Rabu, 23 Maret 2016

Kalahkan Ahok, Yusril Harus Didukung Koalisi Parpol

JAKARTA (SK) - Am­bisi Yusril Ihza Mahen­dra untuk menjadi calon gubernur (cagub) DKI Jakarta harus didukung oleh kekuat­an koalisi besar partai politik (parpol). Modal dasar yang dimiliki mantan Menteri Se­kretaris Negara dan Menteri Hukum dan HAM itu cukup meyakinkan untuk merebut kursi DKI-1 pada pemilihan umum kepala daerah (pilkada) DKI, Februari 2017.
Koalisi parpol mutlak diperlukan karena Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpinnya tidak bisa mendukungnya karena tidak punya kursi di DPRD DKI. Otomatis, PBB tidak bisa mencalonkan Yusril sehingga dukungan dari parpol lain sangat diharapkan. Paling tidak ada enam parpol yang bisa digaet Yusril untuk mendukung­nya yakni PDIP (28 kursi di DPRD), Gerindra (15), PKS (11), PPP (10), Partai Demo­krat (10), Partai Hanura (10), dan Golkar (9). Tiga parpol yang sudah menyata­kan mendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama adalah Nasdem, PAN, dan PKB.

Menurut pengamat politik dan peneliti senior dari LIPI Siti Zuhro, peluang Yusril terbuka dan bisa menjadi cagub potensial jika mendapat dukungan bulat dari semua parpol.

Langkah Yusril minta dukungan kepada Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie bisa menjadi embrio untuk mewujudkan koalisi besar.

”Selanjutnya, tentu dia akan menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto. Jika Yusril bisa merebut hati untuk memperoleh dukungan dari dua pimpinan parpol terbesar di DPRD DKI itu, maka peluangnya menang dalam pilkada terbuka,” kata Siti Zuhro saat dihubungi Suara Karya, di Jakarta, Selasa (22/3).

Namun, jika dukungan parpol tidak bulat kepada satu calon, maka peluang Basuki Tjahaja Purnama sebagai petahana tidak tersaingi.

”Jadi, harus head to head antara jago parpol dan independen. Saat ini posisi Ahok sebagai incumbent sangat kuat dan sulit dikalahkan. Sistem yang dibuat oleh sukarelawannya pun meyakinkan,” katanya.

Ahok telah memiliki mo­dal dukungan dari warga be­retnis China yang jumlahnya 20 persen, ditambah puluh­an ribu para petugas penanganan sarana-prasarana umum (PPSU) dan keluarganya akan mendukungnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Cyrus Network Hasan Nasbi mengatakan, kondisi ini sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh Yusril dan partai politik lainnya.

Hasan mengingatkan, sampai sekarang belum ada tokoh internal dari partai mana pun yang setara dengan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.

”Partai besar sekarang tidak punya tokoh internal yang sebanding dengan Ahok. Sebut saja di Gerindra mungkin ada Prabowo Soebianto, cuma tidak mungkin kan dia ikut pilkada DKI. Kalau di PDIP ada Megawati dan Jokowi, cuma nggak mungkin juga saingan sama Ahok,” ujar Hasan, Selasa (22/3).

Partai lain seperti PKS dan Partai Golkar juga tidak memiliki kader internal yang bisa menyaingi Ahok. Dengan kondisi seperti ini, menurut Hasan, partai politik ada kemungkinan akan menjatuhkan pilihannya kepada calon eksternal.

Inilah yang bisa menjadi peluang bagi Yusril untuk maju di pilkada DKI. Dia bisa saja diusung partai lain meski bukan termasuk kader internal partai. ”Apalagi PBB juga lumayan beredar di partai lainnya. Yusril pernah jadi pengacara Aburizal Bakrie. Nggak ada masalah soal sekat-sekat partai,” ujarnya.

Hasan menambahkan, cara ini lebih mudah bagi Yusril jika ingin maju menjadi cagub DKI daripada harus menempuh jalur independen. Hasan mengatakan, Yustil tidak memiliki banyak waktu untuk mengum­pulkan data KTP jika dia berniat untuk maju sebagai calon independen.

”Kalau dia maju lewat independen, bukannya itu tidak mungkin, tapi rasanya berat. Lima ratus ribuan KTP nggak gampang carinya. Teman Ahok saja butuh waktu hampir setahun,” ujar Hasan. Maka Hasan menyarankan Yusril tidak perlu membuang waktu dengan mengumpulkan KTP. Cukup mendekati partai politik saja.

Sebab, ketika Ahok maju dalam pilkada DKI lewat jalur independen, partai politik lain akan berlomba-lomba mencari lawan selevel dengan Ahok—meski bukan dari kader internal sekalipun. (yon)

4 komentar:

  1. Analisa abal-abal dari peneliti abal-abal. Siapa yang mau mendukung Yusril. Partainya saja merupakan partai gurem dan beliau sudah dikenal sebagai orang yang tidak punya pendirian dan sering melakukan PHP. Kalau peneliti seharusnya bisa melihat realita dengan jernih. Jangan malah BAPER.
    Sekarang bulan Agustus 2016, siapa yang mau mendukung Yusril. Bukankah dia sendiri yang mengatakan bahwa mengumpulkan 1 juta KTP itu gampang? Mana buktinya?
    Ahok saja mengumpulkan KTP 1 juta gak perlu menunggu setahun...

    BalasHapus
  2. tau woy peneliti kok abal anal ngak malu apa cari duit hasil dari fitnahin ama jelek jelekin orang saran saya buat pengamat yg katanya senior bertobat deh

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. mending cuap cuap sama hewan ternak siapa tau mau dengerin cuapan situ

    BalasHapus