Selasa, 11 Oktober 2011

Wakil Menteri Jangan Ikut Bermanuver

ANALIS politik dari LIPI R Siti Zuhro, menilai dugaan manuver politik oknum wakil menteri dalam hari-hari menjelang reshuffle kabinet ini sangat tidak pantas dilakukan. “Tentu sangat tidak etis, tidak bermoral, kebablasan serta blunder. Ini harus ditegur,” tandas Zuhro, Minggu (9/10).

Dalam formasi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, beberapa kementerian yang memiliki pos wakil menteri (wamen), di antaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian PU dan Kementerian Pendidikan Nasional. Para wakil menteri yang berasal dari birokrasi, umumnya diberikan tugas pokok dan fungsi administratif secara internal. Dugaan atas manuver politik dua wakil menteri yang menterinya disebut-sebut kena reshuffle, jelas menambah kekisruhan politik, karena para wakil menteri bersangkutan harus menyadari, reshuffle kabinet bukanlah ajang kontestasi pemilu.

Semestinya, Presiden SBY tidak memberi ruang pada aparatur negara, melakukan tawarmenawar serta kompetisi politik dengan menterinya. “Realitas politik semacam ini bukan saja tidak kondusif, tetapi justru menghilangkan harapan kita pada tercapainya agenda reformasi birokrasi,” ujar Zuhro. Menurut dia, para wakil menteri sebagai birokrat, seharusnya taat pada kebijakan pemerintah yang ditempuh melalui keputusan politik bersama parlemen (DPR), guna menciptakan birokrasi yang transparan, memiliki akuntabilitas publik dan partisipatif. Domain politik praktis bukanlah wilayah wakil menteri, tetapi peran dan komitmen mereka sangat dibutuhkan untuk menjaga politik tidak memasuki ranah organisasi administrasi pemerintahan.

Memang, makna hak prerogatif presiden dalam memilih menteri untuk duduk di kabinet melalui reshuffle menjadi berkurang, akibat ketidakpastian politik dari Presiden SBY. Ini tentu berdampak sangat negatif dan membuka ruang berbagai kepentingan, mulai dari pebisnis, politik, hingga kalangan birokrasi untuk melakukan transaksi politik. “Seharusnya Presiden SBY memberikan sanksi administratif terhadap wakil menteri dari birokrat atas pelanggaran etika birokrasi. Aparatur sipil harus memegang prinsip netralitas. Memang ke depan, kita harus memiliki aturan terhadap etika birokrasi atau bill of government ethic,” pungkas Zuhro. (dms)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar