Kamis, 08 Juli 2010

Panwaslu Bengkulu Akan Pidanakan Calon Incumbent

Politikindonesia - Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Bengkulu menemukan indikasi adanya dugaan politik uang dan penyalahgunaan jabatan dalam proses pemilihan Gubernur Bengkulu 3 Juli lalu. Karena itu pihaknya berencana memidanakan calon gubernur incumbent, Agusrin Maryono Najamudin dan Junaidi Hamzah.

Demikian penegasan Ketua Panwaslukada Provinsi Bengkulu, Sakroni kepada wartawan di Bengkulu, Kamis (08/07).

Menurut Sakroni dugaan itu didasarkan pada laporan dua pasangan calon gubernur yang menjadi saingan mereka, yaitu Imron Rosyadi-Rosian Yudi Trivianto dan Sudirman Ail-Dani Hamdani. Laporan itu disertai dengan bukti-bukti kecurangan.

"Bukti-bukti yang diserahkan masih fokus pada politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan," ujarnya.

Dosen Universitas Muhammadyah Bengkulu itu lebih lanjut mengatakan, berdasarkan bukti-bukti yang ada, calon incumbent telah menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membiayai kampanye. Padahal larangan terhadap hal itu telah diatur dalam Permendagri No 270/614 Tahun 2001 tentang Akuntabilitas dan Transparansi Pelaksanaan Pilkada.Meski demikian, pihaknya masih menunggu keterangan dari saksi-saksi sebelum kasus ini dilaporkan secara pidana.

Sedang Imron Rosyadi membenarkan pihaknya memberikan laporan soal kecurangan yang dilakukan pasangan incumbent itu. "Kami laporkan kemarin," ujarnya. Selain itu Imron juga meragukan hasil perhitungan suara. Menurutnya, berdasarkan rekapitulasi laporan saksi di TPS, ia menang di beberapa kabupaten. Tapi laporan perhitungan sementara kemenangan hanya mengarah ke incumbent.


Diperketat



Dr. Siti Zuhro MA, peneliti senior LIPI dan The Habibie Center mengakui rentannya penyalahgunaan jabatan pasca ditolaknya permohonan judicial review pasal 58 huruf q UU No 12/2008 tentang perubahan kedua atas UU No 32/2004. Pasal tersebut mengatur tentang pengunduran diri incumbent yang menyalonkan diri pada pemilukada. MK sudah memutuskan bahwa incumbent yang mau mencalonkan kembali tidak perlu mengundurkan diri.

Sebagai tindaklanjut keputusan MK tersebut, Mendagri era Mardiyanto telah mengeluarkan Surat Edaran No 188.2/2302/Sj. Surat edaran itu mengatur cuti kepala daerah yang ikut pemilihan kembali untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Namun dalam praktiknya, tidak efektif. Incumbent tetap aktif melakukan kegiatan pemerintahan. Tak mengherankan jika penyalahgunaan jabatan oleh incumbent tak terhindarkan.

Karena itu ke depan, kata Siti, aturannya akan diperketat. Siti yang juga anggota Tim Perumus RUU Pemilukada itu menambahkan, satu tahun sebelum Pemilukada, incumbent tidak boleh membuat kebijakan yang populis tetapi dananya dari APBD. “APBD juga harus diawasi sedemikian rupa karena banyak kasus incumbent yang menyalonkan diri lalu kemudian terlibat korupsi,” ujarnya.

Juga akan dipikirkan pula bagaimana membuat suatu sistem birokrasi yang solid, profesional, netral. PNS tidak dijadikan alat pendukung incumbent. Tuntutan terhadap profesionalitas birokrasi dan netralitas PNS juga nantinya masuk di pasal RUU Pemilukada. Jadi tidak sebatas Surat Edaran Menteri PAN yang lebih bersifat imbauan. Karena itu ke depan harus ada reward and punishment yang menyatakan birokrasi wajib hukumnya untuk netral, dan profesional.
(sa/yk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar