Kamis, 04 September 2008

Bakal Caleg 2009

208526

R Siti Zuhro

Peneliti Utama LIPI


Seiring dengan ditetapkannya jumlah parpol peserta pemilu oleh KPU, ke-44 parpol (termasuk 6 parpol lokal di Aceh) sibuk menetapkan para calegnya untuk menyongsong pemilu legislatif 9 April 2009. Sebanyak 12.198 bakal caleg yang tersebar di 77 daerah pemilihan (dapil) akan memperebutkan 560 kursi di DPR. Jumlah tersebut belum termasuk bakal caleg untuk memperebutkan kursi DPRD provinsi, kabupaten, dan kota.

Demokrasi yang bergulir kembali sejak 1998 telah memberikan dampak nyata terhadap kebebasan, kompetisi, dan partisipasi politik masyarakat. Demokrasi juga relatif berhasil membangun rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka layak menjadi pejabat publik. Namun, satu hal yang sering dilupakan adalah, modal percaya diri saja tidaklah cukup.

Masalahnya, apakah bakal caleg tersebut memahami bahwa hingga saat ini Indonesia belum berhasil mengatasi isu krusial kemiskinan dan pengangguran? Apakah mereka siap dan sanggup menghadapi indeks kesengsaraan (misery index) yang makin mengkhawatirkan dan cenderung mengancam stabilitas nasional? Apakah mereka nanti akan konsisten menunaikan kewajibannya untuk mengelola mandat dan amanat, bertanggung jawab dan mewakili rakyat? Memadaikah kapasitas mereka untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik secara ekonomi, sosial, dan politik?

Beberapa pertanyaan di atas sangat penting, relevan dan urgent disampaikan. Pertama, karena mengingat rendahnya tingkat isu keterwakilan politik dari para caleg. Padahal, ini merupakan salah satu indikasi penting yang menunjukkan bahwa mereka hadir di tengah-tengah konstituensnya dan memiliki hubungan langsung dengan mereka.

Kedua, keterwakilan perempuan dalam politik masih belum memadai meskipun payung hukum telah ditetapkan melalui paket UU Politik yang baru. Tidak mudah bagi kaum perempuan untuk bisa menggunakan kuota 30% yang menjadi haknya. Kendala eksternal kaum perempuan secara riil tampak ketika fungsionaris parpol enggan ikut mengawal keterwakilan perempuan di legislatif.

Ketiga, masih banyaknya bakal caleg gaek yang mencalonkan diri. Padahal, negeri ini memerlukan regenerasi, baik di legislatif pusat maupun daerah. Dalam konteks ini, perubahan dan perbaikan riil yang dimotori generasi muda sangatlah signifikan.

Keempat, masih ada sejumlah bakal caleg yang memiliki rekam jejak yang tidak baik atau jelas-jelas terindikasi skandal korupsi dan isu imoral lainnya. Hal ini jelas akan mengancam konsolidasi demokrasi. "Politisi busuk" tak sepatutnya lagi dimunculkan dalam Pemilu 2009 bila demokrasi Indonesia tak ingin ternoda.

Adalah jelas bahwa saat ini Indonesia merindukan politisi yang dekat dengan konstituen/rakyat dan yang mampu memutus kesinambungan dengan elite lama yang nondemokratis. Pergantian pemerintahan sejak 1998 belum juga berhasil menghadirkan perilaku demokratis yang sangat diperlukan dalam era konsolidasi demokrasi. Masalahnya karena nyaris di semua parpol "politisi-politisi busuk" bukan saja masih tetap dibiarkan bercokol, melainkan juga masih berpengaruh kuat. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar