Selasa, 27 Juli 2010

Incumbent Pemilukada Depok, Diminta Lepas Jabatan

Politikindonesia - Permintaan agar incumbent yang ikut berlaga pada pemilukada untuk mengundurkan diri dari jabatan, masih nyaring terdengar. Kendati Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan sebaliknya. Hal itu pulalah yang dialami pasangan incumbent pada Pemilukada Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail dan Yuyun Wira Saputra. Keduanya diminta segera lengser dari jabatannya sebagai Walikota dan Wakil Walikota Depok, terkait dengan pencalonannya pada Pemilukada Kota Depok.

Adalah Selamet Riyadi, anggota DPRD Kota Depok yang meminta agar pasangan incumbent itu mengundurkan diri dari jabatannya. Permintaan ini dimaksudkan agar mereka tak menyalahgunakan jabatannya demi meraih kembali kursi Depok-1.

"Lebih baik kedua pejabat itu mengundurkan diri dari jabatannya. Dengan demikian mereka tidak menyalahgunakannya pada masa kampanye guna memenangkan diri," ujar politisi dari Fraksi Partai Gerindra itu kepada wartawan di Depok, Selasa (27/07).

Hal senada juga diungkapkan, Cahyo Putranto Ketua LSM Gelombang Depok. Cahyo mewanti-wanti agar keduanya tidak menggunakan fasilitas negara dan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk keperluan kampanye. Untuk menghindari hal itu katanya, kedua pejabat tersebut harus segera mundur dari jabatannya.

Tak hanya Nur Mahmudi, istrinya pun yang kini menjabat sebagai Ketua PKK Kota Depok diminta segera mundur dari jabatannya. Hal itu sesuai Surat Edaran Ketua Umum PKK Pusat nomor 156/SKR/PKK.P/ST/V/2008.


Final dan Mengikat



Perdebatan terhadap Putusan MK Nomor 17/ PUU-VI/2008 dalam praktiknya masih debatebel. Padahal putusan yang membatalkan Pasal 58 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang incumbent sifatnya final dan mengikat.

Siti Zuhro, peneliti senior pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada politikindonesia.com, Selasa (06/07) mengatakan, karena bersifat final dan mengikat, maka putusan MK tersebut harus dilaksanakan. Artinya, incumbent dapat mencalonkan dirinya tanpa harus mengundurkan diri dari jabatannya. Hanya saja tambahnya, dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilukada, persyaratannya akan diperketat.

Anggota Tim Perumus RUU Pemilukada yang merupakan salah satu pecahan dari UU No.32 Tahun 2004 itu menambahkan, incumbent nantinya dilarang membuat kebijakan yang merupakan kampanye terselubung.

Siti menegaskan, satu tahun sebelum pemilukada, incumbent tidak boleh membuat kebijakan yang populis tetapi dananya dari APBD. Pengawasan terhadap dana APBD juga akan diperketat dengan melibatkan institusi terkait.

Di samping itu juga akan dibuat sistem birokrasi yang solid, profesional, netral. Sehingga PNS tidak lagi dijadikan obyek pendukung incumbent. “Situasi itulah yang membuat posisi PNS bagai makan buah simalakama. Memilih salah, tidak memilihpun salah,” ujarnya.

Tuntutan terhadap profesionalitas birokrasi dan netralitas PNS nantinya masuk di pasal RUU Pemilukada. “Jadi tidak sebatas Surat Edaran Menteri PAN yang lebih bersifat imbauan,” tambahnya.
(sa/yk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar