Jumat, 06 Februari 2009

Proses Pemekaran Wilayah Bisa Cepat Asalkan Suapnya Besar

JAKARTA | SURYA Online - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengungkapkan, sebagian besar daerah otonom baru hasil pemekaran wilayah gagal menyejahterakan masyarakat. “Karena itu, sebaiknya memang dihentikan. Pemerintah harus tegas, selesai sampai di sini,” katanya dalam Dialektika Demokrasi di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (6/2/2009).

Diskusi tersebut juga menghadirkan Ketua Panja Pemekaran Komisi II DPR Chozin Chumaidy dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman. Siti Zuhro mengemukakan, sebenarnya pemekaran wilayah memang dibutuhkan masyarakat karena keterbatasan kendali pemerintahan.

Persoalannya, kebutuhan pemekaran itu kemudian diintervensi atau dikelola oleh elit-elit partai politik di daerah maupun di pusat serta calo-calo kekuasaan dan anggaran. Apalagi ada transaksi-transaksi uang. Di samping itu, terjadi pengambilalihan kepentingan oleh elit partai politik. “Kalau grojokannya besar, prosesnya cepat,” katanya. Ia menambahkan, adanya kucuran uang dalam proses pemekaran semakin menambah rumit persoalan.

Adanya transaksi-transaksi dalam proses pemekaran wilayah, menurut dia, semakin menjauhkan esensi dan kepentingan pemekaran. Pemekaran menjadi semakin jauh dari kebutuhan sebenarnya, yaitu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Sejak 1998, jumlah daerah otonom baru di Indonesia meningkat dua kali lipat. Apabila jumlah tahun 1998 baru 230 kabupaten/kota, maka pada akhir 2008 sebanyak 477 kabupaten/kota. “Jumlah itu memungkinkan sekali bertambah menjadi lebih banyak lagi karena usul pemekaran begitu banyak. Tetapi dengan persoalan yang begitu krusial, sebaiknya seluruh proses pemekaran dihentikan dulu,” katanya.

Dari kesejahteraan, pemekaran tidak banyak pengaruh bagi masyarakat. Bahkan masyarakat terbebani sehingga pemekaran tidak ada manfaatnya bagi masyarakat. DPR dan pemerintah menyetujui begitu saja usulan pemekaran wilayah, padahal dibalik pemekaran itu sebenarnya terselubung kepentingan partai politik.

“Pemekaran yang telah dilakukan memang sangat membebani anggaran. Sebenarnya, tidak masalah membebani asalkan bermanfaat bagi masyarakat, mampu meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah pelayanan publik,” katanya.

Terkait kasus meninggalkan Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Azis Angkat di tengah aksi massa yang menuntut pembentukan Propinsi Tapanuli (Protap), dia mengemukakan, pemerintah dan DPR yang memproses pemekaran harus bertanggungjawab karena terlalu membiarkan adanya usul-usul pemekaran daerah. “Tetapi pemerntah dfan DPR berusaha lempar tangung jawab, cuci tangan,” katanya. ant

Tidak ada komentar:

Posting Komentar