Selasa, 31 Juli 2007

Penguatan Parlemen

178731

R Siti Zuhro

Peneliti LIPI


Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa ketentuan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan hanya parpol/gabungan parpol yang dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah bertentangan dengan UUD 1945. Disukai atau tidak, keputusan tersebut membuktikan amandemen konstitusi kita memang belum mencerminkan cita-cita kedaulatan rakyat, keadilan, kesejahteraan rakyat, dan persatuan Indonesia. Secara tersirat ini mengindikasikan pentingnya dilakukan amandemen konstitusi untuk memperbaiki sistem politik dan pemerintahan kita.

Mengingat prosesnya tak mudah dan panjang, untuk jangka pendek perhatian kita perlu diberikan kepada proses revisi UU politik yang kini dibahas DPR. UU politik perlu diarahkan untuk memperkuat dan meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan presidensial. Ini sangat krusial karena sejarah parlemen kita kerap ditandai dengan kekisruhan politik dan rendahnya produktivitas parlemen.

Sebenarnya penataan sistem perwakilan di Indonesia sudah mulai sejalan dengan sistem pemerintahan presidensial, yakni dengan dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kehadiran DPD memperlihatkan keinginan kita sebagai bangsa untuk menganut sistem parlemen bikameral ("dua kamar").

Posisi DPR yang lebih dominan daripada DPD telah membuat mekanisme checks and balances antarbagian parlemen menjadi sangat timpang. Karena itu, untuk membangun sistem parlemen "dua kamar" yang kuat, MPR tak bisa lagi dipertahankan sebagai lembaga tersendiri yang seolah-olah terpisah. Selain itu, DPD juga perlu diberi fungsi legislasi agar hak dan kewajibannya tidak terlalu jauh dengan hak dan kewajiban DPR. Paling tidak, DPD diberi fungsi dan hak legislasi dalam hal-hal menyangkut hubungan pusat-daerah, persoalan otonomi daerah, pengawasan, dan anggaran daerah.

Ada tiga alasan mengapa pemberlakuan sistem parlemen bikameral menjadi penting. Pertama, ini merupakan konsekuensi logis pemurnian sistem pemerintahan presidensial hasil amandemen konstitusi. Kedua, merupakan bagian penegasan dan pelembagaan mekanisme checks and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif di satu pihak, dan antara bagian-bagian parlemen sendiri. Ketiga, sebagai upaya penguatan lembaga legislatif agar kinerjanya lebih efektif.

Selain itu, peningkatan kapasitas lembaga dan kualitas anggota parlemen juga mutlak diupayakan guna menegaskan rasionalitas demokrasi dan keteraturan pemerintahan. Selama ini sering dijumpai kekritisan DPR yang lebih memperlihatkan nuansa kepentingan politik sempit dan berjangka pendek. Tidak jarang permainan politik mereka merupakan cara yang biasa dijumpai dalam sistem parlementer yang perdana menterinya dapat dijatuhkan parlemen karena perbedaan kebijakan dengan mayoritas anggota parlemen.

Karena itu, susunan dan kedudukan DPR perlu pula ditata kembali guna mendukung kemurnian dan efektivitas sistem presidensial serta demi kestabilan dan kelancaran agenda pemerintahan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar