Jumat, 01 Agustus 2008

Mencari Figur Calon Presiden dan Calon Wapres yang Ideal

Oleh : Aldy Madjid

KabarIndonesia - Dalam suatu rapat kerja Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) dengan para pejabat Pemerintahan Daerah beberapa waktu lalu terungkap bahwa selama ini daerah tidak merasakan manfaat dari adanya Pemerintah Pusat.

Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPD-RI, Dr. Laode Ida mengawali paparannya pada dialog publik bersama sejumlah media massa di Ruang Rapat DPD-RI, Lantai 8 Gedung Nusantara III kompleks parlemen Senayan Jakarta (01/8). Dialog bertajuk “Sosok Presiden dan Wakil Presiden Ideal 2009: Siapa yang Bervisi Daerah?” berlangsung dari pukul 10.30 WIB hingga menjelang sholat Jumat.

Selain Laode Ida, forum dialog tersebut juga menghadirkan dua pembicara lain, yakni Yudi Latief (Direktur Eksekutif Reform Institute) dan R. Siti Zuhro (Peneliti otonomi daerah Pusat Penelitian Politik LIPI).

Lebih lanjut Laode Ida menjelaskan bahwa daerah mengeluhkan Pemerintah Pusat yang bersikap tidak konsisten dalam mengimplementasikan konsep otonomi daerah.

“Pemerintah Pusat sudah menggulirkan penerapan Otonomi Daerah bagi setiap daerah di Indonesia, tetapi pada kenyataannya Pemerintah Pusat tidak benear-benar memberi ruang kepada daerah untuk menjalankan fungsinya sebagaimana diatur oleh Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, terjadilah apa yang diistilahkan sebagai otonomi daerah setengah hati,” ujar Laode Ida.

“Ini lebih disebabkan karena sistim pemerintahan kita yang semata-mata dihasilkan oleh partai politik, sementara kita tahu bahwa parpol-parpol itu sentralistik,” tegas Laode Ida.

Sementara itu, Siti Zuhro, yang diberi kesempatan sebagai pembicara kedua, mengingatkan bahwa resistensi daerah terhadap pemerintah pusat bukanlah hal baru.

“Dari hasil penelitian yang saya lakukan, sejak tahun 2005 sudah terjadi penolakkan yang amat kentara dari pemerintah daerah dan masyarakatnya terhadap kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat,” katanya.

Menurut Siti Zuhro, ancaman paling nyata terhadap keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia adalah kegagalan otonomi daerah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka salah satu jalan keluar yang perlu diupayakan adalah menciptakan kepemimpinan di tingkat pusat yang benar-benar memiliki komitmen untuk membangun daerah-daerah.

“Perlu ada terobosan baru dalam pengelolaan pemerintahan negara. Dan kemampuan ini dimiliki oleh calon-calon alternatif, yang bukan dari partai politik,” tandas ibu peneliti senior LIPI itu seraya menyebut nama Fadel Muhammad sebagai salah satu figur yang layak dilirik oleh rakyat.

Pembicara terakhir, Yudi Latief mengulas mengenai fenomena ramainya pendatang dadakan di pentas perpolitikan Indonesia saat ini yang mendeklarasikan diri mampu menjadi pemimpin Indonesia. Ia kemudian mengingatkan prinsip demokrasi dengan menyitir pendapat Montesquieu, seorang filosof Prancis.

“Demokrasi, menurut Montesquieu, terhambat tidak hanya ketika seseorang terkendala untuk menjadi pemimpin, namun juga karena terlalu banyak orang yang mengaku bias menjadi pemimpin,” ujarnya.

Keadaan banyaknya jumlah orang yang tiba-tiba muncul mempromosikan diri untuk jadi pemimpin bangsa “secara instant” adalah hal yang perlu disikapi dengan arif.

“Yang paling penting saat ini adalah bagaimana kita mengedukasi pemilih agar mereka tidak terjebak oleh popularitas dan ketenaran seseorang. Pemilih harus dididik untuk memilih pemimpin yang benar-benar memiliki kapasitas sebagai pemimpin,” lanjut pria yang akrab dipanggil Yudi ini.

Pada akhir pemaparannya, Yudi Latif mengungkapkan bahwa pembuatan parameter kepemimpinan yang baik dan kredibel sangat diperlukan, yang salah satunya adalah bagaimana seseorang membuat kebijakan yang berkualitas dalam mengelola persoalan-persoalan daerah.

“Yang seharusnya menjadi ukuran potensialnya seoang kandidat pemimpin bukan dari usia muda dan umur tua-nya, tapi lebih kepada quality of judgment, kulaitas kebijakan yang dibuatnya,” pungkas Yudi.

POLITIK
* Sumber: Bagian Hubungan Antar-Lembaga dan Pemberitaan Sekretariat Jenderal DPD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar