Jumat, 28 Februari 2014

Siti Zuhro : Ada Inovasi Pelayanan Publik yang Radikal

sinovikinterview

JAKARTA - Ruang Majapahit Kementerian PANRB kembali menjadi ajang presentasi para inovator peserta  kompetisi inovasi pelayanan publik tahun 2014. Setelah hari pertama menampilkan tujuh innovator, Jumat  (28/02), sebanyak 6 unit pelayanan publik mempresentasikan inovasinya.
Inovasi yang ditampilkan antara lain whistleblower system (KPK), upaya  aksi mewujudkan wilayah bebas dari korupsi pada jembatan timbang (Provinsi Jawa Timur), sistem informasi Puskesmas terintegrasi (Kota Cimahi), serambi difusi Iptek (Provinsi Sumatera Selatan), rumah sehat lansia (Kota Yogyakarta), dan rapor online (Kota Surabaya).
Deputi  Pelayanan Publik Kementerian PANRB Mirawati Sudjono menyatakan, proses wawancara dan presentasi ini harus dilalui para inovator, karena banyak hal yang tidak terungkap di proposal bisa terpresentasikan dengan jelas disini, “Banyak yang melebihi ekspektasi. Ternyata banyak inovasi yang tidak terekspose oleh media dan ini harus kita bawa ke tingkat nasional,“ ujarnya ketika menyaksikan presentasi dan wawancara para peserta. Ditambahkan, banyak inovasi yang bisa direplikasi dearah-daerah lain, sehingga bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik secara nasional.
Menurut peneliti LIPI Siti Zuhro, banyak yang melakukan  inovasi cukup radikal, tetapi  ada juga yang melakukannya  business as usual.  “Ada yang sangat memuaskan dan bermanfaat bagi masyarakat lokal,” ujarnya.
Peneliti LIPI ini mengapresiasi kompetisi inovasi pelayanan publik yang dilakukan Kementerian PANRB ini. “Ini bagian tak terpisahkan dari tujuan reformasi birokrasi. Ternyata banyak daerah yang melakukan peningkatan kualitas pelayanan publik,” imbuhnya. (sgt/HUMAS MENPANRB)

Rabu, 12 Februari 2014

Siti Zuhro : Iklan Pemilu Harus, Iklan Politik Jangan

Siti Zuhro : Iklan Pemilu Harus, Iklan Politik Jangan
inilah.com
Siti Zuhro, peneliti senior bidang politik LIPI
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Bermunculannya iklan politik yang dikemas sedemikian rupa oleh baik oleh para pihak yang mengklaim calon presiden atau partai politik (Parpol) mendapat perhatian dari Peneliti Senior Bidang Politik LIPI, R Siti Zuhro.
Saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik "Bangga Jadi Pemilih Pemula", Siti mengatakan bentuk iklan harus dibedakan dalam dua kriteria. Iklan Pemilu dan politik.
"Kalau iklan Pemilu harus. Tapi kalau iklan politik, ya jangan lah. Kita lihat mulai banyak protes dari masyarakat atau media tertentu. Karena dianggap kampanye curi start," ucapnya saat ditemui di sela-sela diskusi yang digelar di Aula STAI Darusalam, Martapura, Rabu (12/2/2014).
Siti mengakui bahwa ada beberapa pemilik media ikut menjadi kontestan Pemilu. Dan rupanya itu sudah mendapat respon dari penyelenggara Pemilu.
"KPU dan Bawaslu bekerja sama dengan Komisi Penyiaran sudah berupaya untuk memberikan penalti kepada media tersebut agar tidak melanggar terus," kata dia.

#LIPI rapor anggota DPR RI formappi
LIPI Bakal Sebarluaskan Rapor Anggota DPR RI


Penulis: Rendy Nicko
Editor: Halmien

Kamis, 06 Februari 2014

Siti Zuhro: Jokowi Sosok Tranformatif

Siti Zuhro: Jokowi Sosok Tranformatif
Tribunnews.com
Siti Zuhro
BANGKAPOS.COM, JAKARTA -- Peneliti senior Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), R. Siti Zuhro melihat sosok Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi)  dinilai masyarakat layak memimpin Indonesia ke depan.
Siti katakan, saat ini masyarakat melihat sosok Jokowi sebagai tokoh transformatif, yang bisa membawa satu perubahan yang lebih baik bagi bangsa ini kedepan.
"Kita jangan menutup mata kepada sesuatu yang memang menjadi riil fenomena. Pak Jokowi sekarang ini sedang digandrungi oleh rakyat. Dan ternyata luas sekali, bukan hanya di Jakarta," ungkap Siti usai Diskusi Dalam Rangka Harlah PKPI Ke-15, Rabu (5/2/2014) di Media Center DPN PKPI, Jakarta.
Paling tidak itu juga terlihat dari adanya pernyataan sejumlah masyarakat yang menyatakan, "kalau Jokowi tidak maju sebagai Capres pada Pilpres, maka angka golput akan meningkat."
"Itu tandanya masyarakat (civil society) kita itu bangkit. Itu yang membedakan Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Kalau dulu kami, semua masyarakat di-fait acomply oleh partai-partai, ya silakan, tidak punya pilihan. Ya sudah kita memilih siapapun yang dipromosikan partai," tutur dia.
Namun saat ini, dia lanjutkan, tidak demikian. Karena masyarakat punya pilihan sendiri siapa Capres yang menurutnya layak memimpin Indonesia kedepan.
Kembali ke Jokowi, kata dia, maju atau tidaknya menjadi Capres tetap tergantung pada PDI-Perjuangan.
"Mau PDIP mempromosikan (Jokowi sebagai Capres) atau tidak, itu tergantung dan itu urusan internalnya. Urusan rakyat sudah cukup mengatakan kami ingin mempromosikan dia (Jokowi)," jelasnya.

Terkait    #jokowi
Editor: edwardi
Sumber: Tribunnews

Minggu, 02 Februari 2014

Siti Zuhro: Indonesia Terjebak Oleh Kepemimpinan Semu



Semarang, baranews.co
- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia R. Siti Zuhro berharap politik uang tidak mewarnai pelaksanaan Pemilihan Umum 2014 karena hanya akan melahirkan kepemimpinan kuasi (semu).


"Jika lebih berorientasi pada faktor akseptabilitas semu dan mengabaikan faktor visi, kapabilitas, dan integritas, akan melahirkan 'quasi leadership' (kepemimpinan kuasi)," kata Prof. R. Siti Zuhro, M.A., Ph.D. ketika dihubungi oleh Kantor Berita Antara dari Semarang, Minggu (2/2).

Menyinggung soal pemimpin yang mumpuni hingga sekarang belum muncul, Prof. Wiwieq - sapaan akrab R. Siti Zuhro - mengungkapkan, selama ini ada deviasi yang mewabah dalam proses rekruitmen pemimpin di banyak bidang yang lebih berorientasi pada faktor akseptabilitas semu.
"Akseptabilitas semu yang semata-mata didasarkan atas popularitas, koneksitas (nepotisme), uang (money politics), nasab (keturunan)," kata dosen tetap pada Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Riau itu.

Alumnus Curtin University, Perth, Australia itu lantas memaparkan tiga karakter kepemimpinan kuasi, yakni "attitude", lebih sebagai politikus daripada pemimpin; "behaviour", lebih transaksional daripada transformatif; dan "actions/decisions", lebih simbolis daripada fungsional.
Prof Wiwieq lantas menjelaskan indikator perilaku politikus versus pemimpin. Kalau politikus lebih "power oriented" atau berusaha memperoleh, mengelola, dan mempertahankan kekuasaan. Dalam hal ini, kekuasaan adalah tujuan.

Sebaliknya, pemimpin lebih berorientasi pada idealisme/tujuan dengan memanfaatkan kekuasaan yang diberikan atau tidak terpesona dengan kekuasaan, dan berani kehilangan kekuasaan demi cita-cita yang diyakini. "Contohnya Hatta dan Gandhi yang menjadikan kekuasaan alat untuk mencapai tujuan," kata Prof. Wiwieq yang juga alumnus jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember. (uc/ant)

Siti Zuhro: Pemuja Jokowi itu orang sakit

Gaya kepemimpinan merakyat itu wajar


Editor:

Siti Zuhro: Pemuja Jokowi itu orang sakit - Gaya kepemimpinan merakyat itu wajar - Pakar ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan jika para pemuja Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi merupakan orang sakit.
(Foto: DOK. LICOM) Pakar ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan jika para pemuja Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi merupakan orang sakit.


LENSAINDONESIA.COM: Pakar ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan jika para pemuja Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi merupakan orang sakit.
Menurut Siti Zuhro, memuja Jokowi sebagai sosok Capres 2014 dengan gaya blusukannya yang seperti dewa dan malaikat itu merupakan perilaku sakit. Sama seperti perilaku yang mewajarkan sosok pejabat korup.
“Kalau ada pemimpin yang baik, yang normal, kita mitoskan itu dia dewa, malaikat. Nah itu penyakit menurut saya. Jadi ndak usahlah. Pemimpin itu harus amanah, harus mendedikasikan diri buat rakyat, itu wajar,” kata Siti Zuhro saat berbincang dengan LICOM di Jakarta, Minggu (0202/2014).
Siti Zuhro juga menegaskan jika sebagian besar masyarakat Indonesia telah salah menilai Jokowi sebagai pejabat publik. Siti Zuhro menjelaskan, gaya kepemimpinan Jokowi yang membumi seharusnya dipandang sebagai suatu hal lumrah yang memang seharusnya dilakukan oleh setiap pejabat publik.
Sayangnya, kebanyakan masyarakat justru melumrahkan perilaku pejabat publik yang korup. “Justru kalau ada Kepala Daerah atau Pejabat Publik yang korup, itu yang aneh, jangan dianggap biasa. Itu hal yang salah, tapi kita anggap normal,” tambah Siti Zuhro.
Lebih lanjut Siti Zuhro mengatakan, pola pikir terbalik tersebut terbentuk di tengah masyarakat akibat kurangnya sosok pemimpin berkualitas di Indonesia.
Menurut Siti Zuhro, masyarakat lebih banyak dipertontonkan perilaku korup para pejabat dibanding perilaku positif para pejabat. Hingga akhirnya mengembangkan pola pikir tersebut dalam masyarakat.
“Karena tidak ada teladan tadi, lalu kita melakukan praktik-praktik yang tadi itu, dibayar untuk memilih itu hal yang biasa. Makanya kita sakit. Dan karena tidak normal dianggap normal, maka kita sakit, namun kita tidak sadar kalau kita sakit.” jelas Zuhro.
“Artinya, masyarakat Indonesia, kita semua ini dalam keadaan sakit. Bayangkan, yang normal kita anggap aneh, yang aneh kita anggap normal, gitu,” pungkas Siti Zuhro.@yudisstira

Sabtu, 01 Februari 2014

CAPRES DEMOKRAT: Peserta Konvensi Diminta Tiru Gita Wirjawan

GITA WIRJAWAN MUNDUR - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan memasuki ruang untuk jumpa pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (31/1). Gita Wirjawan mundur dari jabatannya saat ini sebagai Menteri Perdagangan di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II menyusul keikutsertaannya dalam konvensi capres Partai Demokrat. (Antara)



JAKARTA (Suara Karya): Peserta konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat yang memegang jabatan di pemerintahan dan lembaga negara diminta mengikuti jejak Gita Wirjawan dan Dino Patti Djalal yang mundur dari jabatannya. Dengan demikian, mereka bisa berfokus pada keikutsertaan dalam konvensi dan terhindar dari penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

Peringatan ini disampaikan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro, pengamat politik Pol-Tracking Institute Hanta Yuda, pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit, dan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, di Jakarta, Jumat (31/1).
Siti Zuhro mengimbau semua peserta konvensi capres Partai Demokrat yang kini menduduki jabatan publik maupun politik agar mengikuti sikap yang ditempuh Gita Wirjawan dan Dino Patti Djalal.
 "Kita tahu, peserta konvensi ini ada menteri, Ketua DPR, Ketua DPD, anggota DPR, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan gubernur. Agar mereka bisa berfokus pada kegiatan konvensi, sebaiknya mereka juga mundur dari jabatan-jabatan itu," kata Siti Zuhro kepada Suara Karya.
Menurut Siti, kalau saat ini banyak pejabat peserta konvensi yang tidak mau melepas jabatannya, hal itu dikarenakan aturan yang ditetapkan oleh Komite Konvensi Partai Demokrati tidak tegas.
"Harusnya panitia konvensi memberikan aturan yang tegas kepada peserta. Tapi, karena ketidaktegasan ini, akhirnya banyak yang tidak fokus. Mereka sibuk sosialisasi ke 34 provinsi. Akhirnya tugas inti sebagai pejabat negara terabaikan," kata Siti Zuhro.
Pendapat serupa disampaikan Hanta Yuda. "Ini contoh yang baik bagi menteri lain seperti Dahlan Iskan, termasuk peserta konvensi lain yang masih menduduki jabatan publik," ujarnya.
 Gita Wirjawan secara resmi telah mengumumkan pengunduran dirinya dari kursi Menteri Perdagangan di Jakarta, Jumat (31/1). Gita mundur dengan alasan ingin berfokus bertarung dalam konvensi capres Partai Demokrat.
Surat pengunduran dirinya sudah dilayangkan. Menurut Gita, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menyetujui. "Saya mengundurkan diri dari jabatan Menteri Perdagangan Republik Indonesia efektif 1 Februari 2014," kata Gita.
Ia merupakan satu dari 11 peserta konvensi capres Partai Demokrat. Aktivitas politiknya belakangan ini kerap dikaitkan dengan kinerjanya sebagai Menteri Perdagangan.
Menurut Hanta, menteri yang ikut konvensi ditengarai memiliki akses fasilitas milik negara dan bersentuhan langsung dengan kinerja pemerintahan. Hal itu berbeda dengan para peserta konvensi yang berasal dari kalangan parlemen seperti DPR dan DPD.
Meski demikian, menurut Hanta, posisi Mendag yang dipegang Gita tidak mempunyai variabel positif untuk mendongkrak elektabilitasnya. Bisa dikatakan posisi menteri tak menjadi panggung strategis bagi Gita. Bahkan, saat ini ada sejumlah masalah yang membelit kementeriannya.
Ia menilai, mundurnya Gita tidak bisa disebut sebagai strategi untuk menaikkan popularitas. Karena, kondisi itu jauh berbeda dengan langkah SBY pada waktu itu mundur dari kabinet Megawati.
Hal berbeda disampaikan Arbi Sanit. Dia berpendapat, para bakal calon presiden sebaiknya tidak memanfaatkan jabatan publik untuk mencapai tujuan politiknya. "Jadi, alangkah baiknya mereka yang ikut konvensi untuk mundur saja. Itu pasti akan mendapat apresiasi karena lebih ideal bagi pembelajaran demokrasi," katanya.
Dia menambahkan, jika peserta konvensi tak mundur dari jabatan publik, akan memicu penurunan kinerja dan kemungkinan tergoda untuk memanfaatkan kekuasaan demi pemenangan "kampanye".
 Dia mengatakan, pejabat yang ikut konvensi mirip dengan seorang petahana (incumbent). "Mundur dari jabatan publik adalah risiko yang harus diambil ketika menjadi peserta konvesi. Dalam konteks ini, mereka yang ikut konvensi mirip dengan calon petahana yang kembali ikut dalam pemilu. Mereka punya akses luas terhadap infrastuktur jabatan untuk keuntungannya," katanya.
Sementara itu, jika sang pejabat tetap berkukuh tak mundur, muncul ketidakjelasan posisi. "Artinya, banyak pihak sulit membedakan kegiatan terkait jabatannya dengan aktivitas konvensi," ujar Arbi.
Julian Aldrin Pasha berharap keputusan yang sama dapat diambil Menteri BUMN Dahlan Iskan yang juga menjadi peserta konvensi. "Pak Gita kan bukan satu-satunya peserta konvensi Demokrat yang saat ini menjadi menteri. Seyogianya menteri lain yang ikut konvensi juga memiliki pertimbangan yang sama dengan Pak Gita," kata Julian.
Ia menegaskan, pengunduran diri Gita baru efektif setelah Presiden SBY mengumumkan menteri baru. "Sebelum diputuskan atau diumumkan penggantinya secara resmi, Pak Gita tetap menjabat Mendag," ujarnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi secara terpisah mengatakan, calon pengganti Gita menunggu keputusan Presiden SBY. "Ini adalah keputusan yang sudah diambil. Kita nanti tinggal menunggu keputusan Presiden terkait dengan Kementerian Perdagangan," ujar Bayu yang mendampingi Gita Wirjawan saat mengumumkan pengunduran diri sebagai Menteri Perdagangan di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (31/1).
Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tidak berniat mengikuti langkah Gita mundur dari jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Dahlan tetap memilih melanjutkan tugasnya sebagai komandan perusahaan-perusahaan pelat merah.
Alasannya, Dahlan belum dipastikan sebagai calon presiden yang bakal diusung oleh partai bernomor urut tujuh itu. (Kartoyo DS/Feber S)