Senin, 05 September 2011

PPP Tetap, Golkar Berbasis Kinerja

Soal Bantuan Dana APBN untuk Parpol



Jakarta, Padek— Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai upaya parpol melakukan pendidikan politik terbatasi karena kurangnya bantuan anggaran. PPP mengusulkan agar bantuan APBN yang selama ini dialokasikan berdasarkan kursi, ditambah anggaran tetap untuk pendidikan politik.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy di Jakarta, kemarin (4/9). Menurut Romi, persoalan anggaran saat ini baru bisa tuntas jika ada perombakan sistem anggaran. ”Salah satunya memperbesar ruang pendanaan negara kepada parpol,” ujarnya.

Romi—sapaan akrab Romahurmuziy—menyatakan, fungsi pendidikan politik adalah amanat di undang undang. Namun, parpol saat ini direduksi oleh sekelompok tertentu, hanya difungsikan sebagai parpol yang bersifat elektoral. ”Hanya berfungsi untuk dapat suara, setelah itu tidak berfungsi lagi,” kata Romi.

Parpol dengan motif elektoral, kata Romi, hanya diisi kumpulan kepentingan. Ideologi parpol tidak jelas. Fungsi parpol yang sebenarnya harus dikembalikan dengan memberi dukungan melalui kontribusi negara. ”Parpol harus kembali menjadi muara dan kumpulan ideologi,” jelasnya.

Karena itu, dukungan dana APBN yang bersifat tetap harus ada untuk mendukung kerja parpol. Romi menyatakan, jumlah alokasi dana untuk pendidikan politik ini diberikan sama rata, kepada siapa pun parpol yang meraih kursi di DPR. Sementara, alokasi yang berbeda tetap bisa menggunakan bantuan APBN berdasarkan perolehan kursi. ”Jadi, ada dua variabel,” ujarnya.

Dukungan dana yang tetap, kata Romi, karena pendidikan politik kepada publik tidak memandang jumlah suara. Ini karena, berapapun jumlah suara yang diperoleh, parpol tetap memiliki kewajiban yang sama untuk memberikan pendidikan politik. ”Kalau tetap menggunakan suara nanti akan bias dengan ketimpangan daerah dalam mendapat pendidikan politik,” tandasnya.

Berbeda dengan PPP, Kapoksi Fraksi Golkar di Badan Legislasi Taufiq Hidayat menilai, pendanaan parpol oleh rakyat sebaiknya berbasis kinerja. ”Kalau untuk pendidikan politik, sebenarnya itu bisa ditempuh tidak dengan membebani APBN,” kata Taufiq saat dihubungi.

Menurut Taufiq, selama ini bantuan APBN kepada parpol dicairkan berbasis perolehan kursi. Jika pola pendanaan itu ditambah masih melalui APBN, hal itu justru akan membebani rakyat. ”APBN saat ini kan sudah berat, jangan ditambah lagi,” ujarnya.

Dia menyatakan, sudah saatnya dipikirkan pola pendanaan parpol dari rakyat berdasarkan kinerja. Pola semacam itu bisa dilakukan melalui mekanisme pajak alokasi. ”Sudah perlu dirintis pendanaan parpol melalui pajak alokasi,” kata Taufiq menegaskan.

Pola pendanaan ini, kata Taufiq, sudah diterapkan di Amerika Serikat. Dia menjelaskan, pendapatan parpol bisa didapat dari pajak berdasarkan persetujuan dari masyarakat. Jika parpol memiliki kinerja baik, maka masyarakat mengalokasikan pajak mereka untuk pendanaan parpol. ”Tolok ukurnya kepuasan masyarakat,” kata Taufiq.

Sebelum sumbangan masyarakat dari pajak itu disampaikan, terlebih dahulu parpol harus menyampaikan laporan kinerja tahunan. Dengan begitu, tidak semua parpol nantinya akan mendapatkan pendanaan dari rakyat. Hanya parpol yang kinerjanya pro rakyat yang nantinya mendapatkan sumber pendanaan. ”Kalau tidak perform, ya tidak mendapat apa-apa,” ujar Taufiq.

Pakar politik LIPI Siti Zuhro secara garis besar ikut mendukung agar pendanaan parpol diambilkan dari APBN. ”Saya setuju, sejak tahun lalu saya sudah ikut mendorong, sebab daripada mendapatkan dana APBN secara ilegal, lebih bagus legal dan itu akan relatif lebih kecil (alasan mencuri APBN, red),” ujar Siti Zuhro. (bay/dyn/jpnn)

[ Red/Redaksi_ILS ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar