Kamis, 15 April 2010

Arif Wibowo: Pengawasan Parpol Terhadap Birokrasi Belum Efektif

Politikindonesia - Tak dapat dipungkiri, gagalnya reformasi birokrasi di Indonesia disebabkan lemahnya pengawasan partai-partai politik terhadap jalannya birokrasi. Kepentingan-kepentingan politik membuat birokrasi menjadi tidak mandiri. Karena itu reformasi birokrasi juga harus diartikan sebagai reformasi partai-partai politik.

Demikian diungkapkan Arif Wibowo, anggota Komisi II DPR dari F-PDIP yang ditemui politikindonesia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (15/04). Arif mengatakan, parpol harus memperbaiki mekanisme rekruitmen. Parpolnya harus semakin baik. Juga harus mau secara terbuka diawasi oleh masyarakat.

Arif mengakui, birokrasi selama ini menjadi mesin politik dari suatu kepentingan parpol. Bahkan dalam artian yang lebih sempit, menjadi kepentingan mafia birokrasi. Karena itu menurut Arif, parpol pemenang pemilu memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengawasi jalannya birokrasi. Dalam artian, gagalnya reformasi birokrasi juga berarti gagalnya parpol tersebut dalam mengawasi jalannya birokrasi.

Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jember itu menambahkan, selama ini yang selalu mendapat tudingan atas gagalnya reformasi adalah lembaga perwakilan. Namun sebenarnya semua lembaga bermasalah. Karena itu harus segera dilakukan perubahan secara menyeluruh. Komisi II kini tengah menunggu grand design reformasi birokrasi dari Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. “Tahun ini diharapkan sudah rampung,” ujarnya.

Grand design tersebut menurut Arif setidaknya mencakup tiga hal penting. Utamanya, pengawasan. Kedua, birokrasi harus ramping. Ketiga, rentang kendalinya harus diperpendek. Jangan seperti sekarang katanya, sudah pengawasannya lemah, birokrasinya gemuk dan rentang kendalinya panjang sehingga sulit untuk dikontrol. “Sistem semacam ini, rentan terhadap Kolusi, Korupsi dan Nepotisme,” tegasnya.

Tak hanya itu, tambah Pria kelahiran Madiun 28 Juni 1968 itu. Birokrat, sebagai pelaksana birokrasi itu memiliki kewenangan teknis. Ia bukan pengambil kebijakan. Karena itu ke depan hal itu harus dibatasi. Diakui, selama ini birokrasi mengambil sebagian besar kebijakan yang ada. Padahal dalam praktiknya, siapapun menteri yang memimpin birokrasi, nyatanya tidak pernah mampu mengendalikan birokrasi.

Arif menegaskan, jika mau membersihkan birokrasi dari hal-hal yang sifatnya koruptif, maka tidak cukup jika hanya ditangani suatu Kementerian PAN saja. Perlu ada institusi khusus yang bertugas secara penuh dalam upaya reformasi birokrasi. Sehingga dapat fokus mengatasinya.

“Menpan memang ada upaya ke sana tetapi menurut saya kurang fokus karena terlalu banyak yang harus diurusi,” ujarnya.

Institusi khusus tersebut, apapun namanya, harus diberi kewenangan untuk memeriksa seluruh harta kekayaan pejabat. Tidak saja yang duduk di lembaga perwakilan tetapi juga di semua lembaga tinggi negara. “Pokoknya semua institusi birokrasi harus dicek daftar kekayaan mereka,” tambahnya.

Arif tidak sependapat dengan langkah reformasi birokrasi yang hanya mengutamakan remunerasi, tanpa memperketat sistem pengawasannya. Tentang bagaimana sistem pengawasan yang efektif dan berdaya guna, nantinya akan dibahas bersama pemerintah.

Senada dengan Arif, pengamat politik LIPI, Siti Zuhro dalam diskusi bertajuk “Mafia Kasus di Pusat dan Daerah”, di Jakarta, Rabu (07/04) juga mengatakan, reformasi birokrasi yang selama ini digaungkan pemerintah ternyata belum sepenuhnya membebaskan birokrasi dari cengkeraman kepentingan politik pragmatis. Sebaliknya, birokrasi justru kerap dimanfaatkan untuk memenuhi kepentingan politik partai sehingga menyebabkan terhentinya agenda reformasi birokrasi di tingkat pusat dan daerah.

Menurut Siti, reformasi birokrasi hingga saat ini masih sebatas retorika politik yang belum mampu dilaksanakan secara serius oleh pemerintah. “Sekarang ini, reformasi birokrasi belum mampu mewujudkan aparat birokrasi yang profesional. Kita bakan seperti kembali ke era Orde Lama, di mana birokrasi sering menjadi rebutan kepentingan partai. Reformasi birokrasi belum ditata serius,” ujar Siti.
(sa/yk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar