JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana koalisi
partai Islam menjelang Pemilu 2014, sering disebut Poros Tengah Jilid
II, kembali mengemuka sejak beberapa waktu lalu. Ini bermula saat
pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti
Zuhro, mengungkapkan bahwa saat ini merupakan peluang terbaik bagi
partai-partai Islam untuk berkoalisi mengusung seorang calon presiden.
"Mungkin
partai Islam tidak punya sejarah untuk berkoalisi dan menyodorkan satu
calon. Ini saatnya, kalau ini terjadi, luar biasa sekali," kata Siti
Zuhro, dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2013).
Salah
satu nama yang dimunculkan berpotensi sebagai kandidat capres yang
diusung koalisi partai-partai Islam adalah mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, Bachtiar Ali, mengatakan, langkah
Mahfud MD menolak ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat
seharusnya bisa menjadi pertimbangan partai-partai Islam untuk
berkoalisi mengusungnya menjadi calon presiden. Menurutnya, hal ini bisa
menguntungkan keduanya, baik koalisi partai maupun Mahfud.
"Saya
kira dengan melakukan sosialisasi intens, itu caranya, tidak ada
alternatif lain, kecuali melalui koalisi partai Islam karena Pak Mahfud
batal ikut konvensi," kata Bachtiar.
Menurut Bachtiar, Mahfud
pantas diusung menjadi calon presiden oleh semua partai Islam karena
mengerti permasalahan Indonesia, memiliki solusi yang bertumpu pada
penegakan hukum, dan berintegritas. Mahfud dinilai lebih menjanjikan
karena memiliki basis politik di PKB dan basis sosial di Nahdlatul
Ulama.
Dalam perhitungannya, bila partai-partai Islam
berkoalisi, perolehan suaranya mencapai lebih dari 20 persen suara
nasional. Namun, Bachtiar mengakui, koalisi partai Islam tak mudah
dilakukan karena belum pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.
Poros Tengah Jilid II
Saat berkunjung ke Redaksi
Kompas.com,
Kamis (19/9/2013), Mahfud MD mengaku tak terlalu sepakat dengan
penyebutan koalisi partai-partai Islam alias Poros Tengah. Menurutnya,
koalisi partai Islam sebenarnya sudah tidak lagi relevan melihat
perkembangan situasi politik Tanah Air saat ini.
"Agak sulit
mengatakan koalisi partai Islam. Islam dalam hal apanya? Apakah
identitas ideologi yang membedakan? Menurut saya, identitas atau sekat
ideologi itu tidak ada lagi seiring perkembangan politik yang baik.
Sekarang, ada partai religius-nasionalis, nasionalis-religius. Apakah
partai yang religiusnya di depan itu yang disebut partai Islam?"
paparnya.
Kemudian, ia mencontohkan, di Papua, PKS berkoalisi dengan partai Katolik, Partai Katolik Demokrat Indonesia.
"PDI-P yang berbenturan dengan Demokrat di pusat, di daerah bisa
berkoalisi. Demikian juga dengan PKB. Artinya, ini suatu perkembangan
politik yang sangat bagus dan tidak disadari banyak orang terjadi dengan
sendirinya. Bersatu dan kemudian sekat ideologis itu hilang," ungkap
Mahfud.
Terkait komunikasi antarpartai Islam, Mahfud
mengungkapkan, pertemuan partai politik dan ormas Islam berlangsung
setiap dua minggu sekali sejak awal 2013. Namun, tak hanya para politisi
dan tokoh dari ormas Islam, forum ini juga diikuti oleh politisi Partai
Golkar Priyo Budi Santoso.
"Sebenarnya, ini sudah ada dari
sejak awal 2013, sudah ada pertemuan-pertemuan itu. Tapi, memang tidak
ada istilah Poros Tengah, pengamat yang kemudian menamakan ini. Tokohnya
tidak hanya tokoh parpol Islam, tetapi juga Priyo Budi dari Golkar juga
hadir," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan, forum ini awalnya
dimotori oleh Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien
Rais dan tokoh kiai dari Partai Kebangkitan Bangsa Nur Muhammad
Iskandar. Selain kedua tokoh itu, forum, kata Mahfud, juga dihadiri oleh
Viva Yoga Mauladi (PAN), Kiflan Zein (PPP), Amidhan (MUI), Saleh Daud
(Nahdlatul Ulama), dan perwakilan dari KAHMI.
"Jadi, ini forum
lintas ormas dan parpol Islam. Waktu itu memang gagasannya bagaimana
organisasi Islam bersatu dan mengajukan calonnya, itu gagasannya.
Diskusi pun dilakukan terkait kriteria kepemimpinan ke depan dan selalu
dipimpin Amien Rais," ungkap Mahfud.
"Mentok" saat bicara nama
Dalam
perjalanannya, kata Mahfud, niat awal forum itu untuk memunculkan satu
nama yang bisa diusung partai politik dan ormas Islam berjalan tak
mulus. Menurutnya, kekikukan terjadi ketika diskusi membahas nama-nama
yang dianggap layak sebagai capres.
"Jadi, ketika sudah bicara nama, sudah mulai agak kikuk karena setiap orang di sana sudah ada jagoannya," kata Mahfud.
Setelah
itu, diskusi tak lagi membahas soal pencapresan. Tetapi, fokus membahas
masalah bangsa. Ia mencontohkan, kasus-kasus Migas, Papua, dan Aceh
juga turut didiskusikan dalam forum tersebut.
"Isu pencapresan ini pun akhirnya menjadi cair, lalu kemudian saya menyatakan tak ikut Konvensi Partai Demokrat," ujar Mahfud.
Koalisi partai Islam, mungkinkah?
Sebelumnya,
sejumlah
partai Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Keadilan
Sejahtera, serta ormas Muhammadiyah menyambut baik wacana koalisi partai
Islam.
Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin
bahkan menyerukan seluruh partai Islam untuk bersatu dan merumuskan
strategi bersama menghadapi Pemilu 2014. Jika partai Islam "ngotot" maju
sendiri-sendiri, partai Islam berpotensi ditinggalkan pendukungnya.
"Saya
sudah lama mengusulkan agar partai-partai Islam duduk bersama membangun
koalisi strategis. Jangan menonjolkan keakuan yang justru merugikan
umat. Dan kalau itu dilakukan, justru tidak mustahil mereka
ditinggalkan," ujar Din di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa
(17/9/2013).
Ia mengatakan, partai-partai yang memboyong
ideologi Islam harus bermusyawarah memutuskan sikap politiknya dan arah
dukungannya pada calon presiden (capres) tertentu. Capres tersebut,
menurutnya, bisa saja dari partai Islam. Namun, katanya, tidak tertutup
kemungkinan partai Islam menjagokan capres yang tidak berlatar belakang
partai Islam.
"Terserah mereka. Kalau sudah duduk bersama,
bermusyawarah, capres bisa diambil dari partai Islam, bisa dari luar,
entah siapa pun," tegas Din.
Sementara itu, anggota Majelis Syuro
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwaini, mengungkapkan
keinginannya agar partai-partai Islam bersatu dan mengusung satu calon
presiden pada pemilihan presiden tahun depan. Untuk menentukan tokoh
yang diusung, ia mengusulkan agar partai-partai Islam melakukan seleksi
bersama untuk mengerucutkan dan memilih tokoh yang mencuat.
Ketua
Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyambut
baik wacana koalisi partai-partai Islam untuk mengusung calon presiden
pada Pemilihan Presiden 2014. Menurutnya, mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD merupakan salah satu tokoh yang layak diusung
sebagai calon presiden dari koalisi partai Islam.
Dari PPP,
anggota Dewan Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani,
mengatakan, koalisi partai-partai Islam untuk mengusung seorang calon
presiden pada Pemilihan Presiden 2014 harus direalisasikan. Menurutnya,
koalisi itu tidak hanya membawa keuntungan politik, tetapi juga sebagai
bentuk persatuan partai-partai Islam.
Penulis | : Sabrina Asril |
Editor
|
: Inggried Dwi Wedhaswary |