Selasa, 28 Juli 2009

Golkar Perlu Darah Segar


R Siti Zuhro

Peneliti Utama LIPI

Lengkap sudah kegagalan Partai Golkar setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi suara nasional Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. Lepas dari gugatan hukum yang akan diajukan Golkar ke Mahkamah Konstitusi (MK), secara implisit kenyataan tersebut menunjukkan perlunya kepemimpinan baru partai yang bisa mengangkat dan memperbaiki kembali citra dan kekuatan politiknya di mata rakyat. Pernyataan Jusuf Kalla (JK) yang tak akan mencalonkan diri lagi tentu patut diapresiasi. Sikap tersebut jelas menunjukkan kesatriaan dan tanggung jawabnya atas ketidakmampuan dalam mengemban cita-cita partai.

Kegagalan Partai Golkar dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pilpres 2009 menunjukkan bahwa partai tersebut telah kehilangan inovasi, improvisasi, dan daya pikatnya di mata rakyat. Golkar Baru yang pernah digulirkan Akbar Tandjung tampak makin kehilangan "roh". Karena itu, sudah saatnya ada kepemimpinan baru di Golkar.

Sebagai parpol besar hasil Pileg 2004, Golkar memiliki banyak sekali kader muda yang cerdas, piawai, dan tangkas. Kehadiran kader muda Golkar itu penting untuk memutus stigma negatifnya atas keterkaitannya dengan Orde Baru yang dipandang korup, kolutif, dan nepotis. Karena itu, regenerasi dan suksesi kepemimpinan di Golkar menjadi suatu yang niscaya. Proses regenerasi idealnya memberikan peluang besar kepada generasi muda yang kompeten dan berintegritas untuk tampil. Sebagai parpol besar, Golkar memiliki banyak sekali kader muda yang cerdas, piawai, dan tangkas. Selain karena tuntutan perubahan, kehadiran para manajer dan eksekutif muda di Golkar diharapkan dapat melakukan proses penyegaran.

Dengan melakukan regenerasi bukan berarti menafikan keberadaan kader-kader partai senior. Ada banyak tempat pengabdian yang memungkinkan mereka dapat meneguhkan dirinya sebagai pemimpin nasional, dan bukan sekadar manajer partai. Dengan sistem demokrasi seperti sekarang ini, sangat dibutuhkan tokoh-tokoh dan pemimpin politik yang pengaruhnya melewati batas ikatan primordial partai, etnik, agama, dan kelas sosialnya. Oleh karena itu, sesuai dengan tuntutan zaman, ke depan seorang ketua partai tidak dengan sendirinya dapat diusung menjadi calon presiden atau kepala daerah.

Meskipun dalam kontestasi calon ketua Partai Golkar nantinya terbuka untuk siapa pun, kompetisi yang demokratis, free and fair perlu dibangun. Kader tua dan muda partai mendapat peluang sama. Sebagai organisasi modern yang sudah sangat mapan seharusnya Golkar bisa hidup tanpa bergantung pada individu pengusaha atau individu yang memiliki kemampuan finansial.

Oleh karena itu, ke depan proses suksesi dan regenerasi Golkar tidak boleh dikotori oleh money politics. Sebab, hal itu tidak hanya akan melahirkan pemimpin yang berumah di atas "awan", tetapi juga pemimpin semu dan rapuh, yang akan menghancurkan masa depan Partai Golkar.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar