Jumat, 01 Agustus 2008

Korupsi: Kredibilitas DPR di Titik Nadir

POLITIK
JAKARTA (Suara Karya): Kredibilitas anggota DPR kini boleh dikatakan berada di titik nadir akibat sejumlah anggotanya diduga terlibat praktik korupsi. Untuk itu, di pemilu mendatang, partai politik harus memperbaiki rekrutmen calon anggota legislatif (caleg) sehingga kasus-kasus yang memalukan tidak terulang.

205860Demikian disampaikan peneliti The Habibie Centre Siti Zuhro dalam seminar bertajuk "Refleksi Perjalanan Bangsa dan Konsolidasi Demokrasi dalam Menyongsong Pemilu 2009", di Jakarta, Kamis (31/7).

Tampil pula sebagai pembicara anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan dan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Saiful Mujani.

Menurut Siti Zuhro, sebenarnya anggota DPR yang tidak terlibat kasus korupsi dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugasnya sebagai wakil rakyat lebih banyak. Namun, karena publikasi yang luas dan intensif dari media massa, citra DPR sebagai institusi menjadi rusak.

"Anggota DPR belum punya kredibilitas yang baik, sampai-sampai di-infotainment-kan," katanya.

Ia menambahkan, liputan media massa yang begitu intensif dan ekstensif terhadap sejumlah kasus yang melibatkan anggota Dewan, seperti korupsi, suap dan tindak asusila, secara tidak langsung juga telah membuat rakyat menjadi apatis dan khawatir terhadap partai politik.

Karena itu, menurut dia, perlu pemulihan akuntabilitas anggota DPR melalui peningkatan fungsi legislasi, perjuangan, dan pendanaan.

Siti Zuhro menilai parpol dan parlemen gagal melakukan demokratisasi karena banyak aspirasi masyarakat yang tidak direaliasikan. Ia mencontohkan, dengan sikap parlemen yang tidak begitu keras dan cenderung memolitisasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ketimbang memperjuangkan kebutuhan rakyat untuk memperoleh energi yang murah.

Ferry Mursyidan Baldan membantah masyarakat cenderung kehilangan kepercayaan terhadap parpol dan DPR. Menurut dia, banyaknya golput di pilkada sebagian besar diakibatkan karena kesalahan administrasi sehingga mereka tidak terdaftar dan tidak dapat memilih.

"Jadi, bukan karena rakyat apatis dan tidak percaya kepada parpol," tuturnya.

Mengenai pemberitaan yang begitu luas terhadap perilaku anggota DPR, Ferry mengatakan, hal itu sebagai konsekuensi demokrasi yang membuka kebebasan sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk mencari dan memperoleh informasi.

"Sebelumnya orang tidak tahu dia anggota DPR, setelah masuk infotaintment mereka jadi tahu itu anggota DPR," ujar Ferry.

Saiful Mujani mengatakan, mayoritas masyarakat merasa puas dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Jumlah yang merasa puas ini cenderung meningkat dalam sepuluh tahun terakhir.

Saiful mengatakan, komitmen masyarakat terhadap demokrasi sangat kuat. Tidak ada kelompok di masyarakat-- dengan kekuatan yang berarti-- yang menantang demokrasi.

"Masyarakat umumnya menghendaki Indonesia semakin demokratis. Masyarakat sudah mampu membedakan antara pemerintah sekarang dan pemerintah Orde Baru, di mana pemerintah yang sekarang jauh lebih demokratis dibanding Orde Baru. Namun bicara soal kesejahteraan, publik menghendaki agar Indonesia semakin demokratis, tapi lebih ingin lagi agar rakyat makin sejahtera," katanya.

Siti Zuhro dan Saiful Mujani berharap, partai politik dan kadernya di DPR bisa membangkitkan kembali semangat rakyat untuk memercayai parpol dan DPR sebagai alat untuk memperjuangkan aspirasi mereka.

Siti Zuhro mengingatkan, bagaimana pun parpol dan DPR adalah institusi demokrasi sehingga harus ada upaya untuk memperkuat peran dan legitimasi mereka di mata rakyat.

"Jadi, bukannya menghancurkan peran DPR dan parpol. Karena bagaimana pun, demokrasi akan bisa berjalan kalau DPR dan parpol melaksanakan tugasnya dengan baik," tuturnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Center for Indonesian National Policy Studies (Cinaps), Endah Dewi Nawangsasi, menilai masyarakat akan semakin apatis terhadap partai politik karena banyaknya anggota DPR dari kader partai yang terlibat kasus korupsi.

"Sangat disayangkan jika ternyata di Indonesia parpol banyak meloloskan pribadi-pribadi yang bermasalah untuk duduk di parlemen," kata Dewi di Depok, Kamis, menanggapi banyaknya anggota DPR yang diduga tersangkut kasus korupsi.

Menurut dia, parpol harus lebih dulu menyelesaikan masalah domestik yang menyeret dan mempertaruhkan nama baiknya di meja hijau. Seorang kader seharusnya matang dan mapan baik secara finansial maupun akademis.

"Seharusnya kader parpol punya dasar moral, etika yang stabil dan kuat, agar tidak terjadi cultural shock ketika telah duduk di parlemen," katanya.

Selain itu, katanya, kader parpol harus selalu dapat menjaga, menegakkan citra dan kehormatan lembaga tinggi negara, karena etika dan moralitas itu secara substansi mengikat diri sendiri dan institusi.

Ia mengatakan hal tersebut membuat semakin buram potret para anggota legislatif di hati masyarakat.

Dewi menyoroti dugaan sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang disebut-sebut menerima dana dari Bank Indonesia.

"Apa ini yang dinamakan demokrasi dan reformasi," katanya dengab nada bertanya.

Untuk itu, ia mengharapkan parpol seyogianya punya terobosan guna mengambil hati masyarakat dan mengembalikan kepercayaan, dan legitimasi publik. Menurut dia, parpol harus bekerja keras menyaring kadernya. (Rully)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar