Senin, 10 Oktober 2011

RESHUFFLE KABINET: Menteri-Menteri PKS Terancam Digusur


Siti Zuhro, Pengamat Politik
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Senin, 10 Oktober 2011

JAKARTA (Suara Karya): Menteri-menteri dari partai politik koalisi yang sering merongrong kebijakan dan kewibawaan pemerintah sebaiknya digusur dari Kabinet Indonesia Bersatu II dalam reshuffle pada pertengahan Oktober ini.

Begitu juga menteri yang terganggu kesehatannya, tersangkut kasus hukum, dilanda isu perceraian dan dinilai gagal menyelesaikan program dan agenda kerja yang ditetapkan.

Pendapat itu disampaikan pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, pengamat politik Soegeng Sarjadi Syndicated Sukardi Rinakit, Koordinator Netral Institute Djoko Waluyo, dan Sekretaris Jenderal Komite Nasional Masyarakat Indonesia (KNMI) Ugik Kurnadi, yang disampaikan secara terpisah di Jakarta, Minggu (9/10).

Sukardi Rinakit mengatakan, menjelang reshuffle kali ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendaknya tidak terlalu kalkulatif dengan partai. Sebab, sebagai pemimpin dalam sistem pemerintahan presidensial, reshuffle ini sepenuhnya milik SBY sebagai presiden.

SBY, kata Sukardi, tidak perlu juga membuat fakta integritas baru, baik dengan partai-partai yang tergabung dalam koalisi maupun dengan menteri baru. Yang diperlukan SBY menjelang reshuffle ini adalah bagaimana SBY menunjukkan target yang harus dicapai pada akhir masa jabatannya. Dan target itu harus menjadi legacy yang monumental, strategis, dan berbobot.

"Silakan saja pilih siapa yang dianggap mumpuni untuk mewujudkan program-program SBY ke depan. Tapi kalau melihat langkah SBY yang ingin tenang menjelang reshuffle dan sampai saat ini belum ada kabar pertemuan dengan Wakil Presiden Boediono, saya menduga, menteri yang terkena reshuffle adalah menteri-menteri yang berasal dari Partai Demokrat dan profesional," kata Sukardi.

Sebaliknya, menurut Sukardi, menteri-menteri dari partai kemungkinan besar malah akan aman dari reshuffle, kecuali PKS. Karena, menurut dia, politikus PKS dinilai sering merongrong pemerintah.

Djoko Waluyo juga sependapat, menteri-menteri dari PKS yang terancam digusur akibat ulah partainya yang rajin menyudutkan pemerintah yakni Menkominfo Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, dan Menristek Suharna Surapranata.

Untuk kategori sakit, yang paling mungkin digeser adalah Meneg BUMN Mustafa Abu Bakar. Sedangkan di daftar menteri yang tersangkut kasus hukum, nama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar (PKB) dan Menpora Andi Mallarangeng (Partai Demokrat), paling mencolok.

Menteri ESDM Darwin Saleh (Partai Demokrat), Menteri Perhubungan Freddy Numberi (Partai Demokrat), Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar (PAN) masuk daftar menteri yang tidak mampu menjalankan agenda-agenda penting sesuai instruksi Presiden SBY.

Dia menyebutkan, Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa masuk di dalam kategori layak digeser akibat skandal ranah privat. Perkembangan berita gugatan cerai yang dilayangkan istrinya sempat jadi atensi Presiden SBY.

Secara terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga mengatakan, Presiden SBY pada akhir pekan ini telah merampungkan simulasi nama-nama calon menteri dalam rangka reshuffle kabinet, meski nama-nama itu masih akan dipilih beberapa di antaranya untuk menempati posisi menteri yang tepat.

Daniel menjelaskan, penyelesaian simulasi nama-nama tersebut hampir bersamaan dengan pengarahan Presiden kepada jajaran staf khusus yang berlangsung Sabtu (8/10).

Sepanjang akhir pekan ini, sejak Jumat hingga Minggu (9/10), Presiden SBY lebih banyak berada di kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor, antara lain bersama Wapres Boediono dan sejumlah menteri berdiskusi mengenai rencana reshuffle kabinet.

Sementara itu, Ugik Kurnadi menengarai, ada indikasi menteri dari PKS disetir partainya. Hal ini, katanya, menghambat capaian-capaian program Presiden selaku pemegang mandat rakyat untuk memimpin bangsa selama lima tahun. Sebagai contoh, kata dia, adanya pernyataan-pernyataan dari beberapa petinggi PKS.

Menteri yang disetir parpolnya, menurut dia, itu lebih baik diganti. Menteri seperti itu nantinya malah jadi alat bargaining, lantas partainya ikut memerintah, tetapi seenaknya menilai Presiden.

Partai yang sudah sepakat ikut "memerintah", kata Ugik, harus loyal kepada Presiden, jangan berdalih ada kontrak politik lantas merasa berhak. Karena, hak itu mesti sepadan dengan kewajiban, yaitu menyukseskan program Presiden SBY, seperti pemberantasan korupsi. "Pemilu sudah selesai, menteri-menteri mutlak menjalankan garis kebijakan Presiden, kalau tidak sanggup lebih baik mundur," ujarnya.

Menurut dia, SBY diminta tidak perlu mendengarkan suara pihak lain, termasuk dari anggota koalisi partai politik pendukung SBY-Boediono dalam melakukan perombakan atau reshuffle KIB II. Pasalnya, reshuffle kabinet itu benar-benar merupakan hak prerogatif Presiden, dan Presiden sendiri yang lebih tahu perlu-tidaknya merombak kabinetnya.

"Presiden SBY melakukan perombakan kabinetnya berdasarkan kinerja para menteri-menterinya selama dua tahun ini, itu sudah cukup menjadi pertimbangan untuk merombak kabinetnya," kata Ugik.

Menurut dia, masih ada waktu tiga tahun untuk Presiden SBY menguatkan kapasitas pemerintahannya. Kesan Presiden SBY lambat dan ragu bertindak seperti yang dilontarkan beberapa kalangan selama ini sebenarnya timbul karena tidak maksimalnya para menteri pembantu-pembantunya serta adanya ketidakkompakan sebagian menteri.

"Akibatnya, semua masalah menumpuk di pundak SBY," kata Ugik. Karena itu, pihaknya berharap, Presiden SBY bisa me- reshuffle kabinetnya dengan menempatkan figur yang tepat dan profesional di bidangnya.

Sementara itu, Siti Zuhro menilai, manuver politik yang diduga dilakukan beberapa wakil menteri dalam hari-hari menjelang reshuffle kabinet saat ini sangat tidak pantas dilakukan. "Tentu sangat tidak etis, tidak bermoral, kebablasan, serta blunder. Ini harus ditegur," ujar Zuhro.

Dalam formasi KIB II, beberapa kementerian yang memiliki pos wakil menteri (wamen), di antaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian PU, dan Kementerian Pendidikan Nasional. Para wakil menteri yang berasal dari birokrasi itu umumnya diberikan tugas pokok dan fungsi administratif secara internal.

Siti Zuhro melihat dugaan atas manuver politik dua wakil menteri yang menterinya disebut-sebut akan terkena reshuffle, yang jelas menambah kekisruhan politik, karena para wakil menteri bersangkutan itu harus menyadari, bahwa reshuffle kabinet bukanlah ajang kontestasi pemilu. (Feber S/Kartoyo DS/Joko S/Ant/Rully)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar