Jumat, 20 Desember 2013

Atut jadi tersangka, pencapresan Ical terancam terseok-seok

Reporter : Muhammad Sholeh | Jumat, 20 Desember 2013 14:22
Atut jadi tersangka, pencapresan Ical terancam terseok-seok
Pidato Ical. merdeka.com


Merdeka.com -
Partai Golkar telah mendeklarasikan diri untuk mengusung Aburizal Bakrie atau Ical sebagai capres 2014. Pencapresan Ical diprediksi bakal terseok-seok lantaran Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK .

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro berpendapat, Banten merupakan salah satu lumbung suara Partai Golkar . Dengan ditetapkannya Atut sebagai tersangka, mau disadari atau tidak amat berimbas pada citra partai berlambang beringin itu. Apalagi, ke depannya pemberitaan Atut di media akan semakin gencar memasuki tahap-tahap persidangan.

"Iya, berpengaruh terhadap langkah pencapresan Pak Ical (terhambat). Wilayah domestik Partai Golkar akan terganggu. Yang seperti ini, Banten salah satu lumbungnya Golkar, tentu akan mengganggu konsentrasi Golkar dalam memuluskan Pak Ical sebagai capres 2014. Ada citra yang tidak bagus, secara nasional pasti akan terganggu," kata Zuhro saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Jumat (20/12).

Menurut Zuhro, seharusnya Partai Golkar telah mempersiapkan strategi persaingan dengan PDI Perjuangan untuk merebut suara pada pemilu 2014 mendatang. Namun, lantaran Atut yang merupakan salah satu pentolan Partai Golkar dan memiliki pengaruh yang kuat di wilayah Banten telah dijadikan tersangka KPK , maka akan menjadi beban.

"Memang akan mempengaruhi semacam kesiapan dan konsentrasi Golkar, padahal Golkar sudah ada form pada pemilu 2014 untuk merebut pemilih dan head to head dengan PDIP sebagai partai besar. Kalau Demokrat kan sudah jauh terperosok," jelas Zuhro.

"Sehingga obsesi Partai Golkar untuk memenangkan pemilu 2014 menjadi tidak mudah, apalagi tahun 2009 Partai Golkar sudah kalah telak di Pileg dan Pilpres. Realitasnya sekarang elit dan kader Partai Golkar terjerat kasus hukum. Bahkan mantan ketua MK juga merupakan kader Partai Golkar , kepala daerah yang dari Golkar juga keserimpet kasus hukum," lanjutnya.

Selain itu, kata Zuhro, pasca ditetapkannya Atut sebagai tersangka berdampak pada partai baru dan partai kecil karena bakal meraup untung perolehan suara pada pemilu 2014. Seperti Partai NasDem, Partai Hanura, Partai Gerindra, PBB dan PKPI, tentu akan mendapatkan tambahan pemilih.

"Karena mereka dianggap publik sebagai partai baru, tidak melakukan korupsi, dan partainya dianggap manis. Tak menutup kemungkinan konstituen Partai Golkar kecewa, terus mau lari ke mana,masak ke Golkar," tegas Zuhro.

Kecuali PKS, partai yang memiliki ideologi Islam juga berpeluang besar menarik simpati warga Banten pada pemilu 2014. Yakni seperti PKB, PPP dan PAN. Terlebih, secara historis bahwa Banten dikenal sebagai daerah yang sosok jawara dan kiai memiliki pengaruh yang teramat kuat.

"Afiliasi pemilih akan berpindah sesuai ideologinya, yang NU yang dulunya Golkar akan pindah ke PKB atau PPP. Kemudian Muhammadiyah akan beralih ke PAN. Kalau PKS gak diuntungkan saya rasa, karena mantan presidennya juga tersandung kasus hukum, ini masalahnya," tutupnya.
[did]

Kamis, 28 November 2013

PEMILU 2014: Berantas Calo Suara

JAKARTA (Suara Karya): Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro menilai pembangunan institusi partai politik yang rendah memberi ruang gerak calo suara pada pemilihan umum di Tanah Air.
"Ini harus diberantas. Mengapa jasa calo suara muncul? Mengapa calon-calon anggota legislatif menggunakan jasa calo suara tersebut? Hal ini tak lepas dari rendahnya pembangunan institusi partai politik (parpol), ketidakmampuannya dalam mengeliminasi kecenderungan karakter mental menerobos," katanya di Jakarta, Rabu (27/11). Padahal, tutur pakar yang akrab disapa Wiwieq ini, mental itulah yang menyuburkan politikus-politikus karbitan dan para anggota dewan level pemula.
Asumsi bahwa suara rakyat miskin bisa dibeli dalam pemilu, menurut pengamat politik dari LIPI itu, membuat para politikus, khususnya yang malas dan hanya mengandalkan tenar dan atau yang punya uang senang menempuh cara tersebut. "Idealnya institusi parpol membangun kualitas sistem pengkaderan untuk menghasilkan kader-kader dan politikus-politikus yang andal yang bisa disiapkan sebagai calon pemimpin unggulan," kata Prof Wiwieq.
Namun, lanjut alumnus Curtin University, Perth, Australia itu, realitasnya parpol senantiasa dihadapkan pada ketidak cukupan waktu dalam merekrut dan mempersiapkan kader.
Parpol, menurut Wiwieq, bahkan lebih tertarik mengurus hal-hal yang terkait langsung dengan kepentingan dan kekuasaan, seperti pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik tingkat provinsi maupun kota/kabupaten, yang total lebih dari 1.000 pilkada.
Siti Zuhro juga menyatakan bahwa Indonesia perlu menata ulang sistem pemilu. "Perlu tata ulang Pemilu dengan cara membuat Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal," ujar Siti.
Dia menjelaskan, bahwa untuk pemilu nasional, baik pemilu presiden mau pun pemilu legislatif, dapat dilakukan secara bersamaan, selain efisien dia menilai pemilu yang diadakan secara bersamaan ini masih memiliki nuansa Presidensial. Selain itu, pemilu nasional yang diadakan serentak juga mampu merealisasikan perampingan partai sehingga politik transaksional juga dapat dicegah.
Siti mengatakan, bila Pemilu Legislatif diselenggarakan lebih dulu, maka risiko politik transaksional akan semakin besar karena partai politik akan sibuk untuk membentuk koalisi. "Sementara koalisi yang dibentuk itu sumbu pendek, berdasarkan pragmatis, oportunistis, dan transaksional, lantas yang terjadi kemudian adalah bagi-bagi kekuasaan," katanya.
Siti juga mengungkapkan, bila politik transaksional masih terjadi pada Pemilu 2014, maka upaya untuk membuat reformasi birokrasi Indonesia tidak akan terwujud.

Siti kemudian menambahkan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menata ulang Pemilu adalah dengan perampingan partai. "Siapa pun bisa mendirikan partai tapi belum tentu bisa ikut Pemilu," kata Siti. (Kartoyo DS/Ant/Feber S)

Jumat, 15 November 2013

Siti Zuhro: pemekaran daerah jadi komoditas politik

Oleh Yuni Arisandy 

Jakarta (Antara Jogja) - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro berpendapat pemekaran daerah masih sering dijadikan komoditas politik menjelang pemilihan umum oleh para elite dan politisi.

"Setiap menjelang pemilu pasti ada banyak pengajuan pemekaran daerah yang dijadikan sebagai komoditas politik untuk pemilu, dan hal itu sudah terjadi berulang kali. Pemekaran daerah itu seringkali dijadikan komoditas politik yang semua kepentingannya berumur pendek," kata Siti di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, penggunaan pemekaran daerah sebagai "alat" pendekatan politik para politisi kepada masyarakat sudah sering terjadi dari pemilu ke pemilu. 
   
"Ini kan kejadian yang 'copy paste' dari pemilu ke pemilu. Jadi, hal ini akibat kebebalan dari para elite dan politisi kita. Jadi, mereka tidak benar-benar bertujuan melakukan pemekaran daerah dengan alasan yang memang mengikuti kriteria yang ideal," ujarnya.

Siti menilai hal itu sebagai perilaku kebijakan dari pola tingkah negatif para elite dan politisi yang dilakukan tanpa mempertimbangkan nasib daerah yang dimekarkan.

"Ternyata dalam melakukan pemekaran daerah itu mereka kan tidak mengikuti kriteria yang benar. Hanya sekadar punya 'amunisi' politik untuk pemilu," katanya.

"Mereka hanya menyampaikan pada masyarakat bahwa mereka akan merepresentasikan masyarakat dengan cara pemekaran. Mereka bilang 'saya mekarkan daerah ini kalau anda memenangkan saya'," ungkapnya.

Siti menilai tindakan tersebut sebagai suatu hal yang blunder karena tidak ada program yang jelas dalam upaya pemekaran suatu daerah.

Selain itu, kata dia, hal tersebut juga dipandang sebagai "barter" yang ke depannya cenderung merugikan masyarakat.

Ia menyebutkan berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, beberapa daerah yang dimekarkan justru mengalami masalah.

Oleh karena itu, menurut dia, di masa depan justru diperlukan semangat untuk penggabungan otonomi daerah, khususnya untuk wilayah kabupaten.

"Ke depannya, menurut saya, yang harus digalakan adalah semangat penggabungan, bukan pemekaran, terutama untuk kabupaten. Karena yang banyak dimekarkan itu adalah wilayah kabupaten," katanya.

Siti juga menyarankan pemerintah untuk bersikap tegas dalam menyampaikan kepada Komisi II DPR agar tetap membahas masalah pemekaran daerah-daerah dengan mempertimbangkan secara seksama keuntungan dan kerugian yang diperoleh dari pemekaran suatu daerah.

"Sejauh ini, saya melihat publik menangkap tidak adanya konsistensi dan komitmen dari pemerintah untuk menata daerah dengan baik," ujarnya.

(Y012)
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © 2014

Indonesia dilanda bencana korupsi

Jumat, 15 November 2013 15:41 WIB | 2001 Views

Semarang (ANTARA News) - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia R. Siti Zuhro menilai korupsi di Indonesia sudah melampaui batas karena sudah melanda lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

"Bisa dikatakan bangsa ini dilanda bencana korupsi, terbukti sejumlah oknum aparat di tiga lembaga kekuasaan tersebut melakukan korupsi," kata Siti Zuhro kepada Antara di Semarang, Jumat.

Peneliti senior LIPI ini mengemukakan, karena koruptor telah melanggar hukum dan merugikan uang negara, maka wajar dikenai sanksi hukum seperti hukuman kurungan, dan mengembalikan dana yang dicurinya.

"Bisa juga dengan menyita harta benda koruptor yang dicurigai sebagai hasil curian," ucapnya.

Menurut dia, sudah saatnya koruptor mendapat efek jera dengan mempermalukannya di depan publik, baik melalui media cetak maupun media elektronik bahwa korupsi itu bahaya laten yang daya rusaknya sangat dahsyat, kejahatan nyata, dan menyengsarakan rakyat.

"Dengan cara itu akan memberikan efek psikologis kepada si koruptor dan para calon koruptor," katanya.

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2013

Selasa, 05 November 2013

Siti Zuhro: Pemekaran tidak Perlu Lagi


MI/Mohamad Irfan/fz
Metrotvnews.com, Jakarta: 65 Daerah Otonom Baru (DOB) yang telah disetujui oleh DPR beberapa waktu lalu dalam sidang paripurna semestinya tidak perlu di lakukan untuk saat ini.

Hal demikian dikatakan oleh pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro saat dihubungi oleh Media Indonesia , Selasa (5/11).

"Semestinya pemekaran daerah tidak perlu dilakukan. Kondisi politik yang mulai memanas menjelang pemilu legislatif 2014 ", kata Siti.

Oleh karena itu lanjut Siti, implikasi jangka panjang pemekaran harusnya lebih menjadi landasan penting bagi pembuat UU ketimbang hanya menghitung untung jangka pendeknya.

Siti melanjutkan, usulan 65 RUU seharusnya ditunda sampai paket UU otonomi daerah (RUU pilkada, Revisi UU 32/2004 dan RUU Desa) selesai.
"Lebih bagus lagi bila usulan RUU 65 DOB dibahas setelah pilpres 2014 untuk menghindari kemungkinan distorsi pemekaran yang senantiaasa muncul menjelang Pemilu", pungkas Siti.

Senada dengan Siti Zuhro, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng seharusnya DPR lebih menuntaskan UU tentang otonomi daerah, seperti RUU Pilkada, dan RUU Desa.

Pemerintah dan DPR imbuh Robert, seharusnya bisa membuktikan bahwa alternatif pemekaran daerah membuat pembangunan di daerah lebih cepat. "80 persen dari 205 daerah pemekaran gagal dalam menyejahterakan masyarakat," kata Robert.

Saat ini lanjut Robert, pembentukan 65 DOB sangat tidak tepat mengingat akan menjelang pemilu 2014. "Ini bisa bagian barter politik elite - elite di daerah dengan anggota DPR yang akan maju kembali," terang Robert.

Terkait moratorium yang dijalankan pemerintah agar menghentikan pemekaran daerah, Robert menilai moratorium itu telah gagal karena pemerintah tidak konsisten. "Moratorium itu tidak dilandasi konsensus dengan DPR", tukasnya. (Adhi M Daryono)

Editor: Agus Tri Wibowo

Sabtu, 02 November 2013

Siti Zuhro: Capres dari Civil Society Diperlukan

SEMARANG, suaramerdeka.com - Terkait belum dicalonkannya Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), diduga karena elit partai belum mantap untuk mencalonkannya. Selain itu, menurut pengamat politik LIPI Siti Zuhro, parpol memang mempunyai banyak kader. Namun sistem di internal partai tidak memberikan peluang kepada mereka untuk dikompetisikan seperti dalam bentuk konvensi.
Kalaupun ada partai yang melakukan konvensi, lanjutnya, itu pun dilakukan karena kondisi darurat ketimbang sekadar hanya menyaring calon terbaik. Dominasi dan atau otoritas partai ketua umum partai juga menjadi penyebab munculnya calon yang itu-itu lagi.
"Orang baru dalam pemilu presiden bisa muncul bila sebelum deklarasi parpol, kekuatan civil society mampu mengawal pencalonan secara memadai. Dan hal itu dilakukan sambil mempromosikan calon-calon pilihan rakyat," tuturnya.
Dikatakan, pencalonan dari civil society diperlukan agar semua partai mempertimbangkan secara serius aspirasi rakyat. Selain itu, partai tidak lagi mem-fait accompli mereka. "Sebab, semakin kuat dukungan rakyat dalam mempromosikan calon-calonnya, akan semakin besar pula peluang calon/orang baru masuk dalam bursa pilpres," tandasnya.
Zuhro menambahkan, peta koalisi pasca Pemilu Legislatif 2014 bisa jadi sedikit berubah. Sebab, PDIP bisa saja berkoalisi dengan Partai Nasdem, Hanura dan PKPI. "Adapun Partai Golkar dengan Demokrat, PAN, PKS, PKB, PPP, PBB dan Gerindra. Namun, peta ini masih sangat tentatif karena parpol masih saling tunggu hasil pileg. Hal itu sekaligus untuk memastikan siapa berkoalisi dengan siapa," jelasnya.
Dia menambahkan, calon hasil konvensi Demokrat akan cenderung menjadi calon persiapan saja sambil menuggu Pileg 2014. Masalahnya, bila Demokrat tidak mampu memenangkan pileg dan bahkan tak memenuhi kriteria presidential threshold, maka Demokrat tidak dalam posisi memimpin.
"Karena itu, Demokrat yang akan mengikuti aturan main partai yang mengajak koalisi," tegasnya.
Terpisah, politikus PDIP Ganjar Pranowo mengatakan, rakyat sudah sadar pada kualitas calon pemimpinnya. "Selain itu, rakyat punya selera, pandangan dan bisa memilih siapa yang dimauinya. Hal itu terbukti dari banyak praktek pemilihan kepala daerah, dimana rakyat memiliki antusiasme baru," tukasnya.
( Saktia Andri Susilo / CN38 / SMNetwork )

Selasa, 22 Oktober 2013

Siti Zuhro minta demokrasi jangan berhenti

M. Satibi

Siti Zuhro minta demokrasi jangan berhenti
Pengamat Politik LIPI Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA
Sindonews.com - Pengamat politik LIPI Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA minta kepada pemerintah dan masyarakat, untuk tidak berhenti dalam berdemokrasi. Karena, dengan berdemokrasi maka kebebasan tidak terbelenggu.

"Jika partai politik atau organisasi masyarakat yang sakit, mari kita perbaiki bersama. Jangan demokrasinya yang berhenti apalagi sampai mundur," kata Siti Zuhro kepada Sindonews, Senin, 21 Oktober 2013.

Menurut doktor bidang ilmu politik yang juga aktif di The Habibie Center ini, perjalanan berdemokrasi itu seperti learning by doing, menjalani demokrasi sambil belajar berdemokrasi.

"Jika diibaratkan untuk mencapai puncak bukit, pasti menemukan jalan berlubang, batu besar yang menghalangi dan berkelok. Semuanya dilalui, tapi tetap naik menuju puncak bukti. Begitu juga dengan belajar demokrasi," ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, keinginan Partai Demokrat untuk membubarkan organisasi masyarakat (Ormas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), rupanya mendapatkan beragam komentar.

Menurut pengamat politik LIPI Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA, demokrasi memberikan kebebasan berserikat dan berpendapat. Dalam konteks berserikat, adalah bebas mendirikan partai politik (parpol) dan ormas.

Klik di sini untuk berita terkait.


(stb)

Sabtu, 19 Oktober 2013

Forum Legislasi: Demokrasi dan Politik Dinasti

Forum Legislasi: Demokrasi dan Politik Dinasti (8)
Oleh : Gunarto


(news) :
Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa dalam diskusi ‘Demokrasi dan Politik Dinasti’ bersama pengamat politik LIPI Siti Zuhro, dan Wali Kota Ternate, Burhanuddin di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (17/10) menyatakan, penyebab masih terjadinya korupsi dan politik dinasti, karena partai memerlukan biaya besar. Kalau masalah ini belum teratasi, maka sampai kapan pun masalah bangsa ini tak akan pernah beres. Akibat kondisi demikian ini, juga sulit melahirkan pemimpin yang amanah, berintegritas, berkualitas, dan kompeten.

Jumat, 20 September 2013

Kisah Poros Tengah

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Mahfud MD mengunjungi redaksi Kompas.com di Jakarta, Kamis (19/9/2013). Dalam kunjungan tersebut, Mahfud memaparkan gagasan kebangsaannya terkait dukungan untuk mencalonkan diri menjadi calon presiden pada pemilu 2014.

JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana koalisi partai Islam menjelang Pemilu 2014, sering disebut Poros Tengah Jilid II, kembali mengemuka sejak beberapa waktu lalu. Ini bermula saat pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengungkapkan bahwa saat ini merupakan peluang terbaik bagi partai-partai Islam untuk berkoalisi mengusung seorang calon presiden. 

"Mungkin partai Islam tidak punya sejarah untuk berkoalisi dan menyodorkan satu calon. Ini saatnya, kalau ini terjadi, luar biasa sekali," kata Siti Zuhro, dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2013).

Salah satu nama yang dimunculkan berpotensi sebagai kandidat capres yang diusung koalisi partai-partai Islam adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, Bachtiar Ali, mengatakan, langkah Mahfud MD menolak ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat seharusnya bisa menjadi pertimbangan partai-partai Islam untuk berkoalisi mengusungnya menjadi calon presiden. Menurutnya, hal ini bisa menguntungkan keduanya, baik koalisi partai maupun Mahfud.

"Saya kira dengan melakukan sosialisasi intens, itu caranya, tidak ada alternatif lain, kecuali melalui koalisi partai Islam karena Pak Mahfud batal ikut konvensi," kata Bachtiar.

Menurut Bachtiar, Mahfud pantas diusung menjadi calon presiden oleh semua partai Islam karena mengerti permasalahan Indonesia, memiliki solusi yang bertumpu pada penegakan hukum, dan berintegritas. Mahfud dinilai lebih menjanjikan karena memiliki basis politik di PKB dan basis sosial di Nahdlatul Ulama.

Dalam perhitungannya, bila partai-partai Islam berkoalisi, perolehan suaranya mencapai lebih dari 20 persen suara nasional. Namun, Bachtiar mengakui, koalisi partai Islam tak mudah dilakukan karena belum pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Poros Tengah Jilid II

Saat berkunjung ke Redaksi Kompas.com, Kamis (19/9/2013), Mahfud MD mengaku tak terlalu sepakat dengan penyebutan koalisi partai-partai Islam alias Poros Tengah. Menurutnya, koalisi partai Islam sebenarnya sudah tidak lagi relevan melihat perkembangan situasi politik Tanah Air saat ini.

"Agak sulit mengatakan koalisi partai Islam. Islam dalam hal apanya? Apakah identitas ideologi yang membedakan? Menurut saya, identitas atau sekat ideologi itu tidak ada lagi seiring perkembangan politik yang baik. Sekarang, ada partai religius-nasionalis, nasionalis-religius. Apakah partai yang religiusnya di depan itu yang disebut partai Islam?" paparnya.

Kemudian, ia mencontohkan, di Papua, PKS berkoalisi dengan partai Katolik, Partai Katolik Demokrat Indonesia.

"PDI-P yang berbenturan dengan Demokrat di pusat, di daerah bisa berkoalisi. Demikian juga dengan PKB. Artinya, ini suatu perkembangan politik yang sangat bagus dan tidak disadari banyak orang terjadi dengan sendirinya. Bersatu dan kemudian sekat ideologis itu hilang," ungkap Mahfud.

Terkait komunikasi antarpartai Islam, Mahfud mengungkapkan, pertemuan partai politik dan ormas Islam berlangsung setiap dua minggu sekali sejak awal 2013. Namun, tak hanya para politisi dan tokoh dari ormas Islam, forum ini juga diikuti oleh politisi Partai Golkar Priyo Budi Santoso.

"Sebenarnya, ini sudah ada dari sejak awal 2013, sudah ada pertemuan-pertemuan itu. Tapi, memang tidak ada istilah Poros Tengah, pengamat yang kemudian menamakan ini. Tokohnya tidak hanya tokoh parpol Islam, tetapi juga Priyo Budi dari Golkar juga hadir," ujar Mahfud.

Mahfud mengatakan, forum ini awalnya dimotori oleh Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais dan tokoh kiai dari Partai Kebangkitan Bangsa Nur Muhammad Iskandar. Selain kedua tokoh itu, forum, kata Mahfud, juga dihadiri oleh Viva Yoga Mauladi (PAN), Kiflan Zein (PPP), Amidhan (MUI), Saleh Daud (Nahdlatul Ulama), dan perwakilan dari KAHMI.

"Jadi, ini forum lintas ormas dan parpol Islam. Waktu itu memang gagasannya bagaimana organisasi Islam bersatu dan mengajukan calonnya, itu gagasannya. Diskusi pun dilakukan terkait kriteria kepemimpinan ke depan dan selalu dipimpin Amien Rais," ungkap Mahfud.

"Mentok" saat bicara nama

Dalam perjalanannya, kata Mahfud, niat awal forum itu untuk memunculkan satu nama yang bisa diusung partai politik dan ormas Islam berjalan tak mulus. Menurutnya, kekikukan terjadi ketika diskusi membahas nama-nama yang dianggap layak sebagai capres. 

"Jadi, ketika sudah bicara nama, sudah mulai agak kikuk karena setiap orang di sana sudah ada jagoannya," kata Mahfud.

Setelah itu, diskusi tak lagi membahas soal pencapresan. Tetapi, fokus membahas masalah bangsa. Ia mencontohkan, kasus-kasus Migas, Papua, dan Aceh juga turut didiskusikan dalam forum tersebut.

"Isu pencapresan ini pun akhirnya menjadi cair, lalu kemudian saya menyatakan tak ikut Konvensi Partai Demokrat," ujar Mahfud.

Koalisi partai Islam, mungkinkah?

Sebelumnya, sejumlah partai Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Keadilan Sejahtera, serta ormas Muhammadiyah menyambut baik wacana koalisi partai Islam.

Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin bahkan menyerukan seluruh partai Islam untuk bersatu dan merumuskan strategi bersama menghadapi Pemilu 2014. Jika partai Islam "ngotot" maju sendiri-sendiri, partai Islam berpotensi ditinggalkan pendukungnya.

"Saya sudah lama mengusulkan agar partai-partai Islam duduk bersama membangun koalisi strategis. Jangan menonjolkan keakuan yang justru merugikan umat. Dan kalau itu dilakukan, justru tidak mustahil mereka ditinggalkan," ujar Din di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2013).

Ia mengatakan, partai-partai yang memboyong ideologi Islam harus bermusyawarah memutuskan sikap politiknya dan arah dukungannya pada calon presiden (capres) tertentu. Capres tersebut, menurutnya, bisa saja dari partai Islam. Namun, katanya, tidak tertutup kemungkinan partai Islam menjagokan capres yang tidak berlatar belakang partai Islam.

"Terserah mereka. Kalau sudah duduk bersama, bermusyawarah, capres bisa diambil dari partai Islam, bisa dari luar, entah siapa pun," tegas Din.

Sementara itu, anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwaini, mengungkapkan keinginannya agar partai-partai Islam bersatu dan mengusung satu calon presiden pada pemilihan presiden tahun depan. Untuk menentukan tokoh yang diusung, ia mengusulkan agar partai-partai Islam melakukan seleksi bersama untuk mengerucutkan dan memilih tokoh yang mencuat.

Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyambut baik wacana koalisi partai-partai Islam untuk mengusung calon presiden pada Pemilihan Presiden 2014. Menurutnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD merupakan salah satu tokoh yang layak diusung sebagai calon presiden dari koalisi partai Islam.

Dari PPP, anggota Dewan Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani, mengatakan, koalisi partai-partai Islam untuk mengusung seorang calon presiden pada Pemilihan Presiden 2014 harus direalisasikan. Menurutnya, koalisi itu tidak hanya membawa keuntungan politik, tetapi juga sebagai bentuk persatuan partai-partai Islam.

Penulis: Sabrina Asril
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Kamis, 12 September 2013

DIALOG: Anak Emas Konvensi Demokrat



Mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Purnawirawan Pramono Edhie Wibowo merupakan salah satu peserta Konvensi Capres Partai Demokrat. Pramono disebut-sebut sebagai anak emas dalam konvensi tersebut. Benarkah Pramono berpeluang besar untuk memang? Hadir dalam dialog Ketua DPRD Irman Gusman dan pengamat politik LIPI Siti Zuhro.

Official Website: http://beritasatu.tv
Facebook.com/BeritaSatuTV Youtube.com/BeritaSatu @BeritaSatuTV

Minggu, 28 Juli 2013

Siti Zuhro: Pemerintah Harus Tegas Kepada Aceh

POLITIK
Metrotvnews.com, Jakarta: Pemerintah harus mengambil sikap tegas kepada Aceh, dengan melarang segala atribut berbau Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berkibar di Bumi Serambi Mekah. Hal tersebut diungkapkan pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, Sabtu (27/7).

Menurut Siti, otoritas penuh ada pada pemerintah untuk menindak. Jika dibiarkan, dikhawatirkan akan mengganggu kedaualatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Siti juga mengungkapkan, konstitusi menjamin pemerintah untuk menindak tegas jika tidak tercapai sepakat dan Aceh tidak mengubah bendera yang mirip bendera GAM. Perjanjian Helsinski antara Indonesia dan GAM pada Pasal 4 Ayat 2, jelas tidak memperbolehkan Aceh menggunakan lambang atau atribut yang mirip dengan gerakan separatis.

Aceh memang memiliki otonomi khusus. Namun, hal tersebut bukan berarti provinsi di ujung barat Indonesia itu dapat bebas tidak mengikuti peraturan pemerintah pusat.

Pemerintah Aceh berencana akan mengibarkan bendera Aceh pada peringatan delapan tahun kesepakatan damai Indonesia dan GAM pada 15 Agustus mendatang.

Editor: Kesturi Haryunani

Senin, 22 Juli 2013

Pengamat: PAN Untung Jika Usung Hatta-Jokowi

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)   
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari LIPI, Siti Zuhro, Senin (22/7), mengatakan secara logika dan kalkulasi politik, PAN akan lebih untung jika mengusung Hatta-Jokowi dibandingkan Hatta-Prabowo untuk pasangan capres-cawapres. Bila PAN memilih Jokowi, maka akan untung besar.

‎Memang dengan tingkat elektabilitasnya yang tinggi, kata Siti, Jokowi bisa memilih siapa pun sebagai pasangannya jika ingin ikut Pilpres 2014. Namun, apakah mungkin Jokowi seperti kader-kader PDIP lainnya yang menjelang pilkada keluar dan gabung ke partai lain dengan menerima pinangan dicalonkan?

Kalau itu yang terjadi, kata dia, maka pasangan capres-cawapres yang dibangun didasarkan atas individual, bukan intitusional. Tetapi, ujar Siti,  kalau koalisinya didasarkan atas kesepakatan partai, mestinya Jokowi tidak leluasa memilih. Soalnya, partai yang mempunyai otoritas menentukan pasangan.

Bila PDIP memenangkan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014, terang Siti, bisa saja mereka akan mengusung pasangan capres-cawapres dari internalnya sendiri. PDIP bisa mengusung Megawati-Jokowi dalam pilpres.

"Kalau animo masyarakat masih kuat seperti ditunjukkan hasil survei saat ini, maka kemenangan pasangan ini tak terelakkan," terangnya.


Jumat, 03 Mei 2013

Caleg artis dan aktivis muda diskusi Pemilu 2014

Diskusi yang diadakan di kantor KPU ini bertema "Potensi Caleg Artis dan Aktivis Muda di Pemilu 2014".
©2013 Merdeka.com/dwi narwoko

Komisioner KPU Sigit Pamungkas, Artis Caleg dari Partai Hanura David Khalik, Artis Caleg dari Partai Golkar Charles Bonar Sirait, Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro, Artis Caleg dari PPP Ridha Fidyana, Aktivis Caleg dari Partai Demokrat Farhan Effendy dan Aktivis Caleg dari PAN Taufiq Amrullah saat menjadi pembicara diskusi di Komisi Pemilihan umum (KPU) di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Jumat (3/5).

Kamis, 18 April 2013

Quo Vadis Indonesia - Konvensi Di Tengah Badai

Quo Vadis Indonesia adalah dialog kebangsaan yang membahas tema-tema yang sangat aktual yang menyangkut masa depan bangsa ini, dan mengundang tokoh-tokoh yang menguasai topik dialog, baik itu pejabat pemerintahan, politisi, pengusaha, ataupun aktivis LSM. Tidak ada angin atau hujan, tiba-tiba Partai Demokrat mengumumkan untuk mengadakan konvensi mencari calon Presiden dari partai biru ini. Apakah ini merupakan bagian dari politik pencitraan? Topik ini dibahas secara tuntas dan komprehensif bersama narasumber: • Prof. Ahmad Mubarok -- Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat • Akbar Tanjung -- Mantan Ketua Umum Partai Golkar • Prof. R. Siti Zuhro -- Peneliti Utama LIPI • Prof. Tjipta Lesmana -- Pakar Komunikasi Politik UPH Saksikan Quo Vadis Indonesia setiap hari Kamis di TVRI pukul 20.00 WIB