Selasa, 20 April 2010

Keniscayaan Reformasi Birokrasi


Siti Zuhro
Ahli Peneliti Utama Bidang Politik LIPI


Selasa, 20 April 2010

Sulit dimungkiri bahwa terkuaknya skandal Bank Century dan mafia pajak telah membuat nurani publik makin ternista. Ketika banyak rakyat bergumul untuk sekadar bisa makan, ada sejumlah oknum yang asyik bersekutu mengkhianati mereka.
Lepas dari sosoknya yang kontroversial, dukungan rakyat kepada Susno Duadji atas berbagai dugaan kasus yang diungkapkannya secara jelas menunjukkan makin kerasnya gugatan akuntabilitas publik (public accountability) kepada para pemegang kekuasaan yang dinilai gagal menegakkan law enforcement dan keadilan. Terkuaknya kasus Bank Century dan mafia pajak menjadi bukti konkret pentingnya reformasi birokrasi secara komprehensif dan terus-menerus di semua pemegang kekuasaan (SDM) dan institusi kenegaraan. Tidak bisa tidak bahwa kasus tersebut harus dijadikan sebagai momentum reformasi birokrasi pada semua cabang kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif).
Ibarat "bedol desa", reformasi harus menyentuh baik suprastruktur politik (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) maupun infrastruktur politik (partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, media massa, dan tokoh politik/organisasi kemasyarakatan).
Tanggung jawab keberhasilan itu terutama berada di pundak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Presiden RI. Tanpa political commitment keduanya, hampir dipastikan reformasi birokrasi di semua instansi pemerintah dan pemerintah daerah akan kembali menjadi sekadar jargon kosong sebagaimana disaksikan rakyat dari rezim ke rezim.
Rakyat sangat berharap agar Presiden, khususnya, dapat bersikap lebih tegas, assertive, dan decisive dalam mengupayakan reformasi birokrasi mulai dari pusat sampai daerah. Penataan birokrasi perlu dilakukan dengan lebih konkret. Untuk itu, antara lain, diperlukan adanya penerapan merit system, reward and punishment.
Kuatnya power culture dan tabiat safety first philosophy (cari amannya saja) yang melekat dalam karakter birokrat juga perlu dieliminasi. Kebijakan remunerasi yang telah diberlakukan di beberapa instansi tetap penting untuk dilanjutkan, tetapi kebijakan tersebut harus disertai dengan pengawasan yang memadai dan upaya keras mengubah mental atau mindset birokrat dari budaya korup yang telanjur mengkronis selama ini. Tidak pada tempatnya apabila para pejabat dan korps institusi menunjukkan sikap defensifnya karena adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oknum-oknum di instansinya.
Sebagai pemilik sah negara, kesadaran rakyat perlu terus dibangkitkan untuk meningkatkan dukungan dan pengawalannya agar gerakan nasional reformasi birokrasi mendapat dukungan politik yang konkret dari Presiden dan para stakeholders negeri ini, baik di pusat maupun daerah, termasuk elite-elite parpol.
Tanpa pengawalan dan dukungan yang berkelanjutan, momentum reformasi birokrasi akan kembali stagnan dan kehilangan geregetnya. Untuk itu, sudah seharusnya rakyat tak lagi menunjukkan sikap permisifnya kepada para koruptor dan pengkhianat negara. Momentum skandal Bank Century dan pajak terlalu mahal untuk dibiarkan menguap. Sebab, hanya di tangan rakyat itu sendiri baik-buruk nasibnya bergantung.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar