Rabu, 05 Oktober 2011

Kembali ke zaman reformasi...?

Oleh John Andhi Oktaveri

JAKARTA: Kalau kondisi ekonomi terus memburuk, Indonesia bisa kembali ke era reformasi 1998 menyusul memuncaknya ketidakpercayaan publik yang disusul oleh ego sektoral dan lumpuhnya lembaga negara.

Analisis itu dikemukakan oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, seusai berbicara pada diskusi bertema Tujuh tahun DPD dan nasib daerah di tengah maraknya korupsi di Gedung DPD, Rabu 5 Oktober. Turut menjadi pembicara dalam diskusi itu Wakil Ketua DPD La Ode Ida, Anggota DPD Instiawati Ayus dan budayawan Ridwan Saidi.

Menurut Siti, ketidakpercayaan antarpemimpin, antarlembaga negara maupun antarelite politik saat ini sudah memasuki masa kritis. Kondisi itu terlihat dari mudahnya satu pimpinan lembaga negara melemparkan pernyataan sarkastis yang menunjukkan ketidakpercayaan pada pimpinan lembaga lainnya.

Siti merujuk pada saling lempar penyataan yang menggambarkan distrust antara pimpinan DPR, pimpinan DPD, dan pimpinan KPK serta elite politik lainnya. Begitu juga dengan antara kepala daerah lainnya yang terlihat tidak ada saling percaya.

"Ketika distrust bergerak antara masyarakat memasuki ranah insitusi, mental pragmatis oportunis pada level puncak, yang terjadi adalah kelumpuhan kelembagaan. Ditambah kondisi ekonomi yang menurun, ini kita bisa kembali seperti era reformasi 1998," ujar Siti menegaskan.

Selain kondisi tersebut, Siti juga melihat ego sektoral yang membuat antarinstansi pemerintahan di daerah tidak bisa berkoordinasi kendati telah dibelakukan sistem Otonomi Daerah.

Menurut Siti, munculnya berbagai persoalan tersebut juga disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah dalam merspons perubahan sosial (social
change) selama ini.

Menurut dia, jangankan menghadapi perubahan yang dahsyat, untuk merspon perubahan sosial yang liner saja pemerintah tidak mampu.

Pada sisi lain Situ juga menegaskan pentingnya kepemimpinan Presiden SBY yang kuat yang didukung oleh kinerja pemerintahan yang baik. Selain itu juga diperlukan reformasi kelembagaan dan dasar penilaian atas kinerja para menteri yang jelas, bukan hanya sekedar melakukan reshuffle.

"Melakukan reshuffle itu hanya salah satu perbaikan kinerja pemerintahan, namun reformasi kelembagaan jauh lebih penting," ujarnya. (ea)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar