Sabtu, 27 Oktober 2007

LIPI: 85 Persen Gagal

Daerah Hasil Pemekaran Bisa Dibatalkan



JAKARTA, BANGKA POS - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melansir 85 persen daerah kabupaten/kota dan provinsi hasil pemekaran di Indonesia gagal. Maka ada usulan pemekaran dihentikan dan menggabung daerah hasil pemekaran yang gagal kembali ke daerah induk.
“Daerah kabupaten/kota dan provinsi yang dimekarkan sebanyak 173. Dan yang dilakukan kajian 98 dan diperoleh data 76 di antaranya bermasalah. Ini artinya sekitar 85 persen di antaranya hasil pemekaran gagal,” kata Peneliti Senior LIPI Siti Zuhro dalam diskusi mingguan di DPD RI, Jakarta, Jumat (26/10).

Menurut Zuhro, kajian tersebut diambil dari kesimpulan sejumlah lembaga yang memantau pemekaran seperti departemen keuangan, departemen dalam negeri, ADB (Asian Development Bank), dan UNDP (United Nation Development Program).

“Dilakukan skoring terhadap daerah hasil pemekaran dan hasilnya seperti itu. Ternyata mayoritas lembaga yang melakukan kajian soal pemekaran daerah hasilnya nyaris serupa, hasil pemekaran gagal,” jelasnya.

Ada beberapa alasan kegagalan daerah yang dimekarkan. Zuhro menyebut beberapa sejumlah masalah di antaranya sistem pelayanan publik yang belum memuaskan, sistem keuangan yang tidak baik, money politic (politik uang), dan sistem kinerja eksekutif-legislatif yang tidak padu. “Studi kelayakan kadang diabaikan dalam pemekaran daerah dan lebih diutamakan money politic,” kata dia.

Untuk itu, kata Siti Zuhro, muncul ide untuk menggabungkan kembali daerah hasil pemekaran ke dalam daerah induk. “Meski itu adalah isu sensitif karena jelas akan ada penolakan dari daerah hasil pemekaran. Tapi apa mau dipaksakan kalau daerah pemekaran ternyata gagal. Dan penggabungan itu diatur oleh undang-undang (UU) kendati hanya tersirat,” imbuhnya.

Kendati Zuhro mengatakan tidak semua daerah pemekaran gagal, namun perlunya menghentikan pemekaran untuk sementara waktu harus direalisasikan. “Usulan kami sebelum dilakukan pemekaran maka dilakukan daerah persiapan pemekaran dulu. Lima tahun waktu diperlukan untuk memantau daerah persiapan ini. Dari situ kita bisa melihat apakah daerah tersebut bisa dimekarkan atau tidak. Tidak seperti sekarang, ada euforia pemekaran dan akhirnya banyak yang gagal karena belum siap untuk dimekarkan,” jelas Zuhro.


Harus Bertanggung Jawab



Di tempat yang sama, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ichsan Loulembah mengatakan, pemerintah pusat harusnya ikut bertanggung jawab di balik gagalnya sejumlah daerah pemekaran.
“Jangan pemerintah daerah terus yang disalahkan. Pemekaran kan keputusan pusat juga. Ada DPR dan pemerintah yang sepakati,” kata Ichsan.

Anggota DPD dari Sulawesi Tenggara ini menilai data soal 85 persen daerah hasil pemekaran gagal yang dipaparkan Siti Zuhro masih sumir. “Saya kira perlu pembuktian dan data yang akurat,” kata dia.

Menurut dia kalau daerah hasil pemekaran dikatakan gagal apa ada jaminan daerah induk berhasil lalu harus jadi panutan oleh daerah hasil pemekaran. “Saya kira kalau dikatakan ada kegagalan itu kan imbas dari pusat juga,” tegasnya.

Jadi, lanjut Ichsan, tidak ada alasan bagi pemerintah pusat untuk menghentikan pemekaran daerah. “Karena ini kan aspirasi daerah. Kami akan mendukung sejauh itu untuk kepentingan masyarakat,” ujar Ichsan. (Persda Network/aco)