Jumat, 04 Mei 2007

Reshuffle Kabinet: So What?

172301

R Siti Zuhro

Pengamat politik


Sebersit harapan kembali mencuat. Presiden SBY telah menegaskan segera me-reshuffle sejumlah menteri.

Setahun belakangan ini memang muncul sejumlah masalah yang mengecewakan masyarakat. Masalah yang tergolong aktual, antara lain, kenaikan harga beras, dukungan Indonesia atas resolusi DK PBB tentang nuklir Iran, dan kecelakaan kereta api. Kekecewaan tersebut terakumulasi dan mendorong Presiden SBY merasa perlu melakukan reshuffle kabinet.

Menyusul pernyataan SBY, kini isu di kalangan elite politik dan profesional bergeser: siapa akan mendapat apa, dan apakah menteri baru nanti berasal dari kalangan politisi atau profesional?

Bagi rakyat kecil, itu tidak begitu dipikirkan. Sebagai rakyat kecil, yang dirisaukan apakah reshuffle kabinet akan berhenti pada penggantian menteri saja atau akan ada perubahan kebijakan?

Yang mereka harapkan, reshuffle kabinet kali ini dapat mengubah perilaku korup birokrat pelaksana. Birokrat korup ada di kelurahan, kecamatan, sekolah, rumah sakit, terminal bus, pelabuhan, kantor catatan sipil, sampai ke polsek.

Hingga kini, kinerja dan perilaku buruk birokrat belum banyak berubah. Ekonomi dan birokrasi biaya tinggi masih terus dikeluhkan masyarakat, termasuk di Jakarta yang PNS-nya telah memperoleh insentif tinggi dari Gubernur Sutiyoso.

Biaya pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) dan surat izin mengemudi (SIM) di Jakarta, misalnya, jauh dari harga standar yang ditetapkan. Demikian juga dengan masalah perizinan transportasi umum.

Adanya resistensi kuat birokrat pelaksana untuk tetap memperlambat perubahan merupakan tantangan berat bagi menteri. Instruksi Presiden SBY untuk tidak menutupi persoalan soal tewasnya praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Cliff Muntu dan sekaligus membenahi IPDN secara komprehensif, misalnya, tak mudah diwujudkan. Pejabat rektor baru IPDN pun mengalami kesulitan untuk sekadar menanggalkan seragam praja yang mirip militer.

Terhadap banyaknya keluhan rakyat atas kinerja pemerintah, menteri-menteri diharapkan lebih proaktif dengan memperbanyak frekuensi inspeksi mendadak (sidak) dan turun ke bawah (turba) sambil menjaring dan membuka akses yang luas atas pengaduan masyarakat. Kebiasaan menerima laporan dari pejabat bawahan, apalagi yang berkenaan dengan pelayanan publik di front terdepan, harus ditinggalkan karena hal itu cenderung menghasilkan laporan "asal bapak senang" (ABS). Sikap tegas dengan memberlakukan reward dan punishment merupakan hal yang amat dinantikan rakyat.

Penegasan Presiden SBY untuk segera merombak kabinet kita apresiasi. Semoga komitmen SBY melakukan perubahan ke arah yang lebih baik bisa menjadi kenyataan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar