Senin, 05 Juli 2010

KOALISI: Penyederhanaan Parpol Tekan Biaya Sosial



RAKORNIS GOLKAR - Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie berbincang dengan Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tandjung, Wakil Ketua Umum Theo L Sambuaga (kedua dari kiri), Sekjen Idrus Marham (kiri), Bendahara Umum Setya Novanto (kanan), dan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Jawa Bali NTB Sharif C Sutardjo (kedua dari kanan) di sela Rakornis DPP Partai Golkar Tahun 2010 PP Wilayah Jawa,Bali dan NTB, di Jakarta, Minggu (4/7). (Suara Karya/Hedi Suryono)

Senin, 5 Juli 2010

JAKARTA (Suara Karya): Langkah sejumlah partai politik kecil dan organisasi massa (ormas) untuk bergabung dengan Partai Golkar patut diapresiasi dalam rangka penyederhanaan sistem kepartaian. Sejumlah partai politik besar lainnya juga akan meniru Partai Golkar untuk merangkul parpol-parpol gurem.
"Bergabungnya partai-partai kecil dan ormas dengan Partai Golkar dan partai lainnya tidak hanya berdampak positif pada biaya ekonomi dan biaya politik, tapi juga menekan biaya sosial," ujar peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro kepada Suara Karya, di Jakarta, Minggu (4/7).
Sebelumnya kepada Siti Zuhro ditanyakan mengenai fenomena sejumlah parpol dan ormas yang menjajaki keinginan untuk bergabung dengan partai besar.
Contohnya, ormas Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) dan Partai Bintang Reformasi (PBR) melakukan pertemuan dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie. Pertemuan itu akhirnya memunculkan spekulasi bahwa Parmusi dan PBR akan bergabung dengan Partai Golkar.
Di tempat terpisah, Aburizal Bakrie mengatakan, Partai Golkar selama ini terbuka untuk partai politik atau ormas yang ingin bergabung. Ajakan untuk bergabung dari Partai Golkar tidak dilakukan secara paksa.
"Kalau ada sebuah parpol atau ormas ingin jadi bagian dari Partai Golkar, why not?" kata Aburizal kepada wartawan usai membuka Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Partai Golkar, di Jakarta, Minggu (4/7).
Aburizal yang akrab disapa Ical itu mengemukakan, Golkar adalah partai pluralis, terbuka bagi siapa pun, dan tidak memaksakan kehendak. "Jadi kami terbuka mengikutsertakan seluruh agama, ras, suku, dan golongan," tuturnya.
Golkar tidak menutupi upayanya mendongkrak suara yang lebih besar di pemilu mendatang, termasuk dengan cara merangkul ormas dan partai peserta Pemilu 2009 yang gagal lolos ke DPR.
Bagi Golkar, menjadi pemenang Pemilu 2014 adalah ambisi yang tidak bisa ditawar. "Kita berpendapat, organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan, organisasi bukan tujuan," ujar Ical.
"Soal Partai Golkar menghubungi beberapa pihak untuk bergabung, saya klarifikasi bahwa yang benar adalah mereka yang menghubungi Partai Golkar. Jadi kita tidak pernah memaksa mereka untuk bergabung," katanya.
Siti Zuhro mengemukakan, penyederhanaan jumlah partai politik sangat erat kaitannya dengan menciptakan kestabilan sosial masyarakat.
"Demokrasi itu seharusnya berkorelasi untuk menciptakan budaya damai sehingga memberikan ketenteraman di masyarakat, tetapi kenyataannya mengapa hingga saat ini banyak sekali tindakan anarkis di masyarakat, terutama saat pemilu," katanya.
Hal ini, menurut dia, membuktikan ada yang salah dalam pelaksanaan demokrasi di dunia politik Indonesia. Dia menilai, kekerasan yang terjadi dalam proses demokrasi tersebut menunjukkan kanalisasi aspirasi masyarakat tidak berjalan baik. "Banyaknya jumlah parpol politik akan diimbangi dengan biaya sosial yang membengkak seperti maraknya berbagai kerusuhan dalam pemilu dan pilkada," ujarnya.
Dengan kondisi banyaknya partai yang terbentuk saat ini, menurut dia, tidak menjamin aspirasi masyarakat benar-benar terakomodasi.
Dia menilai, partai politik juga memiliki tanggung jawab sebagai alat pemersatu bangsa sehingga makin mendorong terciptanya NKRI yang kuat. "Sebab, kalau seluruh aspirasi dapat diakomodasi oleh partai-partai yang ada, maka tidak akan ditemukan demonstrasi yang mengarah pada tindak kekerasan," ujarnya.
Menurut Siti, perampingan partai politik merupakan hal yang sudah seharusnya dilakukan di negara ini. Terlebih lagi sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia.
Selain itu, dari sisi biaya ekonomi, penyederhanaan jumlah partai politik diharapkan makin mengurangi beban anggaran yang harus dikeluarkan negara.
Dengan demikian, jika jumlah partai dapat dibatasi, terutama melalui peningkatan parliamentary threshold, secara tidak langsung anggaran negara untuk pembentukan partai politik dapat dialihkan kepada pos-pos yang lebih penting bagi kesejahteraan rakyat.
Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Irgan Chairul Mahfiz mengakui partainya akan meniru jejak Partai Golkar berupaya merangkul parpol atau ormas tertentu.
Partai Amanat Nasional (PAN) juga terus berupaya melakukan lobi-lobi politik kepada partai yang tidak lolos parliamentary threshold.
Sementara itu, Ketua Umum PBR Bursah Zarnubi mengakui pihaknya tengah mengintensifkan komunikasi dengan Partai Golkar. (Rully/Tri Handayani/Grace S)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar