Jumat, 20 September 2013

Kisah Poros Tengah

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Mahfud MD mengunjungi redaksi Kompas.com di Jakarta, Kamis (19/9/2013). Dalam kunjungan tersebut, Mahfud memaparkan gagasan kebangsaannya terkait dukungan untuk mencalonkan diri menjadi calon presiden pada pemilu 2014.

JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana koalisi partai Islam menjelang Pemilu 2014, sering disebut Poros Tengah Jilid II, kembali mengemuka sejak beberapa waktu lalu. Ini bermula saat pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengungkapkan bahwa saat ini merupakan peluang terbaik bagi partai-partai Islam untuk berkoalisi mengusung seorang calon presiden. 

"Mungkin partai Islam tidak punya sejarah untuk berkoalisi dan menyodorkan satu calon. Ini saatnya, kalau ini terjadi, luar biasa sekali," kata Siti Zuhro, dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2013).

Salah satu nama yang dimunculkan berpotensi sebagai kandidat capres yang diusung koalisi partai-partai Islam adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, Bachtiar Ali, mengatakan, langkah Mahfud MD menolak ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat seharusnya bisa menjadi pertimbangan partai-partai Islam untuk berkoalisi mengusungnya menjadi calon presiden. Menurutnya, hal ini bisa menguntungkan keduanya, baik koalisi partai maupun Mahfud.

"Saya kira dengan melakukan sosialisasi intens, itu caranya, tidak ada alternatif lain, kecuali melalui koalisi partai Islam karena Pak Mahfud batal ikut konvensi," kata Bachtiar.

Menurut Bachtiar, Mahfud pantas diusung menjadi calon presiden oleh semua partai Islam karena mengerti permasalahan Indonesia, memiliki solusi yang bertumpu pada penegakan hukum, dan berintegritas. Mahfud dinilai lebih menjanjikan karena memiliki basis politik di PKB dan basis sosial di Nahdlatul Ulama.

Dalam perhitungannya, bila partai-partai Islam berkoalisi, perolehan suaranya mencapai lebih dari 20 persen suara nasional. Namun, Bachtiar mengakui, koalisi partai Islam tak mudah dilakukan karena belum pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Poros Tengah Jilid II

Saat berkunjung ke Redaksi Kompas.com, Kamis (19/9/2013), Mahfud MD mengaku tak terlalu sepakat dengan penyebutan koalisi partai-partai Islam alias Poros Tengah. Menurutnya, koalisi partai Islam sebenarnya sudah tidak lagi relevan melihat perkembangan situasi politik Tanah Air saat ini.

"Agak sulit mengatakan koalisi partai Islam. Islam dalam hal apanya? Apakah identitas ideologi yang membedakan? Menurut saya, identitas atau sekat ideologi itu tidak ada lagi seiring perkembangan politik yang baik. Sekarang, ada partai religius-nasionalis, nasionalis-religius. Apakah partai yang religiusnya di depan itu yang disebut partai Islam?" paparnya.

Kemudian, ia mencontohkan, di Papua, PKS berkoalisi dengan partai Katolik, Partai Katolik Demokrat Indonesia.

"PDI-P yang berbenturan dengan Demokrat di pusat, di daerah bisa berkoalisi. Demikian juga dengan PKB. Artinya, ini suatu perkembangan politik yang sangat bagus dan tidak disadari banyak orang terjadi dengan sendirinya. Bersatu dan kemudian sekat ideologis itu hilang," ungkap Mahfud.

Terkait komunikasi antarpartai Islam, Mahfud mengungkapkan, pertemuan partai politik dan ormas Islam berlangsung setiap dua minggu sekali sejak awal 2013. Namun, tak hanya para politisi dan tokoh dari ormas Islam, forum ini juga diikuti oleh politisi Partai Golkar Priyo Budi Santoso.

"Sebenarnya, ini sudah ada dari sejak awal 2013, sudah ada pertemuan-pertemuan itu. Tapi, memang tidak ada istilah Poros Tengah, pengamat yang kemudian menamakan ini. Tokohnya tidak hanya tokoh parpol Islam, tetapi juga Priyo Budi dari Golkar juga hadir," ujar Mahfud.

Mahfud mengatakan, forum ini awalnya dimotori oleh Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais dan tokoh kiai dari Partai Kebangkitan Bangsa Nur Muhammad Iskandar. Selain kedua tokoh itu, forum, kata Mahfud, juga dihadiri oleh Viva Yoga Mauladi (PAN), Kiflan Zein (PPP), Amidhan (MUI), Saleh Daud (Nahdlatul Ulama), dan perwakilan dari KAHMI.

"Jadi, ini forum lintas ormas dan parpol Islam. Waktu itu memang gagasannya bagaimana organisasi Islam bersatu dan mengajukan calonnya, itu gagasannya. Diskusi pun dilakukan terkait kriteria kepemimpinan ke depan dan selalu dipimpin Amien Rais," ungkap Mahfud.

"Mentok" saat bicara nama

Dalam perjalanannya, kata Mahfud, niat awal forum itu untuk memunculkan satu nama yang bisa diusung partai politik dan ormas Islam berjalan tak mulus. Menurutnya, kekikukan terjadi ketika diskusi membahas nama-nama yang dianggap layak sebagai capres. 

"Jadi, ketika sudah bicara nama, sudah mulai agak kikuk karena setiap orang di sana sudah ada jagoannya," kata Mahfud.

Setelah itu, diskusi tak lagi membahas soal pencapresan. Tetapi, fokus membahas masalah bangsa. Ia mencontohkan, kasus-kasus Migas, Papua, dan Aceh juga turut didiskusikan dalam forum tersebut.

"Isu pencapresan ini pun akhirnya menjadi cair, lalu kemudian saya menyatakan tak ikut Konvensi Partai Demokrat," ujar Mahfud.

Koalisi partai Islam, mungkinkah?

Sebelumnya, sejumlah partai Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Keadilan Sejahtera, serta ormas Muhammadiyah menyambut baik wacana koalisi partai Islam.

Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin bahkan menyerukan seluruh partai Islam untuk bersatu dan merumuskan strategi bersama menghadapi Pemilu 2014. Jika partai Islam "ngotot" maju sendiri-sendiri, partai Islam berpotensi ditinggalkan pendukungnya.

"Saya sudah lama mengusulkan agar partai-partai Islam duduk bersama membangun koalisi strategis. Jangan menonjolkan keakuan yang justru merugikan umat. Dan kalau itu dilakukan, justru tidak mustahil mereka ditinggalkan," ujar Din di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2013).

Ia mengatakan, partai-partai yang memboyong ideologi Islam harus bermusyawarah memutuskan sikap politiknya dan arah dukungannya pada calon presiden (capres) tertentu. Capres tersebut, menurutnya, bisa saja dari partai Islam. Namun, katanya, tidak tertutup kemungkinan partai Islam menjagokan capres yang tidak berlatar belakang partai Islam.

"Terserah mereka. Kalau sudah duduk bersama, bermusyawarah, capres bisa diambil dari partai Islam, bisa dari luar, entah siapa pun," tegas Din.

Sementara itu, anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwaini, mengungkapkan keinginannya agar partai-partai Islam bersatu dan mengusung satu calon presiden pada pemilihan presiden tahun depan. Untuk menentukan tokoh yang diusung, ia mengusulkan agar partai-partai Islam melakukan seleksi bersama untuk mengerucutkan dan memilih tokoh yang mencuat.

Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyambut baik wacana koalisi partai-partai Islam untuk mengusung calon presiden pada Pemilihan Presiden 2014. Menurutnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD merupakan salah satu tokoh yang layak diusung sebagai calon presiden dari koalisi partai Islam.

Dari PPP, anggota Dewan Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani, mengatakan, koalisi partai-partai Islam untuk mengusung seorang calon presiden pada Pemilihan Presiden 2014 harus direalisasikan. Menurutnya, koalisi itu tidak hanya membawa keuntungan politik, tetapi juga sebagai bentuk persatuan partai-partai Islam.

Penulis: Sabrina Asril
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Kamis, 12 September 2013

DIALOG: Anak Emas Konvensi Demokrat



Mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Purnawirawan Pramono Edhie Wibowo merupakan salah satu peserta Konvensi Capres Partai Demokrat. Pramono disebut-sebut sebagai anak emas dalam konvensi tersebut. Benarkah Pramono berpeluang besar untuk memang? Hadir dalam dialog Ketua DPRD Irman Gusman dan pengamat politik LIPI Siti Zuhro.

Official Website: http://beritasatu.tv
Facebook.com/BeritaSatuTV Youtube.com/BeritaSatu @BeritaSatuTV