Rabu, 17 September 2008

Muladi: Pemerintah Harus Sistematis hadapi Separatis

By Republika Newsroom

JAKARTA -- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Muladi mengatakan, pemerintah harus sistematis dalam mengatasi akar permasalahan separatis.

Muladi: Pemerintah Harus Sistematis hadapi Separatis "Ada beberapa penyebab gerakan, yang tentunya memiliki pendekatan berbeda dalam penyelesaiannya," katanya pada seminar "Ketahanan Politik Bagi Tegaknya NKRI" yang diselenggarakan oleh Program Pendidikan Reguler Angkatan 41 Lemhanas, di Jakarta, Rabu.

Muladi mengatakan, gerakan separatis tumbuh subur apabila kualitas sumber daya alam dan manusia daerah tersebut memadai, namun wawasan kebangsaan di kalangan elit dan rakyat setempat sangat lemah.

Tak hanya itu, bibit-bibit gerakan separatis masa lalu juga menjadi salah satu alasan, termasuk adanya jaringan internasional yang mendukung gerakan tersebut, tambah dia. "Tapi perasaan diperlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat, bisa dibilang faktor utama," kata Muladi.

Ia mengatakan, untuk mengatasi gerakan separatis di masa depan yang merupakan bahaya laten, sekaligus bahaya keamanan non tradisional, diperlukan payung hukum, yakni Undang-undang Keamanan Nasional yang saat ini tengah digodok Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Adanya UU tersebut akan didukung keberadaan dewan keamanan nasional, sebagai suatu forum yang memberikan nasehat kepada presiden dalam menentukan kebijakan keamanan nasional," tutur Muladi.


Kritik Pendekatan Militer



Pada kesempatan yang sama, Pengamat LIPI Siti Zuhro mengatakan, pendekatan militer kini tidak efektif lagi dalam mengatasi separatisme. "Selama ini timbul paradigma militer menjadi solusi utama penyelesaian separatisme. Padahal, opini di masyarakat menunjukkan keadaan yang sebaliknya," ujarnya.

Dicontohkannya, masyarakat di salah satu desa di Aceh Timur gundah karena belum lama ini dibangun pos militer. "Penduduk bertanya-tanya mengapa dibangun pos tersebut. Bahkan sampai beranggapan ada ketidakpercayaan pusat terhadap keadaan damai di Aceh," ungkap Siti.

Kondisi tersebut jelas membuat rentan ketahanan politik di daerah itu, dan masalah ini harus ditanggapi serius, lanjut dia.


Sementara itu, pendapat berbeda dilontarkan Letjen (Purn) Kiki Syahnakri yang mengatakan perlu ada upaya serius untuk memperkuat kembali institusi TNI. Tidak hanya posturnya yang dibangun, tapi lebih penting dari itu adalah soliditas dan perannya.

Alasannya, tidak ada lagi institusi yang cukup kuat untuk memproteksi kepentingan nasional di tengah kerapuhan institusional saat ini. "Andaikata kerapuhan ini akhirnya berujung fragmentasi dan bermuara pada disintegrasi bangsa, TNI pun bakal kesulitan mengambil peran karena kini sebagai kekuatan penangkal dan menjalankan tugas pokoknya saja TNI tidak cukup tangguh," ujarnya.

Karena itu, upaya pelemahan TNI melalui persepsi yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan dengan bungkus tuntutan terhadap reformasi internal TNI harus dikurangi.

Kiki beranggapan, kekuatan sipil dalam masa transisi demokrasi lebih dikuasai lembaga swadaya masyarakat yang orientasinya tidak jelas. "Bahkan tidak sedikit yang berorientasi pada kepentingan asing," kata dia. "Itulah alasan mengapa TNI perlu diperkuat," ujar mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat itu. (ant/ah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar