Kamis, 05 Februari 2009

80 Persen Wilayah Baru belum Tunjukkan Dampak Positif

Suara Tanah Air
Penulis : Akhmad Mustain

JAKARTA--MI:
Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) telah melenceng dari tujuan semula, yaitu untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hasil evaluasi Dirjen perimbangan keuangan Depkeu mengungkapkan sekitar 80% DOB menimbulkan masalah.

Hal itu dikatakan oleh Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro kepada Media Indonesia di Jakarta, Kamis (5/2). “Hasil evaluasi Depkeu terhadap 145 DOB menunjukkan sekitar 80% tidak berdampak positif, baik dalam konteks pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” tukasnya.

Memang, kata Zuhro, penataan daerah di Indonesia tentu sangat diperlukan agar pemerintah daerah dapat melayani publik dengan baik, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka pengembangan demokrasi di daerah. Tapi sangat disayangkan karena tak mempertimbangkan secara serius dampak negatif yang menyertainya.

Selama periode 1999-2008 tercatat 173 daerah pemekaran baru (7 provinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota). Bahkan selama 2005-2007 DPR telah mengesahkan sebanyak 31 daerah baru.

Bahkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah otonom baru kurang efektif, seperti kapasitas manajemen pemerintahan tidak memadai, kualitas SDM aparat pemda, dan legislatif rendah, sarana dan prasarana pemerintahan minim, timbul konflik perbatasan/lokasi ibu kota, pelayanan publik tetap buruk, kesejahteraan masyarakat tidak meningkat, dan demokrasi lokal tidak membaik.

Selain itu, Zuhro juga mengungkapkan bahwa pemekaran daerah baru tersebut sangat membebani ABPN. Mayoritas (86%) sumber pendapatan APBD kabupaten/kota dan 53% APBD provinsi berasal dari dana perimbangan yang dialokasikan oleh Depkeu. ”Tentu ini sangat memberatkan APBN, karena mereka belum dapat membiayai opreasionalnya sendiri,” tukasnya.

Dengan demikian, ungkap Zuhro, Depdagri harus mengambil langkah strategis demi penyelamatan sistem otonomi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan dan Penggabungan Daerah Otonom, bahwa daerah yang belum menujukkan peningkatan harusnya dilakukan penggabungan lagi. “Karena kewenangan untuk penataan daerah berada di pemerintah pusat melalui Depdagri,” tegasnya.

Ia juga memprediksi persoalan pemekaran derah akan terus bergulir, karena sistem satu pintunya tidak jalan. “Mestinya pemekaran daerah hanya merupakan kewenangan pamerintah pusat melalui Depdagri. Tidak seperti selama ini yang juga boleh diusulkan oleh DPR, dimana kepentingan politis akan sangat memengaruhi,” ujarnya. (*/OL-03)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar