Rabu, 17 September 2008

Ketahanan Politik Cegah Disintegrasi Bangsa

Suara Tanah Air
Penulis : Maya Puspita Sari

JAKARTA--MI:
Ketahanan politik dinilai mampu mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. Pasalnya, ketahanan politik berkaitan erat dengan kepemimpinan nasional dan sistem demokrasi suatu bangsa. Kualitas elite politik yang memadai dan pelaksanaan sistem demokrasi melalui Pemilihan Umum (Pemilu) yang jujur dan adil dinilai mampu meminimalisir munculnya gerakan separatisme.

Demikian diungkapkan oleh Direktur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Muladi saat mengisi sambutan seminar "Peningkatan Ketahanan Politik Guna Mengatasi Separatisme Dalam Rangka Keutuhan NKRI" di Gedung Lemhanas RI, Jakarta, Rabu (17/9).

"Ketahanan politik merupakan salah satu aspek yang penting dalam ketahanan nasional yang tidak akan lepas dari kondisi ketahanan faktual dan sosial," ujar Muladi.

Ketangguhan sistem politik dan kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, sambung dia, mampu mengatasi segala tantangan dan hambatan yang datang dari luar maupun dalam negeri. Hal tersebut mampu menjamin kukuhnya identitas, integritas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mewujudkan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Muladi menegaskan, disintegrasi merupakan ancaman yang serius bagi sebuah negara. Khususnya, bagi Indonesia yang sangat majemuk, berkonotasi primodialistik serta memiliki geografi yang luas dan bersifat kepulauan.

Terlebih, lanjutnya, Indonesia telah bersepakat melaksanakan sistem demokrasi sentrifugal dalam bentuk otonomi daerah. Fenomena disintegrasi atau dikenal dengan istilah balkanisasi, menurut Muladi, terjadi karena adanya proses fragmentasi negara menjadi wilayah atau negara-negara kecil yang disertai dengan semangat permusuhan satu sama lain.

Muladi menyatakan, disintegrasi diantaranya disebabkan oleh globalisasi yang tidak diiringi dengan penguatan ideologi kebangsaan. Sehingga timbul lah bahaya-bahaya keamanan asimetrik berupa kesenjangan dan ketidakadilan sosial yang dikenal dengan istilah global paradoks.

Saat ini, tambah dia, Indonesia dapat dikatakan sebagai fragile state (negara yang rapuh) karena sifat pluralistik bangsa ini tidak diiringi dengan kesejahteraan sosial dan situasi politik yang kondusif. "Kesemuanya diakibatkan karena bangsa ini tidak menganut sistem demokrasi secara konsisten," imbuhnya.

Hal senada disampaikan oleh Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), R Siti Zuhro. Bahkan melihat kondisi Indonesia saat ini, Zuhro mempertanyakan apakah bangsa ini benar-benar telah membangun ketahanan politiknya. Pasalnya, aroma menyengat separatisme masih tercium di beberapa wilayah.

Oleh karenanya, ia menyatakan, bangsa ini hendaknya melakukan evaluasi diri saat momentum 10 tahun era keterbukaan. Zuhro menegaskan, kondisi ketahanan politik tidak terlepas dari pembangunan sistem demokrasi dan perubahan paket undang-undang seperti UU Susduk, UU Pemilu, dan UU Pilpres yang digodok oleh anggota dewan. Termasuk didalamnya UU Otonomi Daerah yang pada pelaksanaannya dinilai tidak dijalankan secara konsisten.

"Nasib wilayah di perbatasan dan pulau-pulau terluar masih sangat memprihatinkan. Ini masih kurang terpotret oleh pemerintah pusat," kata Zuhro.

Menurut Zuhro, secara umum pemerintah daerah gagal dalam menangani otonomi. Kegagalan ini, sambung dia, tidak terlepas dari kegagalan pemerintah pusat dalam membuat desain daerah yang adil dan merata. "Masalah rasa kecewa dan ketidakadilan daerah kepada pemerintah pusat dapat mengakibatkan instabilitas politik nasional yang berujung pada gerakan separatisme," cetusnya.


Letjen TNI Purnawirawan, Kiki Syahnakri menghimbau bangsa Indonesia untuk melakukan reorientasi terhadap tata cara berdemokrasi. Apabila proses demokrasi dinilai tidak sesuai dengan roh konstitusi dan arah kebangsaan maka, lanjutnya, perlu dilakukan revisi atau koreksi sistematik terhadap proses demokratisasi.

"Konsolidasi kebangsaan dan reorientasi demokratisasi serta kesadaran semangat bela negara yang diiringi dengan diperkuatnya institusi TNI merupakan modal utama sekaligus 'jalan masuk' untuk memperkuat ketahanan politik dalam rangka mencegah disintegrasi bangsa," tukasnya. (*/OL-03)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar