Selasa, 30 Januari 2007

Ancaman Revolusi Sosial

165631
R Siti Zuhro

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)


Sejak 2004 Indonesia mengalami musibah yang bertubi-tubi, mulai dari tsunami, gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, lumpur Lapindo, sampai banjir. Tak hanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang telah menyengsarakan kehidupan ekonomi masyarakat luas, tapi musibah tersebut juga menambah derita rakyat.

Sementara itu, era reformasi sekarang ini belum memberikan jawaban konkret atas pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Jumlah penduduk miskin tahun lalu mencapai sekitar 39,1 juta, penduduk hampir miskin 28,6 juta, dan penduduk di bawah kemiskinan mencapai 67,7 juta jiwa.

Jumlah pengangguran juga meningkat menjadi 11,1 juta dan setengah menganggur 29,9 juta jiwa. Diperkirakan total pengangguran mencapai 41 juta (38,6%) dari angkatan kerja atau 18,5% jumlah penduduk. Realitas sosial ini mengindikasikan kesengsaraan rakyat Indonesia sekarang.

Pemerintah telah membuat langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun angka kemiskinan dan pengangguran tak juga menunjukkan penurunan. Lantas, apa yang salah dengan governance yang berlangsung selama ini?

Makna governance merujuk pada kapasitas pemerintah dalam membuat dan merealisasikan kebijakan (policy). Intinya adalah bagaimana mengelola ekonomi dan masyarakat, dan cara mencapai tujuan bersama (Pierre dan Peters, 2000). Ini yang tampaknya belum terwujud secara riil di negeri ini.

Perbaikan kapasitas pemerintah sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai masalah yang muncul. Namun sistem aparatur negara dan administrasi publik tidak mendukung terwujudnya good governance (tata pemerintahan yang baik). Walhasil, KKN pun makin marak.

Hasil survei yang dilaksanakan TNS Indonesia menunjukkan bahwa popularitas Presiden SBY di mata publik merosot ke angka 24%. Bila benar, ini akan menjadi indikator penting tentang kemungkinan menurunnya legitimasi pemerintahan SBY. Kemungkinan menurunnya legitimasi yang disebabkan oleh ketiadaan perbaikan kualitas governance bisa jadi mendorong munculnya ancaman revolusi sosial.

Dalam sejarah Indonesia, perubahan besar yang terjadi dilatarbelakangi oleh gerakan revolusioner. Sumpah Pemuda, Kemerdekaan Indonesia 1945, dan Gerakan G30/PKI 1965 adalah beberapa bukti. Gerakan reformasi 1998, sebagaimana dinilai banyak pengamat, cenderung menghasilkan perubahan setengah hati. Reformasi total mati suri dan tidak mampu membasmi KKN.

Kesabaran masyarakat Indonesia pasti ada batasnya. Kesengsaraan yang dirasakan rakyat juga ada toleransinya. Bila masalah kemiskinan dan pengangguran tak juga dapat teratasi dan rakyat dibiarkan mencari solusi sendiri, ancaman revolusi sosial bukan tidak mungkin menjadi kenyataan. Kita berharap ada jalan terbaik tanpa saling melukai.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar