Senin, 04 Oktober 2010

EVALUASI KABINET: Kemendagri Belum Menggembirakan


Siti Zuhro,

Pakar Pemerintahan dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).



Senin, 4 Oktober 2010

JAKARTA (Suara Karya): Kinerja Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam satu tahun Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dinilai belum menggembirakan. Indikatornya, terlihat dari kegagalan dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemilihan umum kepala daerah (pilkada) di banyak daerah yang berujung pada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), serta maraknya konflik horizontal di antara kelompok masyarakat.
Dengan kinerja Kemendagri seperti ini bukan tak mungkin, Mendagri Gamawan Fauzi bisa terkena reshuffle (perombakan) kabinet pada Oktober ini.
Demikian pendapat pakar pemerintahan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Taufiq Hidayat, pengamat politik Boni Hargens, dan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Reydonnyzar Moenek secara terpisah di Bandung dan Jakarta, Minggu (3/10).
Siti Zuhro mengatakan, lemahnya kinerja Kemendagri yang dipimpin Gamawan Fauzi sebenarnya mencerminkan kinerja hampir semua menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.
"Tadinya, kinerja seratus hari pemerintahan SBY-Boediono dan menteri-menteri KIB II yang tidak memuaskan bisa dimengerti karena adanya gonjang-ganjing kasus Bank Century. Namun, ternyata hampir satu tahun ini, menteri-menteri tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan. Saya kira Pak SBY juga tidak puas sehingga berencana melakukan evaluasi kinerja para menteri pada Oktober ini," kata Siti Zuhro dalam diskusi "Evaluasi Kementerian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah" yang digagas Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Kementerian Dalam Negeri di Bandung, Jawa Barat, Minggu (3/10).
Dia menyebutkan, kinerja Kemendagri yang dipimpin Gamawan Fauzi dianggap banyak pihak belum memuaskan. Sebab, Kemendagri tidak menunjukkan kinerja yang mampu mendorong peningkatan pelayanan publik, kesejahteraan, tata kelola pemerintahan yang baik, dan peningkatan daya saing daerah.
Siti Zuhro menilai, prestasi Kemendagri yang baik hanya dalam penyusunan dan pengawasan terhadap regulasi atau peraturan-peraturan yang menyangkut pemerintah daerah, seperti penertiban 1.800 perda-perda bermasalah.
"Namun, dalam segi pelaksanaan politik keamanan, khususnya menyangkut stabilitas keamanan di daerah, Kementerian Dalam Negeri tampaknya kedodoran," ujarnya.
Hal ini terlihat dengan sering munculnya konflik-konflik dan kerusuhan serta munculnya kasus-kasus gugatan dalam pilkada di banyak daerah. "Ini belum lagi dengan pemekaran daerah yang ternyata memboroskan keuangan dan tidak berhasil menyejahterakan rakyat di daerah. Ini pekerjaan yang paling berat buat Mendagri," kata Siti Zuhro.
Menurut dia, stabilitas politik dan keamanan nasional menandakan bahwa elite politik maupun pemerintah telah gagal dalam mengelola dan mempromosikan demokrasi yang substantif di Indonesia. Padahal tujuan demokrasi itu, tutur Siti, seharusnya mampu menciptakan rasa saling percaya satu sama lainnya.
"Politik keamanan nasional saat ini memprihatinkan, masyarakat dengan mudahnya melakukan kekerasan, baik dalam pilkada maupun kekerasan yang terjadi di tingkat sosial kemasyarakatan," kata Siti.
Ia mengingatkan, pada pelaksanaan pilkada di masa Mendagri Ma'ruf dan Mardiyanto, konflik serta kekisruhan boleh dikatakan minim. "Pada pilkada 2005 hingga 2008, konflik pilkada hanya di Maluku Utara dan di Kabupaten Tuban. Tapi, pada 2009 dan 2010 ini, hampir setiap pelaksanaan pilkada diwarnai gejolak dan ketidakpuasan. Tidak saja melahirkan gugatan, tapi juga konflik massa yang menelan korban jiwa," tuturnya.
Sementara itu, Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek dalam acara yang sama mengatakan, Mendagri Gamawan Fauzi telah melakukan berbagai langkah untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
"Kita harus melihat dulu di mana kekurangan dan kesalahan yang muncul, apakah di tatanan konsep atau dalam tataran pelaksanaan. Komitmen menciptakan pemerintahan yang baik itu bukan tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat atau Kemendagri semata, melainkan juga tergantung pada pemda dan masyarakat di daerah sendiri," ujarnya.
Dia mencontohkan, terjadinya konflik-konflik di daerah jangan ditimpakan kesalahan kepada Kemendagri dan Mendagri. "Pemda juga harus punya inisiatif untuk mencegah dan menyelesaikan konflik yang muncul," ujarnya.
Reydonnyzar Moenek menambahkan, Kemendagri telah berusaha agar pelaksanaan otonomi daerah bisa mencapai tujuan, yakni menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan pelayanan publik. "Komitmen ini yang berupaya dilaksanakan Mendagri dengan sebaik-baiknya," tuturnya.
Sementara itu, Taufiq Hidayat, saat dihubungi Suara Karya di Jakarta, Minggu (3/10), menilai, penyelenggaraan program otonomi daerah maupun pemekaran wilayah belum berjalan maksimal. Hal tersebut terlihat dari adanya upaya rasionaliasi dari program tersebut.
Menurut dia, sampai saat ini masih banyak ditemukan kepala daerah yang melakukan tindak korupsi dalam mengelola pemerintahannya.
"Dapat dilihat bahwa kepala daerah itu tidak bisa mengelola pemerintahannya tanpa melakukan korupsi. Banyak kepala daerah yang tersangkut persoalan hukum," ujarnya.
Tak hanya itu, ujar Taufiq, konflik-konflik yang muncul saat pemilihan kepala daerah juga menjadi salah satu indikator bagaimana pelaksanaan otda itu berlangsung.
Sedangkan Boni Hargens menilai, Kemendagri masih berkutat dalam berbagai wacana tentang perbaikan pelayanan dan good governance.
Semuanya, ujar dia, hanya sekadar untuk memenuhi tuntutan jabatan dan bukan untuk negara atau rakyat, sehingga tidak ada realisasinya di lapangan.
Karena itu, di berbagai daerah bermunculan berbagai konflik horizontal dan tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Padahal, Depdagri melalui Kesbangpol seharusnya telah memiliki peta daerah rawan konflik dan juga acuan untuk pemecahan masalah atau antisipasinya.
Boni menilai, cakupan Kesbangpol sangat luas, meliputi masalah hukum, perundang-undangan, dan budaya, mengakibatkan masalah yang ditangani tidak bisa fokus, bahkan cenderung terjadi tumpang tindih. (Victor AS/Joko S/Tri Handayani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar