Kamis, 19 Februari 2009

Hillary Cuatkan Spekulasi

PENGAMAT INGATKAN BAHAYA INVASI EKONOMI

JAKARTA, (PR).-
Kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Rodham Clinton terus menggulirkan spekulasi di antara pengamat ekonomi dan politik dalam negeri. Banyak kalangan yang menganggapnya sebagai kabar gembira hingga memperingatkan alarm bahaya invasi ekonomi yang mengiringi kedatangan Hillary.

Pengamat ekonomi politik Zelly Ariane mewanti-wanti bahaya invasi ekonomi AS. Justru kedatangan Hillary membahayakan karena Indonesia menjadi sasaran penyelamatan krisis kapitalisme AS dalam bentuk menggenjot privatisasi BUMN, kesehatan, pembukaan pasar, komersialisasi pendidikan. "Ini solusi krisis dari mereka yang dipaksakan ke kita. Waspadai politik buy American product yang akan dilancarkan mereka," katanya.

Zelly menambahkan, yang paling harus diwaspadai adalah penambahan utang dengan dalih untuk belanja infrastruktur. Semuanya tidak ada kaitan dengan peningkatan daya beli secara fundamental. Jalan keluar bagi krisis negara-negara seperti AS tentu saja adalah negara-negara seperti Indonesia yang memiliki sumber daya alam melimpah. "Ingat, keputusan G20 dan Forum APEC semuanya masih menyatakan bahwa pasar bebas tetap solusi dari krisis. Indonesia adalah negara boneka AS karena membuka pintunya untuk menanggung kerugian kapitalis AS," tuturnya.

Berbeda dengan Zelly, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi menanggapi kedatangan Hillary secara biasa-biasa saja. Ia mengaku belum bisa berharap banyak kepada negara adidaya itu karena masih dilanda krisis ekonomi yang hebat. Sementara itu, AS adalah negara tujuan ekspor dari Indonesia yang utama.

Untuk memberi implikasi positif kepada ekonomi Indonesia, AS harus melakukan perbaikan ekonomi di dalam negerinya dulu jika tidak, malah menularkan beban ekonominya ke Indonesia. "Dia (Hillary) datang masih lebih banyak dalam konteks politik. Kalau bisa, dia seharusnya bisa melobi Bank Dunia untuk meningkatkan standby loan," katanya ketika ditemui di sela sidang uji materi corporate social responsibility (CSR) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.

Gerakan sosial



Secara politis, selain apresiasi atas demokrasi Indonesia, salah satu sinyal bagus dari lawatan Hillary yaitu civil society organization (CSO) Indonesia yang akan mendapat "transfusi darah". Peneliti politik dan pemerintahan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. R. Siti Zuhro, M.A. mengatakan bahwa AS diprediksi akan semakin memperhatikan gerakan akar rumput (grass root) Indonesia. AS sangat berkepentingan untuk memengaruhi tumbuh kembangnya gerakan sipil dalam konteks mengawal demokrasi agar selaras dengan politik AS.

"AS akan bergerak di grass root. Memperkuat CSO contohnya melalui lembaga United States Aid (Usaid) yang langsung intervensi ke LSM-LSM di daerah," katanya.

Program-program pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, reproduksi perempuan, pemberdayaan ekonomi, dan budaya diyakini akan kembali menjadi primadona pembiayaan lembaga-lembaga donor internasional setelah sempat tiarap karena watak "rambo" yang dijalankan Partai Republik AS ketika berkuasa.

"Partai Demokrat AS memang lebih teruji lebih prodemokrasi, tidak "rambo" seperti politik luar negeri yang dijalankan Partai Republik," ujar Siti.

Terlebih bagi negeri kita, di mana harus diakui ada hubungan emosional dengan Presiden Barack Obama yang semasa kecil sempat tinggal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Menurut Siti, harapan terhadap peran Obama menjadi kian santer karena irisan masalah emosional itu. "Intensitas dukungan terhadap CSO di Indonesia akan semakin tinggi," katanya. (A-156) ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar