Senin, 09 Februari 2009

Moratorium Pemekaran Butuh Payung Hukum

Oleh WlSHNUGROHO AKBAR / DINA SASTI DAMAYANTI

Jakarta - Moratorium (penghentian sementara) pemekaran wilayah tidak bisa hanya melalui pernyataan, tapi harus diikuti dengan payung hukum untuk melakukan moratorium itu.

"Keprihatinan Presiden harus dipayungi secara hukum. Harus ada dasar hukum yang jelas untuk menghentikan sementara pemekaran daerah," kata Pakar Otoriomi Daerah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro di DPR-RI, Jumat (6/2).

Dia mengatakan, moratorium itu butuh payung hukum yang memperkuat kebijakan moratorium pemekaran daerah. Siti menegaskan, pemekaran daerah bukan satu-satunya solusi mengatasi persoalan ekonomi, sebab peningkatan fasilitas pelayanan publik dapat menjadi solusi alternatif untuk meredam maraknya keinginan pemekaran daerah.
Zuhro juga tidak sepakat kalau dikatakan evaluasi terhadap kebijakan pemekaran daerah dianggap sebagai hal yang terlalu cepat dan terburu-buru. Dia menerangkan, sejak tahun 2005, para akademisi telah mengkaji secara serius kebijakan tersebut. Hasilnya, ada banyak persoalan muncul di daerah otonom baru.

"Kami hanya bisa menyebut Tarakan dan Gorontalo sebagai daerah yang berhasil dalam hal kebijakan pemekaran daerah. Selebihnya?" tanya Zuhro.

Zuhro juga menilai pemerintah dan DPR terlalu memaksakan kebijakan pemekaran, padahal terdapat banyak kelemahan dalam syarat yang tercantum dalam UU tentang pemerintahan derah.

Ketua Tim Kerja Otonomi Daerah Komisi II DPR Chozin Chumaidy mengatakan, Komisi II siap mendukung kebijakan pemerintah melakukan moratorium pemekaran daerah, meski tanpa kebijakan hukum dari pemerintah. Namun, jika memang harus ada dasar hukum untuk moratorium, Komisi II mendesak Presiden segera mengeluarkan peraturan hukum itu.

"Kami tidak menolak UU, hanya menunda pelak-sanaannya. Tidak perlu ada dasar hukumnya, semuanya tergantung keberanian Presiden." kata Chozin.

DPD Mendukung



Dari pihak DPD, Wakil Ketua DPD Irman Gusman menyatakan, DPD mendukung rencana moratorium pemekaran daerah. Menurutnya, peristiwa Sumatera Utara (Sumut) mengindikasikan adanya kelemahan mendasar dari tahapan proses penyetujuan terbentuknya Daerah Otonom Baru (DOB). Terkait dengan dasar hukum moratorium daerah, Irman menyerahkan hal itu kepada Presiden.

"Semangatnya adalah untuk mengkaji ulang bagaimana pemekaran yang telah berjalan ini mencapai sasaran. Kalau Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang-red) menjadi jalan keluar, ya rnengapa tidak," ungkapnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jumat (6/2), menyatakan, perlu moratorium pemekaran. Sebelum melakukan pemekaran, harus ada evaluasi. Jangan sampai pemekaran hanya sekadar demi memenuhi kepentingan elite tertentu.

"Sikap pemerintah sudah jelas. Saya berkali-kali menyampaikan pernyataan bahwa pemekaran itu harus sungguh-sungguh memenuhi syarat mendasar," kata Presideii Yudhoyono seusai menerima laporan Menko Polhukam Widodo AS dan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat.

Presiden menilai, sebagian pemekaran berhasil dengan baik, namun sebagian lainnya belum berhasil. Apalagi kalau pemekaran itu hanya bertujuan untuk memenuhi kepentingan elite tertentu.

"Oleh karena itu, saya sudah menyampaikan juga kepada pimpinan DPR dan DPD, mari kita lakukan moratorium, kita evaiuasi dulu pemekaran yang berjalan selama ini. Jangan ditambah lagi dengan pikiran-pikiran yang terus terang bukan solusi tapi masalah," katanya.

Presiden mengajak semua pihak, baik jajaran pemerintah, DPRD, DPR, DPD, wartawan, maupun elite, agar betul-betul melihat permasalahan pemekaran ini secara matang.

Ditulis oleh Sinar Harapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar