Selasa, 10 Februari 2009

Implikasi Pemekaran Daerah

220112

R Siti Zuhro

Peneliti Utama LIPI


Maraknya pemekaran daerah selama periode 1999-2008 menjadi bukti konkret bahwa penataan daerah adalah masalah serius. Kasus meninggalnya Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara Abdul Azis Angkat, 3 Februari 2009, di tengah kerumunan massa yang menuntut pemekaran merupakan klimaks dari permasalahan pemekaran selama ini.

Evaluasi yang dilakukan Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan lembaga non-pemerintah menunjukkan bahwa pemekaran cenderung berdampak negatif. Pemekaran menciptakan perluasan struktur yang mengakibatkan beban berat pembiayaan, aspek politik terlalu mengedepan, rendahnya kapasitas fiskal dan meningkatnya belanja dalam APBN. Pemekaran tidak berkorelasi positif terhadap kemajuan ekonomi dan tidak mampu mendorong pembangunan daerah otonom baru.

Solusinya, pemerintah harus menyetop dulu aktivitas pemekaran melalui payung hukum yang mengikat dan dipatuhi semua pihak sambil menunggu grand design penataan daerah dan grand strategy pemekaran dan revisi UU 32/2004 yang sedang dirampungkan Depdagri. Pengendalian pemekaran dan pengawasan diperlukan agar kerangka kebijakan untuk menetapkan langkah-langkah alternatif penyediaan pelayanan terhadap daerah-daerah yang kurang beruntung bisa dirumuskan.

Karena itu, penataan daerah yang menjadi domain pemerintah (Depdagri) sangat diperlukan di era desentralisasi dan otonomi daerah sekarang ini. Pemahaman terhadap arti pentingnya penataan daerah sangat crucial, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Posisi pemerintah sebagai satu-satunya pintu masuk bagi usulan pemekaran daerah juga perlu ditegaskan dan dipahami semua pihak.

Seiring dengan itu, perlu ditawarkan penggunaan insentif fiskal untuk mendorong restrukturisasi administrasi. Perlu pula diupayakan agar transfer dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) ke daerah-daerah dapat memengaruhi restrukturisasi administrasi. Masalahnya, bagaimana menjadikan hasil sumber daya alam (SDA) lokal sebagai pendorong atau pemberi insentif bagi terwujudnya efisiensi di tingkat daerah yang dapat mempromosikan kerja sama antardaerah atau penggabungan daerah daripada "pemekaran pemerintahan".

Alternatif lainnya adalah menginformasikan kepada semua daerah bahwa dampak pemekaran membuat daerah induk (lama) mendapatkan alokasi DAU dan DAK yang rendah. Biasanya daerah-daerah yang bukan daerah induk kurang sadar terhadap realita ini, tapi mereka ini akan ragu mendukung pemekaran ketika mereka menyadari dampaknya terhadap anggaran yang bakal diterimanya.

Langkah terakhir yang juga penting adalah upaya mengatasi buruknya pelayanan publik di daerah-daerah terpencil dan terisolasi. Dalam kaitan ini, kecamatan perlu dijadikan sebagai pusat pelayanan. Kota-kota metropolitan yang dapat memberikan pelayanan di luar batas kota juga perlu diciptakan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar