Rabu, 07 Januari 2009

PERPPU PEMILU: Perlu Payung Hukum Perbaiki Kinerja KPU

JAKARTA (Lampost): Kemunculan usulan pembuatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dinilai akibat kinerja Komisi Pemilihan Umum yang buruk. Buruknya kinerja KPU itu kemudian menyebabkan ketidakpercayaan publik sehingga payung hukum berupa perppu diduga diperlukan.

Demikian disampaikan pengamat politik LIPI Siti Zuhro kepada Media Indonesia di Jakarta, Selasa (6-1). "Kami memang sangat menyadari lemahnya pemilu kita. Dari awal KPU bermasalah sehingga payung hukum berupa perppu pemilu dianggap perlu karena tidak ada yang bisa menjamin peraturan KPU bisa konsisten," ujar Siti Zuhro.

Sebelumnya, usulan pembuatan perppu muncul karena belum diaturnya mekanisme pencontengan secara jelas, apakah menconteng dua kali pada kertas suara dianggap sah atau tidak. Selain itu, aturan penetapan caleg terpilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu.

Siti Zuhro menyatakan pemilu legislatif makin dekat, tapi kepercayaan publik dan partai politik terhadap KPU sebagai lembaga independen penyelenggara pemilu justru makin berkurang. "Dengan makin banyaknya keputusan dan kebijakan yang kontroversial, rakyat dan parpol sangsi akan efektivitas dan akuntabilitas KPU," kata dia.

Meskipun demikian, Siti Zuhro mengakui sebenarnya perppu tidak perlu dibuat asalkan KPU benar-benar bisa meyakinkan publik bahwa persiapan pemilu dapat berjalan dengan baik.

"Usulan perppu ini memang lahir dari blunder rekam jejak KPU yang buruk. Oleh sebab itu, (KPU) perlu dikawal. Tidak perlu ada political breaktrough dengan pembuatan perppu, yang penting bagaimana kita menegakkan hukum terhadap setiap kebijakan dan aturan yang dibuat KPU," kata dia.

Senada dengan pernyataan Siti Zuhro, pakar politik Universitas Indonesia Andrinof Chaniago pun mengatakan perppu pemilu tidak diperlukan. Pasalnya, perppu pemilu dinilai mampu menimbulkan preseden negatif dalam sistem pemerintahan jangka panjang.

"Tidak perlu perppu pemilu, cukup petunjuk teknis saja dari KPU. Kalau perppu nanti preseden ke depan tidak bagus, apa-apa diserahkan kepada pemerintah," ujar Andrinof.

Menurut dia, pembuatan perppu akan menyebabkan KPU menjadi lembaga yang pasif padahal dalam undang-undang ditegaskan bahwa KPU berwenang membuat ketentuan dan peraturan pemilu. Terlebih, lanjut Andrinof, posisi pemerintah yang juga merupakan perwakilan partai politik peserta pemilu.

"Perppu dari segi manfaat, efektivitas, dan efek jangka panjang tidak bagus. Apalagi pemerintah adalah peserta pemilu juga, masak diberi kewenangan sebagai regulator pembuat aturan pemilu," kata dia. n K-3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar