Kamis, 17 Juli 2014

Siti Zuhro: Jokowi Lebih Dari Seorang Tokoh Partai



Joko Widodo, dianggap memberi efek pada Pilpres kali ini yang hanya memunculkan dua kandidat Capres. Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti zuhro, menilai bahwa efek Jokowi bukan pada pemilihan legislatif, namun lebih pada pembentukan koalisi partai peserta pemilu. Hal tersebut ia sampaikan dalam agenda diskusi bertema "Kemana Arah Haluan Politik Indonesia Pasca Pilpres" yang diselenggarakan Maarif Institute, Jalan Tebet Barat Dalam II, jakarta Selatan, Selasa (15/7)

Senin, 19 Mei 2014

Hasil Indeks Demokrasi Indonesia 2013 | Pembahasan Siti Zuhro

Presentasi dan Diskusi Indeks Demokrasi Indonesia 2013. Kamis, 8 Mei 2014 di Hotel Royal Kuningan (Rosewood Rooms). Presentasi: Dr. Bagus Takwin (LPPsi Universitas Indonesia) Pembahas: Prof. Dr. R. Siti Zuhro M.A. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Pemandu Diskusi: Rocky Gerung (Perhimpunan Pendidikan Demokrasi)

Jumat, 14 Maret 2014

Jokowi Capres 2014, Siti Zuhro: Deklarasi Tak Mengejutkan

Peneliti LIPI R. Siti Zuhro (tengah) bersama Direktur Riset Freedom Foundation M. Nabil (kanan) dan Pengamat Politik Universitas Paramadina Herdi Sahrasad (kiri) menjadi pembicara dalam diskusi hasil survei Freedom Foundation di Jakarta, Minggu (9/3). Salah satu hasil temuan survei pada 27 Januari-26 Februari 2014 tentang elektabilitas capres pada pemilu 2014 yakni Joko Widodo (31,8), Prabowo Subianto (11,3%), Aburizal (8,3%), Jusuf Kalla (6,4%), Dahlan Iskan (5,7), Wiranto (5,7) dan Akbar Tanjung (4%) /ant
ant
Peneliti LIPI R. Siti Zuhro (tengah) bersama Direktur Riset Freedom Foundation M. Nabil (kanan) dan Pengamat Politik Universitas Paramadina Herdi Sahrasad (kiri) menjadi pembicara dalam diskusi hasil survei Freedom Foundation di Jakarta, Minggu (9/3). Salah satu hasil temuan survei pada 27 Januari-26 Februari 2014 tentang elektabilitas capres pada pemilu 2014 yakni Joko Widodo (31,8), Prabowo Subianto (11,3%), Aburizal (8,3%), Jusuf Kalla (6,4%), Dahlan Iskan (5,7), Wiranto (5,7) dan Akbar Tanjung (4%)

Fitri Sartina Dewi 
Bisnis.com
, JAKARTA - Pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyebutkan deklarasi Jokowi sebagai Capres PDIP ini bukan sebagai hal yang mengejutkan.
"Tidak mengejutkan, karena sudah diantisipasi sejak awal, dan intensitas kebersamaan Jokowi-Mega belakangan ini telah menjadi isyarat jelas," kata Siti, Jumat (14/3/2014).
Dia mengungkapkan alasan kemungkinan yang mendorong Megawati untuk mendeklarasikan Jokowi lebih awal dari waktu yang ditargetkan sebelumnya, yaitu setelah Pileg disebabkan karena PDIP ingin membendung dukungan.
"Pencapresan Jokowi ini alasan utamanya jelas untuk mendongkrak dukungan suara terhadap PDIP pada Pileg," ucapnya.
Pesaing terberat Jokowi, Prabowo Subianto diduga tengah mempersiapkan simulasi mengenai siapa nama-nama cawapres yang dapat melambungkan elektabilitas Jokowi.
"Tidak tertutup kemungkinan, Gerindra akan memasangkan Prabowo dan Ahok, tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah karakter keduanya dapat disatukan."
Adapun, mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto menyampaikan harapannya kepada Jokow sebagai capres, agar ke depannya Jokowi mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
"Ya, saya harap pak Jokowi bisa tegas terhadap praktik korupsi, sebab siapapun pemimpinnya saya siap mendukung. Asalkan dia bersih dari korupsi," ujarnya.

Editor : Fatkhul Maskur

Kamis, 06 Maret 2014

2 Triliyun Dana Buat Kampanye Peserta Pemilu 2014

Dana kampanye 12 parpol peserta pemilu 2014 ditutup hari Minggu 2 Maret 2014. KPU mencatat dana terkumpul sebesar 2 triliyun rupiah, dana terbesar dimiliki oleh partai Gerindra sebesar 306 Milyar rupiah disusul partai Demokrat sebesar 268 Milyar lebih dan Partai Amanat Naional sebesar 256 Milyar lebih sementara dana terkecil dimiliki oleh PKPI sebesar 36 Milyar. Terkait dana pemilu tersebut kita akan perbincangkan bersama Siti Zuhro - Pengamat Politik, Jazuli Juwaini - Ketua DPP PKS, Habiburohman - Ketua DPP Partai Gerindra dan Nudirman Munir - Ketua DPP Partai Golkar yang dipandu oleh Yasirni Syarifah.

Jumat, 28 Februari 2014

Siti Zuhro : Ada Inovasi Pelayanan Publik yang Radikal

sinovikinterview

JAKARTA - Ruang Majapahit Kementerian PANRB kembali menjadi ajang presentasi para inovator peserta  kompetisi inovasi pelayanan publik tahun 2014. Setelah hari pertama menampilkan tujuh innovator, Jumat  (28/02), sebanyak 6 unit pelayanan publik mempresentasikan inovasinya.
Inovasi yang ditampilkan antara lain whistleblower system (KPK), upaya  aksi mewujudkan wilayah bebas dari korupsi pada jembatan timbang (Provinsi Jawa Timur), sistem informasi Puskesmas terintegrasi (Kota Cimahi), serambi difusi Iptek (Provinsi Sumatera Selatan), rumah sehat lansia (Kota Yogyakarta), dan rapor online (Kota Surabaya).
Deputi  Pelayanan Publik Kementerian PANRB Mirawati Sudjono menyatakan, proses wawancara dan presentasi ini harus dilalui para inovator, karena banyak hal yang tidak terungkap di proposal bisa terpresentasikan dengan jelas disini, “Banyak yang melebihi ekspektasi. Ternyata banyak inovasi yang tidak terekspose oleh media dan ini harus kita bawa ke tingkat nasional,“ ujarnya ketika menyaksikan presentasi dan wawancara para peserta. Ditambahkan, banyak inovasi yang bisa direplikasi dearah-daerah lain, sehingga bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik secara nasional.
Menurut peneliti LIPI Siti Zuhro, banyak yang melakukan  inovasi cukup radikal, tetapi  ada juga yang melakukannya  business as usual.  “Ada yang sangat memuaskan dan bermanfaat bagi masyarakat lokal,” ujarnya.
Peneliti LIPI ini mengapresiasi kompetisi inovasi pelayanan publik yang dilakukan Kementerian PANRB ini. “Ini bagian tak terpisahkan dari tujuan reformasi birokrasi. Ternyata banyak daerah yang melakukan peningkatan kualitas pelayanan publik,” imbuhnya. (sgt/HUMAS MENPANRB)

Rabu, 12 Februari 2014

Siti Zuhro : Iklan Pemilu Harus, Iklan Politik Jangan

Siti Zuhro : Iklan Pemilu Harus, Iklan Politik Jangan
inilah.com
Siti Zuhro, peneliti senior bidang politik LIPI
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Bermunculannya iklan politik yang dikemas sedemikian rupa oleh baik oleh para pihak yang mengklaim calon presiden atau partai politik (Parpol) mendapat perhatian dari Peneliti Senior Bidang Politik LIPI, R Siti Zuhro.
Saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik "Bangga Jadi Pemilih Pemula", Siti mengatakan bentuk iklan harus dibedakan dalam dua kriteria. Iklan Pemilu dan politik.
"Kalau iklan Pemilu harus. Tapi kalau iklan politik, ya jangan lah. Kita lihat mulai banyak protes dari masyarakat atau media tertentu. Karena dianggap kampanye curi start," ucapnya saat ditemui di sela-sela diskusi yang digelar di Aula STAI Darusalam, Martapura, Rabu (12/2/2014).
Siti mengakui bahwa ada beberapa pemilik media ikut menjadi kontestan Pemilu. Dan rupanya itu sudah mendapat respon dari penyelenggara Pemilu.
"KPU dan Bawaslu bekerja sama dengan Komisi Penyiaran sudah berupaya untuk memberikan penalti kepada media tersebut agar tidak melanggar terus," kata dia.

#LIPI rapor anggota DPR RI formappi
LIPI Bakal Sebarluaskan Rapor Anggota DPR RI


Penulis: Rendy Nicko
Editor: Halmien

Kamis, 06 Februari 2014

Siti Zuhro: Jokowi Sosok Tranformatif

Siti Zuhro: Jokowi Sosok Tranformatif
Tribunnews.com
Siti Zuhro
BANGKAPOS.COM, JAKARTA -- Peneliti senior Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), R. Siti Zuhro melihat sosok Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi)  dinilai masyarakat layak memimpin Indonesia ke depan.
Siti katakan, saat ini masyarakat melihat sosok Jokowi sebagai tokoh transformatif, yang bisa membawa satu perubahan yang lebih baik bagi bangsa ini kedepan.
"Kita jangan menutup mata kepada sesuatu yang memang menjadi riil fenomena. Pak Jokowi sekarang ini sedang digandrungi oleh rakyat. Dan ternyata luas sekali, bukan hanya di Jakarta," ungkap Siti usai Diskusi Dalam Rangka Harlah PKPI Ke-15, Rabu (5/2/2014) di Media Center DPN PKPI, Jakarta.
Paling tidak itu juga terlihat dari adanya pernyataan sejumlah masyarakat yang menyatakan, "kalau Jokowi tidak maju sebagai Capres pada Pilpres, maka angka golput akan meningkat."
"Itu tandanya masyarakat (civil society) kita itu bangkit. Itu yang membedakan Pemilu 2009 dan Pemilu 2014. Kalau dulu kami, semua masyarakat di-fait acomply oleh partai-partai, ya silakan, tidak punya pilihan. Ya sudah kita memilih siapapun yang dipromosikan partai," tutur dia.
Namun saat ini, dia lanjutkan, tidak demikian. Karena masyarakat punya pilihan sendiri siapa Capres yang menurutnya layak memimpin Indonesia kedepan.
Kembali ke Jokowi, kata dia, maju atau tidaknya menjadi Capres tetap tergantung pada PDI-Perjuangan.
"Mau PDIP mempromosikan (Jokowi sebagai Capres) atau tidak, itu tergantung dan itu urusan internalnya. Urusan rakyat sudah cukup mengatakan kami ingin mempromosikan dia (Jokowi)," jelasnya.

Terkait    #jokowi
Editor: edwardi
Sumber: Tribunnews

Minggu, 02 Februari 2014

Siti Zuhro: Indonesia Terjebak Oleh Kepemimpinan Semu



Semarang, baranews.co
- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia R. Siti Zuhro berharap politik uang tidak mewarnai pelaksanaan Pemilihan Umum 2014 karena hanya akan melahirkan kepemimpinan kuasi (semu).


"Jika lebih berorientasi pada faktor akseptabilitas semu dan mengabaikan faktor visi, kapabilitas, dan integritas, akan melahirkan 'quasi leadership' (kepemimpinan kuasi)," kata Prof. R. Siti Zuhro, M.A., Ph.D. ketika dihubungi oleh Kantor Berita Antara dari Semarang, Minggu (2/2).

Menyinggung soal pemimpin yang mumpuni hingga sekarang belum muncul, Prof. Wiwieq - sapaan akrab R. Siti Zuhro - mengungkapkan, selama ini ada deviasi yang mewabah dalam proses rekruitmen pemimpin di banyak bidang yang lebih berorientasi pada faktor akseptabilitas semu.
"Akseptabilitas semu yang semata-mata didasarkan atas popularitas, koneksitas (nepotisme), uang (money politics), nasab (keturunan)," kata dosen tetap pada Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Riau itu.

Alumnus Curtin University, Perth, Australia itu lantas memaparkan tiga karakter kepemimpinan kuasi, yakni "attitude", lebih sebagai politikus daripada pemimpin; "behaviour", lebih transaksional daripada transformatif; dan "actions/decisions", lebih simbolis daripada fungsional.
Prof Wiwieq lantas menjelaskan indikator perilaku politikus versus pemimpin. Kalau politikus lebih "power oriented" atau berusaha memperoleh, mengelola, dan mempertahankan kekuasaan. Dalam hal ini, kekuasaan adalah tujuan.

Sebaliknya, pemimpin lebih berorientasi pada idealisme/tujuan dengan memanfaatkan kekuasaan yang diberikan atau tidak terpesona dengan kekuasaan, dan berani kehilangan kekuasaan demi cita-cita yang diyakini. "Contohnya Hatta dan Gandhi yang menjadikan kekuasaan alat untuk mencapai tujuan," kata Prof. Wiwieq yang juga alumnus jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember. (uc/ant)

Siti Zuhro: Pemuja Jokowi itu orang sakit

Gaya kepemimpinan merakyat itu wajar


Editor:

Siti Zuhro: Pemuja Jokowi itu orang sakit - Gaya kepemimpinan merakyat itu wajar - Pakar ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan jika para pemuja Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi merupakan orang sakit.
(Foto: DOK. LICOM) Pakar ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan jika para pemuja Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi merupakan orang sakit.


LENSAINDONESIA.COM: Pakar ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menyatakan jika para pemuja Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi merupakan orang sakit.
Menurut Siti Zuhro, memuja Jokowi sebagai sosok Capres 2014 dengan gaya blusukannya yang seperti dewa dan malaikat itu merupakan perilaku sakit. Sama seperti perilaku yang mewajarkan sosok pejabat korup.
“Kalau ada pemimpin yang baik, yang normal, kita mitoskan itu dia dewa, malaikat. Nah itu penyakit menurut saya. Jadi ndak usahlah. Pemimpin itu harus amanah, harus mendedikasikan diri buat rakyat, itu wajar,” kata Siti Zuhro saat berbincang dengan LICOM di Jakarta, Minggu (0202/2014).
Siti Zuhro juga menegaskan jika sebagian besar masyarakat Indonesia telah salah menilai Jokowi sebagai pejabat publik. Siti Zuhro menjelaskan, gaya kepemimpinan Jokowi yang membumi seharusnya dipandang sebagai suatu hal lumrah yang memang seharusnya dilakukan oleh setiap pejabat publik.
Sayangnya, kebanyakan masyarakat justru melumrahkan perilaku pejabat publik yang korup. “Justru kalau ada Kepala Daerah atau Pejabat Publik yang korup, itu yang aneh, jangan dianggap biasa. Itu hal yang salah, tapi kita anggap normal,” tambah Siti Zuhro.
Lebih lanjut Siti Zuhro mengatakan, pola pikir terbalik tersebut terbentuk di tengah masyarakat akibat kurangnya sosok pemimpin berkualitas di Indonesia.
Menurut Siti Zuhro, masyarakat lebih banyak dipertontonkan perilaku korup para pejabat dibanding perilaku positif para pejabat. Hingga akhirnya mengembangkan pola pikir tersebut dalam masyarakat.
“Karena tidak ada teladan tadi, lalu kita melakukan praktik-praktik yang tadi itu, dibayar untuk memilih itu hal yang biasa. Makanya kita sakit. Dan karena tidak normal dianggap normal, maka kita sakit, namun kita tidak sadar kalau kita sakit.” jelas Zuhro.
“Artinya, masyarakat Indonesia, kita semua ini dalam keadaan sakit. Bayangkan, yang normal kita anggap aneh, yang aneh kita anggap normal, gitu,” pungkas Siti Zuhro.@yudisstira

Sabtu, 01 Februari 2014

CAPRES DEMOKRAT: Peserta Konvensi Diminta Tiru Gita Wirjawan

GITA WIRJAWAN MUNDUR - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan memasuki ruang untuk jumpa pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (31/1). Gita Wirjawan mundur dari jabatannya saat ini sebagai Menteri Perdagangan di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II menyusul keikutsertaannya dalam konvensi capres Partai Demokrat. (Antara)



JAKARTA (Suara Karya): Peserta konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat yang memegang jabatan di pemerintahan dan lembaga negara diminta mengikuti jejak Gita Wirjawan dan Dino Patti Djalal yang mundur dari jabatannya. Dengan demikian, mereka bisa berfokus pada keikutsertaan dalam konvensi dan terhindar dari penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

Peringatan ini disampaikan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro, pengamat politik Pol-Tracking Institute Hanta Yuda, pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit, dan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, di Jakarta, Jumat (31/1).
Siti Zuhro mengimbau semua peserta konvensi capres Partai Demokrat yang kini menduduki jabatan publik maupun politik agar mengikuti sikap yang ditempuh Gita Wirjawan dan Dino Patti Djalal.
 "Kita tahu, peserta konvensi ini ada menteri, Ketua DPR, Ketua DPD, anggota DPR, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan gubernur. Agar mereka bisa berfokus pada kegiatan konvensi, sebaiknya mereka juga mundur dari jabatan-jabatan itu," kata Siti Zuhro kepada Suara Karya.
Menurut Siti, kalau saat ini banyak pejabat peserta konvensi yang tidak mau melepas jabatannya, hal itu dikarenakan aturan yang ditetapkan oleh Komite Konvensi Partai Demokrati tidak tegas.
"Harusnya panitia konvensi memberikan aturan yang tegas kepada peserta. Tapi, karena ketidaktegasan ini, akhirnya banyak yang tidak fokus. Mereka sibuk sosialisasi ke 34 provinsi. Akhirnya tugas inti sebagai pejabat negara terabaikan," kata Siti Zuhro.
Pendapat serupa disampaikan Hanta Yuda. "Ini contoh yang baik bagi menteri lain seperti Dahlan Iskan, termasuk peserta konvensi lain yang masih menduduki jabatan publik," ujarnya.
 Gita Wirjawan secara resmi telah mengumumkan pengunduran dirinya dari kursi Menteri Perdagangan di Jakarta, Jumat (31/1). Gita mundur dengan alasan ingin berfokus bertarung dalam konvensi capres Partai Demokrat.
Surat pengunduran dirinya sudah dilayangkan. Menurut Gita, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menyetujui. "Saya mengundurkan diri dari jabatan Menteri Perdagangan Republik Indonesia efektif 1 Februari 2014," kata Gita.
Ia merupakan satu dari 11 peserta konvensi capres Partai Demokrat. Aktivitas politiknya belakangan ini kerap dikaitkan dengan kinerjanya sebagai Menteri Perdagangan.
Menurut Hanta, menteri yang ikut konvensi ditengarai memiliki akses fasilitas milik negara dan bersentuhan langsung dengan kinerja pemerintahan. Hal itu berbeda dengan para peserta konvensi yang berasal dari kalangan parlemen seperti DPR dan DPD.
Meski demikian, menurut Hanta, posisi Mendag yang dipegang Gita tidak mempunyai variabel positif untuk mendongkrak elektabilitasnya. Bisa dikatakan posisi menteri tak menjadi panggung strategis bagi Gita. Bahkan, saat ini ada sejumlah masalah yang membelit kementeriannya.
Ia menilai, mundurnya Gita tidak bisa disebut sebagai strategi untuk menaikkan popularitas. Karena, kondisi itu jauh berbeda dengan langkah SBY pada waktu itu mundur dari kabinet Megawati.
Hal berbeda disampaikan Arbi Sanit. Dia berpendapat, para bakal calon presiden sebaiknya tidak memanfaatkan jabatan publik untuk mencapai tujuan politiknya. "Jadi, alangkah baiknya mereka yang ikut konvensi untuk mundur saja. Itu pasti akan mendapat apresiasi karena lebih ideal bagi pembelajaran demokrasi," katanya.
Dia menambahkan, jika peserta konvensi tak mundur dari jabatan publik, akan memicu penurunan kinerja dan kemungkinan tergoda untuk memanfaatkan kekuasaan demi pemenangan "kampanye".
 Dia mengatakan, pejabat yang ikut konvensi mirip dengan seorang petahana (incumbent). "Mundur dari jabatan publik adalah risiko yang harus diambil ketika menjadi peserta konvesi. Dalam konteks ini, mereka yang ikut konvensi mirip dengan calon petahana yang kembali ikut dalam pemilu. Mereka punya akses luas terhadap infrastuktur jabatan untuk keuntungannya," katanya.
Sementara itu, jika sang pejabat tetap berkukuh tak mundur, muncul ketidakjelasan posisi. "Artinya, banyak pihak sulit membedakan kegiatan terkait jabatannya dengan aktivitas konvensi," ujar Arbi.
Julian Aldrin Pasha berharap keputusan yang sama dapat diambil Menteri BUMN Dahlan Iskan yang juga menjadi peserta konvensi. "Pak Gita kan bukan satu-satunya peserta konvensi Demokrat yang saat ini menjadi menteri. Seyogianya menteri lain yang ikut konvensi juga memiliki pertimbangan yang sama dengan Pak Gita," kata Julian.
Ia menegaskan, pengunduran diri Gita baru efektif setelah Presiden SBY mengumumkan menteri baru. "Sebelum diputuskan atau diumumkan penggantinya secara resmi, Pak Gita tetap menjabat Mendag," ujarnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi secara terpisah mengatakan, calon pengganti Gita menunggu keputusan Presiden SBY. "Ini adalah keputusan yang sudah diambil. Kita nanti tinggal menunggu keputusan Presiden terkait dengan Kementerian Perdagangan," ujar Bayu yang mendampingi Gita Wirjawan saat mengumumkan pengunduran diri sebagai Menteri Perdagangan di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (31/1).
Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tidak berniat mengikuti langkah Gita mundur dari jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Dahlan tetap memilih melanjutkan tugasnya sebagai komandan perusahaan-perusahaan pelat merah.
Alasannya, Dahlan belum dipastikan sebagai calon presiden yang bakal diusung oleh partai bernomor urut tujuh itu. (Kartoyo DS/Feber S)

Selasa, 21 Januari 2014

Siti Zuhro: 'Pileg 2014 Diundur akan Berdampak Buruk'


POLITIK


Metrotvnews.com, Jakarta: Meski mendukung Pilpres digelar lebih awal dari Pileg, Pakar Politik Siti Zuhro menilai mundurnya pelaksanaan Pileg 2014 akan berdampak buruk bagi dunia perpolitikan. Jika MK mengabulkan permohonan Yusril Ihza Mahendra, maka sebaiknya pemberlakuannya dilaksanakan pada Pemilu 2019 mendatang.

Editor: Imam Suwandi

Jumat, 10 Januari 2014

Konvensi Sulit Naikkan Suara Demokrat

home > Berita Aktual >> Nasional
10 Januari 2014 | 02:29 wib

JAKARTA, suaramerdeka.com - Hasil Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat, dinilai akan sulit mendongkrak elektabilitas partai. Apalagi, dalam prosesnya muncul masalah yang dihadapi oleh masing-masing peserta konvensi.
"Masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta, akan ikut mewarnai konvensi. Hal itu juga akan membuat animo masyarakat terhadap konvensi akan menurun," kata pengamat politik LIPI Siti Zuhro, Kamis (8/1).
Masalah dimaksud antara lain adalah persoalan kenaikan harga elpiji oleh Pertamina. Kebetulan, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan adalah peserta konvensi. Belakangan, Dahlan Iskan dikabarkan berencana mengundurkan diri.
"Mengkontestasikan 11 orang calon dalam konvensi, bukanlah hal yang mudah. Apalagi tak semua peserta tersebut berasal dari Demokrat. Belum lagi munculnya kekhawatiran antar mereka, yang merasa tak memiliki kedekatan secara personal dengan pimpinan tertinggi partai," ujarnya.
Sehingga, semakin dekat menuju Pemilu Legislatif, kekhawatiran antar mereka tampaknya semakin mengerucut. Adapun munculnya nama calon yang dinilai menempati peringkat tinggi elektoralnya, seolah membenarkan asumsi awal publik.
"Sebab, sejak awal publik menilai konvensi akhirnya nanti hanya akan dimenangkan Pramono Edhi Wibowo, yang notabene adalah adik ipar Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono," tandasnya.
Sementara itu, Zuhro menganggap posisi tawar Demokrat akan ditentukan oleh hasil pileg. Bila hasil pileg menempatkan Demokrat di posisi partai dengan perolehan menengah, posisi tawarnya jelas akan melemah.
"Bila itu terjadi, maka Demokrat tidak lagi dalam posisi menentukan koalisi. Sehingga, dipinang atau tidaknya calon dari hasil konvensi Demokrat akan sangat tergantung dari seberapa besar perolehan suara yang diperoleh partai itu," tegasnya.
Meski demikian, para peserta konvensi tidak mungkin membatalkan keikutsertaannya dalam konvensi. Sebab, mereka sudah melakukan memorandum of understanding dengan Demokrat.
"Kecuali bila ada masalah serius, seperti adanya stigmatisasi terhadap calon sehingga yang bersangkutan mengundurkan diri," imbuhnya.
( Saktia Andri Susilo / CN34 / SMNetwork )

Kamis, 09 Januari 2014

Jelang Pemilu Akan Ada Tiga-Empat Koalisi

Jelang Pemilu AKan Ada Tiga-Empat Koalisi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, memproyeksikan menjelang Pemilihan Presiden 2014 partai-partai akan membentuk koalisi, dan koalisi itu akan dipelopori oleh partai yang menduduki rangking tiga besar pemilihan pada April nanti.
Ditemui usai konfrensi pers hasil survei nasional Indo Barometer "Efek Jokowi dan Kinerja Parpol Tiga Bulan Jelang Pemilihan Legislatif," di Hotel Harris Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (09/01/2013), Siti Zuhro menilai dua partai yang kemungkinan besar lolos dalam tiga besar adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar.
"Koalisi pasti dimulai dari partai yang menjadi tiga besar pemenang pemilu yakni PDI P, Golkar, dan kalau Gerindra menusuk menjadi tiga besar akan terbentuk satu koalisi lagi, minimal tiga-empat koalisi," ujarnya.
Siti Zuhro mengatakan kedekatan PDIP dengan Partai NasDem sudah bisa dibaca sejak lama. Pasalnya dua partai itu memiliki keterkaitan dan kesamaan dasar pemikiran.
"Sebenarnya kalau tidak pecah Megawati dan Prabowo, sebenarnya PDIP dan Gerindra itu cocok," terangnya.
Soal Partai Demokrat Siti mengaku masih sulit mengandaikan. Ia menganggap Partai Demokrat masih memiliki keinginan dengan sisa-sisa ketenarannya, namun sayangnya hingga kini elektabilitas partai tersebut tidak kunjung membaik.
"Demokrat itu tidak percaya diri dengan membentuk konvensi yang terdiri dari menteri, dubes dan tokoh nasional. Secara internal belum selesai masalahnya. Kondisi demokrat sangat berat," jelasnya.
Selanjutnya menurut Siti Partai Golkar terlihat tertarik untuk menjalin koalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan Partai Hanura juga tampak tengah membangun koalisinya sendiri.
Untuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Siti mengaku masih sulit untuk meproyeksikannya, karena partai tersebut elektabilitasnya tengah turun drastis akibat kasus yang menimpa mantan presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, namun masih memiliki kader yang setia.
"Diakui PKS memiliki pemilih tradisional yang memilih karena partainya. Hal itu tercermin dari Pemira yang dilakukannya," kata Siti.

Selasa, 07 Januari 2014

Siti Zuhro: Masyarakat Indonesia Terobsesi Punya Pemimpin Impian

Selasa, 07 Januari 2014 , 11:49:00 WIB

Laporan: Firardy Rozy


RMOL. Masyarakat di negara berkembang memiliki kecenderungan mengagumi pemimpin yang kharismatik dan populis.

"Tentunya masyarakat sangat menggandrungi tokoh yang mampu membaca tren kebutuhan masyarakat," kata pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (7/1).

Saat hedonisme dan oportunis yang tinggi baik di legislatif, eksekutif dan yudikatif tidak lagi amanah bahkan condong korupsi lalu muncullah sosok bersahaja dan sederhana seperti Joko Widodo yang lantas jadi idola masyarakat.

"Model mitos itu bukan baru di Indonesia, masyarakat Indonesia memang terobsesi memiliki pemimpin impian," jelas Siti.

Kegemilangan Jokowi, kata Siti, tidak muncul begitu saja. Ia punya kharismatik sama seperti Soekarno dan Soeharto.

"Endriartono paham betul soal itu, karena kan karier tentara dari bawah. Hanya politik saja yang bisa loncat, makanya dia sangat heran sekali (Jokowi), kok bisa jadi kutu loncat, dia juga bingung," tutur Siti mengomentari kritikan Endriantono Sutarto yang menyebut  kegemilangan Jokowi sebagai hal aneh.

Menurut peserta Konvensi Capres Partai Demokrat tersebut, seorang pemimpin wajib dilihat rekam jejaknya. Meski begitu, Siti juga mengingat kepada semua pemimpin Indonesia harus memiliki bekal yang cukup, tidak terpaku mitos belaka.

"Indonesia ini secara politiknya hobi memiliki mental asal terabas, seperti yang dibilang Mukhtar Lubis orang karbitan, tidak mau berkeringat, politik pencitraan yang menyesatkan," tukas Siti.[wid]