 06 Oktober 2011

Reshuffle, Tunggu Tanggal Mainnya!

Metro Hari Ini Edisi Kamis 06 Oktober 2011 menghadirkan pembicara Siti Zuhro Peneliti dari LIPI membicarakan mengenai "Reshuffle, Tunggu Tanggal Mainnya!"



Rabu, 05 Oktober 2011

DIALOG KENEGARAAN DPD RI

Dialog kenegaraan yang diadakan secara berkala oleh DPD RI, setiap hari rabu. Pada acara kali ini menghadirkan pembicara: Laode Ida, John Pieris dan Intsiawati Ayus (ketiganya dari DPD), Ridwan Saidi dan Radhar Panca Dahana (budayawan) serta Siti Zuhro (LIPI), dengan moderator Hanif Sobari. Acara ini berlangsung, pada hari Rabu, tanggal 05 Oktober 2011, di Coffe Corner DPD RI, Jakarta.



http://youtu.be/evNSpl3eP44
YouTube: MrAlamsyah01

Kembali ke zaman reformasi...?

Oleh John Andhi Oktaveri

JAKARTA: Kalau kondisi ekonomi terus memburuk, Indonesia bisa kembali ke era reformasi 1998 menyusul memuncaknya ketidakpercayaan publik yang disusul oleh ego sektoral dan lumpuhnya lembaga negara.

Analisis itu dikemukakan oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, seusai berbicara pada diskusi bertema Tujuh tahun DPD dan nasib daerah di tengah maraknya korupsi di Gedung DPD, Rabu 5 Oktober. Turut menjadi pembicara dalam diskusi itu Wakil Ketua DPD La Ode Ida, Anggota DPD Instiawati Ayus dan budayawan Ridwan Saidi.

Menurut Siti, ketidakpercayaan antarpemimpin, antarlembaga negara maupun antarelite politik saat ini sudah memasuki masa kritis. Kondisi itu terlihat dari mudahnya satu pimpinan lembaga negara melemparkan pernyataan sarkastis yang menunjukkan ketidakpercayaan pada pimpinan lembaga lainnya.

Siti merujuk pada saling lempar penyataan yang menggambarkan distrust antara pimpinan DPR, pimpinan DPD, dan pimpinan KPK serta elite politik lainnya. Begitu juga dengan antara kepala daerah lainnya yang terlihat tidak ada saling percaya.

"Ketika distrust bergerak antara masyarakat memasuki ranah insitusi, mental pragmatis oportunis pada level puncak, yang terjadi adalah kelumpuhan kelembagaan. Ditambah kondisi ekonomi yang menurun, ini kita bisa kembali seperti era reformasi 1998," ujar Siti menegaskan.

Selain kondisi tersebut, Siti juga melihat ego sektoral yang membuat antarinstansi pemerintahan di daerah tidak bisa berkoordinasi kendati telah dibelakukan sistem Otonomi Daerah.

Menurut Siti, munculnya berbagai persoalan tersebut juga disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah dalam merspons perubahan sosial (social
change) selama ini.

Menurut dia, jangankan menghadapi perubahan yang dahsyat, untuk merspon perubahan sosial yang liner saja pemerintah tidak mampu.

Pada sisi lain Situ juga menegaskan pentingnya kepemimpinan Presiden SBY yang kuat yang didukung oleh kinerja pemerintahan yang baik. Selain itu juga diperlukan reformasi kelembagaan dan dasar penilaian atas kinerja para menteri yang jelas, bukan hanya sekedar melakukan reshuffle.

"Melakukan reshuffle itu hanya salah satu perbaikan kinerja pemerintahan, namun reformasi kelembagaan jauh lebih penting," ujarnya. (ea)

Pengamat: Ketidakpercayaan Publik pada Pemerintah Dekati Titik Kulminasi

JAKARTA, RIMANEWS - Berbagai kegagalan yang ditorehkan pemerintahan SBY-Boediono nampaknya semakin membuat publik merasa muak saja. Skandal korupsi yang menerjang sejumlah departemen telah turut mengantarkan kepercayaan publik menuju titik terendah.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro bahkan menilai, ketidakpercayaan publik terhadap lembaga pemerintah sudah mendekati titik kulminasi.

"Ketidakpercayaan publik ini tidak saja terhadap lembaga pemerintah di tingkat nasional tapi juga sampai ke tingkat daerah dan tingkat terendah," kata Siti Zuhro usai diskusi "Tujuh Tahun DPD dan Nasib Daerah di tengah Fenomena Maraknya Korupsi" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (5/10).

Siti Zuhro menjelaskan, ketidakpercayaan publik terhadap lembaga pemerintah masih ditambah dengan ego sektoral di antara lembaga negara maupun lembaga pemerintah sehingga terjadinya kelumpuhan fungsi dari lembaga-lembaga tersebut.

Kondisi seperti ini jika ditambah dengan kondisi ekonomi yang terus memburuk, menurut dia, bukan tidak mungkin akan terjadi gejolak sosial seperti tahun 1998 yang melahirkan reformasi.

Menurut dia, ketidakpercayaan di antara pemimpin, di antara lembaga negara, maupun di antara elit politik saat ini sudah mendekati titik kulminasi.

"Kondisi ini terlihat dari mudahnya pimpinan suatu lembaga negara menyampaikan pernyataan sarkastis yang menunjukkan ketidakprecayaan pada pimpinan suatu lembaga negara lainnya," katanya.

Siti Zuhro merujuk pada peristiwa yang baru terjadi, yakni saling melempar pernyataan di antara pimpinan DPR RI dan pimpinan KPK, di antara pimpinan DPR RI dan pimpinan DPD RI, serta di antara elit politik, yang menunjukkan terjadi ketidakpercayaan.

Begitu di tingkat daerah, menurut dia, di antara kepala daerah, maupun politisi di daerah, sering terjadi saling lempar pernyataan yang menunjukkan adanya ketidakpercayaan.

Peneliti senior LIPI ini menambahkan, munculnya ketidakpercayaan publik ini bermula dari ketidakmampuan pemerintah menyerap dan mengakomodasi aspirasi publik yang berkembang pesat setelah terjadinya reformasi pada 1998.

"Jangankan merespons perubahan sosial yang dahsyat, merespons perubahan yang linier saja pemerintah belum mampu," katanya.

Siti Zuhro menegaskan, untuk mendorong dan merespons perubahan sosial tersebut diperlukan kepemimpinan yang kuat dan tegas, guna melakukan reformasi birokrasi di lembaga negara maupun lembaga pemerintah.

Ditanya, apakah rencana perombakan kabinet bisa memperbaiki ketidakpercayaan publik, menurut dia, perombakan kabinet hanya salah satu opsi untuk memperbaiki kinerja pemerintah.

Menurut dia, yang jauh lebih penting untuk mengatasi ketidakpercayaan publik adalah reformasi birokrasi secara menyeluruh di lembaga negara maupun lembaga pemerintah.[ach/NB]

Senin, 03 Oktober 2011

Survei LSI: Politisi 'Busuk' Bajak Reformasi


Siti Zuhro - inilah.com/dok

Oleh: Agus Rahmat

INILAH.COM, Jakarta - Merosotnya penilaian terhadap politisi, diduga karena gagalnya cita-cita reformasi. Bahkan, reformasi dibajak oleh aktor-aktor yang kini mengambil peran penting dalam negara.

Dalam surveinya LSI membandingkan politisi saat ini dengan 2005 lalu, responden yang menilai kerja politisi baik sebesar 44,2 persen. Sedangkan pada tahun ini penilaian responden yang menyatakan kerja politisi baik hanya sebesar 23,4 persen. Dan 51,3 persen diantaranya menilai kerja politisi sangat buruk.

"Ini sangat dalam (hasil LSI, red). Reformasi bukan hanya jalan ditempat, tapi juga dibajak oleh aktor-aktor," ujar pengamat politik LIPI Siti Zuhro saat dihubungi INILAH.COM, Jakarta, Minggu (2/10/2011).

Dia menilai, aktor-aktor ini kini mengambil peran strategis dalam politik dan pemerintahan. Akibatnya, tindakan kejahatan seperti korupsi terus dilakukan oleh aktor-aktor tersebut. "Ironis, kok ternyata tidak mewakili rakyat. Padahal itu (pemberantasan korupsi, red) semangat reformasi," herannya.

Aktor-aktor tersebut, jelasnya, tidak hanya dari kalangan politisi. Tetapi, dari kalangan birokrasi dan pengusaha, juga kini bisa menjadi aktor. [mah]

Minggu, 02 Oktober 2011

Laode: DPD Memiliki Legalitas Ikut Bahas RUU

Laode Ida
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kini tengah dalam proses evolusi menuju titik yang sebenarnya seperti diamanatkan konstitusi. Salah satunya daah dengan keikutsertaan DPD dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Wakil Ketua DPD Laode Ida mengatakan, keikutsertaan DPD dalam membahas RUU adalah sah dan memiliki dasar legalitas berdasarkan UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Keikutsertaan DPD membahas RUU tertentu itu sudah dijamin di dalam Undang-Undang MD3, sebelumnya dalam Undang-Undang Susduk tidak dijamin," kata Laode Ida di Jakarta.

Dalam kaitan dengan fungsi legislasi, kata Laode, sebelumnya DPD tidak ikut dalam pembahasan RUU tertentu. DPD hanya datang menyerahkan pandangannya terhadap RUU tertentu pada awal pembahasan tingkat pertama antara DPR dan pemerintah. Namun dalam UU MD3, DPD sudah lebih maju.

Laode Ida menjelaskan dasar legalitas berbagai aktifitas dan kewenangan DPD RI adalah UUD 1945 dan UU Nomor 27 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3.

"Sekali lagi kian mendekat untuk memenuhi mandat dalam UUD 1945," kata Laode Ida, senator dari Provinsi Sulawesi Tenggara ini.

Meski begitu, Laode mengatakan, salah satu sumber kelemahan DPD terkait fungsi legislasi adalah belum adanya aturan bersama antara DPR dan DPD tentang mekanisme pembahasan legislasi.
"Itu yang belum disepakati, inipun terhambat antara lain kemungkinan karena kesibukan anggota DPR khususnya pemimpin DPR," katanya.

Dia melanjutkan, DPD sebetulnya sudah mengusulkan draf mekanisme bersama pembahasan legislasi kepada DPR sejak awal bulan Maret 2010 lalu. Draf tersebut antara lain berkaitan dengan usulan bagaimana mekanisme pembahasan anggaran, legislasi dan sebagainya.
"Namun DPR belum juga mulai membahasnya sampai saat ini, sehingga terkesan belum ada perkembangan apa-apa," kata Laode.

Pada peringatan HUT DPD ketujuh pada tanggal 1 Oktober 2011, Laode berpandangan DPD sebetulnya sudah bekerja melampaui tugas-tugasnya yang diberikan dalam konstitusi.

Saat ini, anggota DPD melakukan penyerapan aspirasi di daerah sebagai kewajiban konstitusi dan UU. Kemudian menyampaikan aspirasi daerah sebagai bahan untuk diperjuangkan kepada instansi terkait seperti pihak eksekutif di tingkat pusat.

Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin menyatakan, DPD harus bekerja total untuk memperjuangkan amandemen kelima UUD 1945. Menurut Irmanputra Sidin, hidup dan mati DPD saat ini adalah memperjuangkan amandemen kelima UUD 1945. Hal yang penting saat ini adalah masyarakat mesti mengetahui bahwa DPD memperjuangkan amandemen konstitusi. Amandemen konstitusi harus dilihat sebagai upaya penguatan sistem ketatanegaraan dan bukan hanya untuk penguatan lembaga DPD.

"DPD juga harus maksimal lagi untuk menggalang dukungan untuk mewujudkan amandemen UUD 1945 termasuk mulai mendekati kekuatan di DPR dan partai politik," kata Irmanputra Sidin.

Menurut Irman, anggota DPD harus mulai menargetkan bahwa amandemen konstitusi kelima harus terlaksana pada tahun 2012. Sebab pada tahun 2013 tidak ada waktu lagi untuk membahas amandemen UUD 1945 karena kekuatan di parlemen termasuk partai politik sibuk menghadapi kontestasi Pemilu 2014.

"Karena itu mulai tahun 2011 ini, anggota DPD sudah harus menggalang dukungan tanda tangan untuk memperjuangkan amandemen kelima UUD 1945," katanya.

Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengingatkan, anggota DPD tidak boleh santai untuk memperjuangkan program sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi-nya) yang diatur dalam konstitusi. Meskipun kewenangan DPD masih minimalis tetapi diharapkan bisa berperan secara maksimal.
"Dengan demikian, DPD memiliki citra dan kesan positif di mata publik," kata Siti Zuhro.

Redaktur: Ismail Lazarde
Reporter: Antara