JAKARTA, suaramerdeka.com - Pengamat Politik Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai Lolosnya pasangan
independen Faisal Basri-Biem Benjamin untuk merebut kursi DKI 1,
menunjukkan bahwa demokrasi partisipatif mendapat peluang.
Hal ini
merupakan pembelajaran bagi publik bahwa kemunculan independen
merupakan wujud dari konsolidasi demokrasi. “Konsolidasi demokrasi agar
jangan yang prosedural, tapi endingnya mampu memunculkan pemimpin yang
kita harapkan, yaitu yang memiliki integritasm kredibilitas, dan
kompetensi,” kata Zuhro.
Zuhro berharap, Faisal-Biem tetap
optimistis untuk menjadi pasangan yang memberikan pembaruan dalam proses
politik saat ini. “Jangan targetkan menang, tapi bagaimana menjadi
pembaru dalam proses politik seperti ini. Nanti kalau orientasinya
menang, malah kecewa karena bukan idealisme yang ngomong, tapi
kekuasaan. Apa bedanya dengan partai politik kalau begitu,” lanjut
Zuhro.
Menurut Zuhro, ada yang lebih mulia dari sekadar menang.
“Anda memberikan pencerahan, memberikan semacam *transfer knowledge*
yang benar di era demokrasi seperti ini. Ketimbang hanya menang,” tandas
Zuhro.
Sebelumnya Zuhro menilai Cagub DKI dari jalur
perseorangan Faisal Basri cukup “gila” untuk bisa memimpin Jakarta yang
kompleks dan karut marut ini.
“Dia (Faisal) orang yang peduli pada
kebenaran, pada satu idealisme, yang di tataran praktisnya adalah dia
ingin ada pembaruan di Jakarta. Dia sangat pro pada bagaimana tata
kelola pemerintahan yang baik, bagaimana semua kontrak dijalankan untuk
kepentingan rakyat. Itu bagus sekali. Agak gila di tengah korupsi yang
marak seperti ini,” tegas Zuhro.
(
Andika Primasiwi / CN26 / JBSM )
Minggu, 17 Juni 2012
Siti Zuhro: Faisal Basri Cukup “Gila” untuk Pimpin Jakarta
JAKARTA, suaramerdeka.com - Pengamat Politik Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai Cagub DKI dari
jalur perseorangan Faisal Basri cukup “gila” untuk bisa memimpin Jakarta
yang kompleks dan karut marut ini.
“Dia (Faisal) orang yang peduli pada kebenaran, pada satu idealisme, yang di tataran praktisnya adalah dia ingin ada pembaruan di Jakarta. Dia sangat pro pada bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik, bagaimana semua kontrak dijalankan untuk kepentingan rakyat. Itu bagus sekali. Agak gila di tengah korupsi yang marak seperti ini,” tegas Zuhro.
Zuhro juga menyebutkan, tugas berat menanti calon gubernur yang akan datang untuk menjadikan Jakarta sebagai kota bermartabat dan menjadi center of service (pusat pelayanan) bagi seluruh warganya.
Selama ini, pelayanan publik dinilai masih sangat jauh dari yang diinginkan masyarakat. Hal itu ditunjukkan dengan susahnya masyarakat miskin berobat, mengakses pendidikan, dan mengurus pelayanan lainnya.
“Apa mampu kalau gubernur itu adalah sosok yang pro-status quo, yang banyak dijerat oleh kepentingan yang tidak bisa membuat dia bergerak. Harus ada gebrakan baru. Pemilukada 2012 harus beda dengan 2007, rakyat tidak boleh lagi permisif, berapology. Harus menjadi pemilukada yang partisipatif,” lanjut Zuhro.
( Andika Primasiwi / CN26 / JBSM )
“Dia (Faisal) orang yang peduli pada kebenaran, pada satu idealisme, yang di tataran praktisnya adalah dia ingin ada pembaruan di Jakarta. Dia sangat pro pada bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik, bagaimana semua kontrak dijalankan untuk kepentingan rakyat. Itu bagus sekali. Agak gila di tengah korupsi yang marak seperti ini,” tegas Zuhro.
Zuhro juga menyebutkan, tugas berat menanti calon gubernur yang akan datang untuk menjadikan Jakarta sebagai kota bermartabat dan menjadi center of service (pusat pelayanan) bagi seluruh warganya.
Selama ini, pelayanan publik dinilai masih sangat jauh dari yang diinginkan masyarakat. Hal itu ditunjukkan dengan susahnya masyarakat miskin berobat, mengakses pendidikan, dan mengurus pelayanan lainnya.
“Apa mampu kalau gubernur itu adalah sosok yang pro-status quo, yang banyak dijerat oleh kepentingan yang tidak bisa membuat dia bergerak. Harus ada gebrakan baru. Pemilukada 2012 harus beda dengan 2007, rakyat tidak boleh lagi permisif, berapology. Harus menjadi pemilukada yang partisipatif,” lanjut Zuhro.
( Andika Primasiwi / CN26 / JBSM )
Selasa, 05 Juni 2012
SAFARI POLITIK DINILAI POSITIF MENGGAET SUARA KONTITUANTE
Jakarta-SI.
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti
Zuhro mengatakan safari politik yang saat ini sudah mulai dilakukan oleh
partai politik (parpol) di nilai positif, sebab masyarakat jadi
mengenal lebih jauh partai dan calon presiden (parpol) yang diusung oleh
parpol.
"Para calon menyosialisasikan dirinya sah-sah saja, tidak apa-apa. Asalkan hal itu ditempuh melalui cara yang benar dan tdk merugikan rakyat," ujarnya saat dihubungi media ini di Jakarta, Senin (4/6).
Menurutnya point penting sosialisasi diri adalah mengenalkan dirinya kepada calon pemilih atau masyarakat Indonesia, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ada bagusnya juga semakin lama rentang waktu memperkenalkan diri akan semakin dikenal para calon-calon capres. "Termasuk di dalam yaitu masyarakat akan semakin memahami latar belakang kiprahnya, baik positif maupun negatif," terang Siti.
Senada dengan Siti, pakar filsafat politik dari Universitas Indonesia (UI) Donny Gahral Ardian mengatakan, memang belum terdapat aturan yang jelas mengenai kampanye maupun safari politik.
Artinya sejauh safari politik tidak melanggar aturan kampanye yang sudah ada dalam UU Pemilu maupun aturan lainnya, hal tersebut sah-sah saja dilakukan. "Kalau safari politik dilakukan dalam internal parpol saja tidak apa-apa dan itu positif," ujar Donny.
Menurutnya, ke depan agar lebih jelas mengenai aturan safari politik bermuatan kampanye atau tidak, perlu diperjelas aturan mengenai hal tersebut. Di mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), dimana KPU harus mengetahui dana kampanye parpol berasal dari mana.
"Batasan dananya berapa, jadwal kampanye dimulai dan berakhirnya dan lainnya. UU Pemilu, UU Pilpes, UU Pilkada harus lebih tegas lagi dalam dana kampanye," tandasnya. (Roy)
"Para calon menyosialisasikan dirinya sah-sah saja, tidak apa-apa. Asalkan hal itu ditempuh melalui cara yang benar dan tdk merugikan rakyat," ujarnya saat dihubungi media ini di Jakarta, Senin (4/6).
Menurutnya point penting sosialisasi diri adalah mengenalkan dirinya kepada calon pemilih atau masyarakat Indonesia, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ada bagusnya juga semakin lama rentang waktu memperkenalkan diri akan semakin dikenal para calon-calon capres. "Termasuk di dalam yaitu masyarakat akan semakin memahami latar belakang kiprahnya, baik positif maupun negatif," terang Siti.
Senada dengan Siti, pakar filsafat politik dari Universitas Indonesia (UI) Donny Gahral Ardian mengatakan, memang belum terdapat aturan yang jelas mengenai kampanye maupun safari politik.
Artinya sejauh safari politik tidak melanggar aturan kampanye yang sudah ada dalam UU Pemilu maupun aturan lainnya, hal tersebut sah-sah saja dilakukan. "Kalau safari politik dilakukan dalam internal parpol saja tidak apa-apa dan itu positif," ujar Donny.
Menurutnya, ke depan agar lebih jelas mengenai aturan safari politik bermuatan kampanye atau tidak, perlu diperjelas aturan mengenai hal tersebut. Di mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), dimana KPU harus mengetahui dana kampanye parpol berasal dari mana.
"Batasan dananya berapa, jadwal kampanye dimulai dan berakhirnya dan lainnya. UU Pemilu, UU Pilpes, UU Pilkada harus lebih tegas lagi dalam dana kampanye," tandasnya. (Roy)
Kategori : Politik dan Hukum,
Tanggal Post : Tue, 05 Jun 2012 14:10:24 PM, Kontributor : tim.
Langganan:
Postingan (Atom)