Senin, 28 November 2011

LEGISLASI: DPR Jangan Lambat Selesaikan RUU Pemilu

Siti Zuhro peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Senin, 28 November 2011 JAKARTA (Suara Karya): Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu diharapkan tidak hanya menjadi wadah tawar-menawar (bargaining) politik terhadap sejumlah isu di luar substansi pembahasan perundang-undangan itu.

Peringatan itu disampaikan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary, secara terpisah, di Jakarta, Minggu (27/11).

Menurut Siti, Pansus RUU Pemilu harus konsisten dan berkomitmen untuk dapat menyelesaikan perundang-undangan itu paling lambat pertengahan tahun mendatang. Hal ini untuk memberikan waktu bagi penyelenggara pemilu melakukan persiapan.

"Jika terlalu lamban selesainya, kekacauan yang terjadi pada Pemilu 2009 lalu akan kembali terulang. Pansus harus fokus membahas sejumlah isu krusial. Jangan berwacana di luar isu pokok pembahasan RUU itu. Harus kembali pada alasan mendasar dari revisi UU Pemilu itu," katanya.

Hal ini menyinggung munculnya sejumlah isu di luar daftar inventarisasi masalah (DIM) pembahasan RUU Pemilu. Hal ini, menurut Siti, akan mengganggu proses pembahasan perundang-undangan itu.

"Harus ada kontrol dari kekuatan sosial nonbirokrasi maupun nonparlemen, yakni publik, untuk mengawal kinerja Pansus RUU Pemilu. Ini agar Pansus tetap bekerja sesuai rel atau koridor dan sesuai dengan substansi yang telah disepakati dalam revisi RUU itu," katanya.

Abdul Hafiz Anshary berharap, DPR mampu merampungkan pembahasan Undang-Undang Pemilu paling lambat pada April 2012. Dengan demikian, proses persiapan untuk penyelenggaraan pesta demokrasi bisa berjalan lebih apik dan baik.

"Mudah-mudahan dapat secepatnya terselesaikan. Kalau molor lama, itu dapat menjadi masalah karena seharusnya tahun 2012 sudah dimulai proses tahapan persiapan. Jika persiapannya hanya satu tahun, kita memiliki keterbatasan waktu. Jadi, meski orangnya banyak, kalau waktunya terbatas, pasti tetap akan muncul masalah," katanya.

Menurut Hafiz, Undang-Undang Pemilu perlu tindak lanjut dalam hal substansi agar penyelenggaraan Pemilu 2014 berjalan lebih baik. Karena itulah, jika waktu untuk persiapannya sempit, tentu saja hasilnya tidak akan baik.

"KPU itu tidak hanya menyiapkan pemilunya saja dalam arti teknis, tapi juga regulasi. Regulasi dalam arti bahwa harus menyiapkan peraturan atau keputusan-keputusan. Melihat pengalaman pada tahun 2009 lalu, kita harus membuat empat puluh delapan peraturan. Jadi, makin pendek waktunya makin besar konsekuensinya untuk membuat peraturan yang baik," ujarnya.

Hafiz menilai, sebenarnya jika UU Pemilu dapat diselesaikan Oktober 2011, tentu sekarang sudah mulai tahapannya. Selama enam bulan ini harusnya untuk pembuatan peraturan. Sebab, menurut dia, membuat peraturan itu cukup sulit dan memakan waktu karena harus melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah.

"Dengan demikian, apabila Desember 2011 perundang-undangan tersebut sudah dapat dirampungkan, berarti kita masih memiliki waktu sampai bulan April apabila tahapan mulai April 2012," ujarnya.

Hal ini berkaca pada penyelenggaraan pemilu tahun 2009, KPU harus mengerjakan semuanya hampir berbarengan-mulai dari membuat peraturan, memutakhirkan data pemilih, mendaftarkan partai politik, verifikasi partai politik, kemudian dilanjutkan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan pemilihan umum kepala daerah (pilkada).

Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo mengatakan, seluruh fraksi di Pansus RUU Pemilu dan pemerintah telah sepakat bahwa pembahasan RUU Pemilu ditargetkan selesai pada akhir Maret 2012. (Tri Handayani)

Jumat, 18 November 2011

“Dialog Kenegaraan DPD RI” Siti Zuhro : Anggaran Minim, LIPI Tetap Berkualitas

“Dialog Kenegaraan DPD RI” Siti Zuhro : Anggaran Minim, LIPI Tetap Berkualitas
DR. R. Siti Zuhro, MA., Peneliti Senior di LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
18 - Nov - 2011 | 01:27 | kategori: Headline

Jakarta. Seputar Nusantara.
Penelitian sebagai landasan penentuan kebijakan, seharusnya mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah. Yang jadi pertanyaan adalah setiap Kementerian/ Lembaga punya Litbang (penelitian dan pengembangan). Litbang di Kementerian/ Lembaga anggarannya sangat besar.
Hal tersebut diungkapkan oleh DR. R. Siti Zuhro, MA., Peneliti Senior di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada acara “Dialog Kenegaraan DPD RI” di Gedung DPD RI pada Rabu, 16 November 2011.
Menurut Siti Zuhro, dalam setiap penelitian, anggaran di LIPI sangatlah minim, tetapi hasilnya luar biasa. Dengan anggaran yang sangat minim dari pemerintah, tetapi LIPI tetap berusaha untuk menghasilkan output yang bagus dan maksimal.
”Seharusnya negara memberikan dana yang cukup besar untuk LIPI. Sebab, LIPI output- nya sangat bagus. Output penelitian oleh LIPI sangat publish dan bisa diterjemahkan dengan baik. Anggaran satu penelitian di LIPI paling hanya Rp 100- 150 juta/ tahun, ini sangat minim,” ungkap Siti Zuhro kepada seputarnusantara.com
”Saya kerja 25 tahun, gaji saya hanya Rp 4,9 Juta, padahal saya peneliti senior di LIPI. Kalau begini, ya tidak ada bedanya antara zaman Orde Baru dengan sekarang,” tegas Siti Zuhro.
”Pak SBY- Boediono tolong benahi Riset and Development, baik penelitian sosial maupun penelitian alam, ini harus ada penataan ulang. Hasil penelitian oleh LIPI harus menjadi landasan untuk penentuan kebijakan di Kabinet, karena kita didanai oleh negara dan output kita sangat bagus serta berkualitas,” imbuhnya.
Menurut Siti Zuhro, LIPI harus dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah dan anggarannya harus manusiawi. ”Sebenarnya kita malu membicarakan masalah duit. Tidak mungkin melakukan penelitian hasilnya sangat bagus tetapi dananya sangat- sangat minim. Kita juga tidak pernah ada waktu untuk refreshing, bahkan gaji kita dibawah gaji guru,” curhat Siti Zuhro.
Menurut peneliti senior LIPI ini, jika dibandingkan dengan lembaga asing yang melakukan penelitian, dana untuk LIPI sangat jauh. Dana untuk penelitian di LIPI sangatlah minim, padahal LIPI dituntut untuk menghasilkan output yang maksimal.
”Kita disuruh ceker- ceker sendiri. Dengan dana sangat minim, tapi kita dituntut melakukan kerja ekstra dan hasil yang maksimal. Pernah satu penelitian dananya hanya Rp 25 juta, dan itu untuk 5 orang peneliti, bayangkan!” tegas Siti Zuhro dipenghujung wawancara. ( Aziz )
BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline |

Senin, 07 November 2011

Rangkul Pakar Pangan, Demokrat Incar Suara Petani

Partai Demokrat

Partai Demokrat

Tri Kurniawan - Okezone

JAKARTA - Partai Demokrat secara diam-diam mulai menyusun strategi menghadapi Pemilu 2014 dengan menggandeng Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan). Ini dilakukan sebagai upaya meraup suara petani darat dan laut.

"Menurut saya itu basis masa real dari masyarakat Indonesia, lapisan masyarakat kalau diuraikan itu kantong paling besar dihuni masyarakat yang hidupnya di pantai," kata Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro kepada okezone, Senin (7/11/2011).

Dia memperkirakan suara masyarakat di kalangan bawah berkisar antara 60 hingga 70 persen. "Ini yang mendulang suara saat pemilu, kepentingan politik kan untuk memenangkan dukungan suara," ungkapnya.

Upaya Partai Demokrat menyentuh masyarakat kalangan bawah, menurutnya sudah terjadi sejak Pemilu 2009 lalu. Banyak basis partai lain yang diambil oleh Partai Demokrat.

"Itu juga jadi target partai besar lain. PDIP fokus ke pembangunan masyarakat desa dan memberdayakannya, Golkar lebih ke pemberdayaan ekonomi masyarakat. Nah ini juga ingin disapu Demokrat," ujarnya.

Kata dia, partai Demokrat mengambil langkah strategis. Jika sebelumnya mampu merebut suara di kalangan kaum urban, kini ingin membirukan kaum petani.

Namun, itu bukanlah perkara mudah. Menurutnya, semua tergantung kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II. Selain itu, kasus yang menyeret beberapa nama petinggi Partai Demokrat juga akan mempengaruhi kepercayaan publik.

"Menyelesaikan kasus Nazaruddin tidak cukup. Apakah kasus ini hanya kelakuan Nazar atau ada akumulasi dari satu kejadian ke jadian lain akan jadi amunisi bagi partai," ungkapnya.

Dia berharap, KIB jilid II pasca reshuffle mampu membuat terobosan dan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Jika hal itu mamapu dilakukan tidak hanya akan berdampak pada penambahan suara tapi juga sekaligus menjawab kritikan masyarakat terhadap hasil reshuffle.

"Pasca reshuffle kalau ternyata hasilnya menunjukkan capaian positif akan jadi titik balik ternyata Demokrat cukup bertahan dengan kapasitasnya," pungkasnya. (tri) ... (crl)

Jumat, 04 November 2011

Siti Zuhro: Niat Iwan Fals Peringatan Bagi Parpol

iwanfalsJAKARTA, RIMANEWS - Musisi kawakan Virgiawan Listanto atau yang akrab disapa Iwan Fals, dikabarkan siap bersaing menjadi calon presiden di Pemilu 2014 mendatang.

Menanggapi hal tersebut Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai niat Iwan tersebut kemungkinan hanya sebuah warning system untuk partai politik.

"Bagus tidak apa-apa. Kita butuh yang seperti itu. Saya yakin enggak serius dia. Itu hanya memberikan warning bagi parpol yang dianggap tidak dapat memproduksi pemimpin," ujar Siti, Jumat (4/11).

Menurut Siti, saat ini Indonesia tengah mengalami stagnasi dalam regenerasi khususnya untuk calon presiden di masa mendatang. Oleh karena itu sosok-sosok baru dibutuhkan sebagai calon alternatif disamping nama-nama yang sudah beredar belakangan terakhir.

Kasus Iwan Fals ini, lanjutnya, sama seperti Dedy Mizwar yang juga pernah mencalonkan di Pemilihan Umum 2009 lalu. “Dulu 2009 Dedy Mizwar kan juga pernah. Itu antara niat dan mungkin kesal dengan para parpol,” katanya.

Kendati semua orang berhak memilih dan dipilih karena diatur dalam Undang-undang, sambung Siti, kredibilitas dan kapasitas seorang pemimpin juga diperlukan. Ia mencontohkan keberanian yang dimiliki mantan Direktur Utama PLN yang sekarang menjabat menteri BUMN Dahlan Iskan dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad.

“Pemimpin harus memiliki kapastitas untuk mengaplikasikan program-program. Kapasitas yang riil,” tandasnya. [okz/ian]