Minggu, 24 Juli 2011

Siti Zuhro: Waspada, Nazaruddin Bukan Cuma Hancurkan Demokrat!

JAKARTA, RIMANEWS - Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro melihat apa yang dilakukan oleh tersangka kasus suap Sesmenpora Nazaruddin seolah melecehkan institusi penegak hukum dan negara.

“Saya melihat ini pelecehan terhadap institusi penegak hukum, seolah-olah penegak hukum menjadi bulan-bulanan saja, dan bola itu seolah bisa dia tending kemana-mana,” ucap pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, Sabtu (24/7/2011).

Menurutnya Nazaruddin bisa melakukan hal semacam ini karena mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut sangat paham dengan kondisi penegakan hukum di Indonesia yang dilihatnya masih lemah, belum memiliki integritas tinggi dan penguatan hukum yang belum sungguh-sungguh dilakukan.

“Selain itu sepertinya dia juga paham dengan masyarakat Indonesia yang senang akan rumor, sehingga dia leluasa menabur pengaruh, dan menghipnotis publik lewat kemunculannya. Dia juga paham dengan budaya politik di Indonesia, yang kadang sangat mudah di pecah belah,” katanya.

Lebih lanjut pengamat politik ini mengatakan masyarakat saat ini harus bisa melihat apa yang dilakukan oleh Nazaruddin hanya untuk menghantam Partai Demokrat saja atau Indonesia secara keseluruhan. Karena menurutnya apa yang dilakukan oleh Nazaruddin justru saat ini terkesan melecehkan institusi negara.

“Orang ini seperti menghabisi negara, seharusnya kalau mau menghabisi partai jangan negara juga yang terkena dampaknya. Jadi harus cerdas saat ini, jangan masuk perangkap permainan Nazar. Kita boleh benci Demokrat atau rezim yang didukunganya tapi jangan karena mengatas namakan itu, kita ikut menghancurkan Indonesia, itu buat saya adalah sesuatu yang bodoh,” jelasnya.(yus/inil)

Selasa, 19 Juli 2011

Dikecam, Sri Mulyani Remehkan Partai Islam

JAKARTA, HALUAN— Pe­ngamat politik LIPI Siti Zuhro menyayangkan pernyataan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan mayoritas umat Islam di In­donesia lebih memilih partai beraliran nasionalis tanpa disertai analisa data.

Seharusnya Sri Mulyani membedah data perolehan partai nasionalis dan partai agamis di setiap pemilu sejak 1955 hingga 2009. Dengan demikian bisa terlihat jelas bagaimana konfigurasinya. “Dia (Sri Mulyani, red) kan tokoh, mestinya ada landasanya bukan statement kosong,” Siti Zuhro, Senin (18/7).

Menurut Siti, bukan hanya partai Islam, partai berasas nasionalis juga banyak yang tidak diminati oleh rakyat Indonesia. Dari puluhan partai yang ada di Indonesia mayoritas partai nasionalis namun yang mendapat dukungan hanya segelintir.

Hal ini menunjukkan bah­wa ideologi bukanlah persoalan bagi pemilih Indonesia. Me­lainkan didasarkan kepada ketokohan, program dan in­tegritas. “Sama partai yang baru berdiri pasca reformasi partai tidak semua besar ada yang lebih menjadi partai menengah seperti PAN dan PKB,” paparnya.

Seperti diberitakan, dalam wawancara khusus dengan wartawan Charlie Rose yang disiarkan Bloomberg TV, pada 5 Juli 2011, yang transkrip wawancaranya dimuat di Sri­mul­yani.Net, Sri Mulyani mengatakan bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia lebih memilih partai beraliran nasi­onalis.


Ambil Jarak

Terpisah, Bendahara Umum Partai Keadilan Se­jahtera (PKS), Mahfudz Ab­durrahman me­ngatakan, per­nyataan Sri Mul­yani bisa ber­dampak negatif bagi direk­tur pelaksana World Bank tersebut.

“Saya tidak tahu arahnya itu kemana? Tapi jika statement Sri Mulyani soal eksistensi partai Islam, itu jelas ber­pengaruh (Pilpres 2014, red),” ujar Mahfudz Ab­durrahman.

Anggota Komisi VI DPR ini menilai pernyataan Sri Mulyani tentang partai berbasis agama di Indonesia tidak diminati oleh mayoritas rakyat tidaklah benar.

Menurutnya, soal partai berbasis agama di Indonesia tidak diminati atau diminati masih relatif. “Itu terkait internal partai Islam sendiri. Ini tantangan partai Islam menyajikan pro­gram-program kepentingan masyarakat bukan hanya soal slogan saja,” papar­nya. (d/inc)

Rabu, 13 Juli 2011

Daerah Bangkrut Tanggung Jawab Pusat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah pusat bertanggung jawab atas kondisi keuangan pemerintah daerah yang dalam kondisi bangkrut. Oleh karenanya, pemerintah pusat harus melakukan upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut. Pemda yang bangkrut harus dilakukan pendampingan.

"Sudah saatnya pemerintah pusat memetakan daerah mana yang digarap lebih awal," kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, Rabu (13/7).

Evaluasi pemda sudah tertuang dalam PP No 6/2008 tentang Evaluasi Kinerja Pemda. Saat ini, ada 491 kabupaten/kota dan 33 provinsi. Pemda yang memiliki kinerja buruk itu merupakan tanggung jawab pemerintahan di atasnya.

Hal itu berarti pemerintah pusat turut bertanggung jawab dengan adanya pemda dengan kondisi fiskal bangkrut. Bentuk pelaksanaan tanggung jawab itu dilakukan dengan pendampingan dan fasilitasi terhadap daerah bangkrut itu.

Tanggung jawab yang dipikul pemerintah pusat merupakan bagian dari hierarki pemerintahan. Hierarki tersebut menyebabkan pemerintahan di tingkat atas memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki kinerja pemerintahan di tingkat bawahnya.

Pemprov juga bertanggung jawab atas kinerja pemkab/pemkot. Zuhro tidak sependapat dengan wacana menyerahkan pengelolaan keuangan daerah kepada pusat. "Tidak bisa begitu, kan ada otonomi daerah. Kita harus konsisten juga," katanya.

Zuhro lebih memilih menguatkan regulasi untuk menyehatkan pemda yang memiliki kinerja buruk itu. Menurut dia, penyebab adanya pemda yang bangkrut itu karena pengawasan lemah. Zuhro berpendapat, daerah pemekaran lebih bagus untuk digabung kembali jika menunjukkan kinerja buruk.

Oleh karenanya, saat moratorium pemekaran daerah masih berlaku, daerah pemekaran harus dikuatkan. Penggabungan daerah pemekaran bisa dilakukan jika daerah pemekaran itu tidak miliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak memadai.

Selain itu, penggabungan juga bisa dilakukan jika daerah itu tidak memiliki potensi ekonomi yang baik, seperti tidak ada masukan kepada APBD dan terjadi stagnasi.

Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: M Ikhsan Shiddieqy

Selasa, 12 Juli 2011

Kembali Raih Kepercayaan Publik, Anas Jadi Kunci PD

JAKARTA, RIMANEWS - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai Dewan Pimpinan Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, memberikan kepercayaan sepenuhnya pada Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk mengembalikan kepercayaan publik ke Partai Demokrat.

Hal tersebut disampaikan oleh Siti Zuhro setelah melihat pidato yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya inti dari pidato tersebut selain merespon perkembangan terkini Partai Demokrat, dengan mengatakan bahwa intenal partai tetap solid, juga sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada Anas Urbaningrum.

“Selain ingin menegaskan tidak ada KLB, juga memberikan kepecayaan pada pimpinan untuk mengembalikan kepercayaan publik ke Partai Demokrat, yang saat ini berkurang,” ucap Siti Zuhro, Senin (11/7/2011).

Untuk mengembalikan kepercayaan itu, Siti mengatakan tergantung pada Partai Demokrat bisa memberikan tindakan-tindakan konkret kepada masyarakat. “Bahwa di dalam partai tidak pelihara kader bermasalah, dan juga menunjukkan bahwa Partai Demokrat besar karena kebesarannya bukan karena dibesar-besarkan,” jelasnya.

Sebelumnya Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato terkait perkembangan Partai Demokrat di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Beberapa hal disinggung dalam pidato tersebut, salah satunya adalah membantah isu akan adanya KLB. Selain itu SBY juga menyinggung adanya pihak-pihak yang memainkan politik yang tidak santun.(yus/inil)

Senin, 11 Juli 2011

KLB Menambah Borok Partai

Kembalikan ke SBY sebagai Alat Pemersatu



JAKARTA - Wacana kongres luar biasa Demokrat semakin kencang terdengar setelah pesan singkat Wakil Ketua Dewan Pembina Marzuki Alie kepada Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono, untuk mengambil tindakan tegas pada kader Demokrat yang membandel bocor ke publik. Tapi, dipastikan KLB itu tidak akan terjadi.

"Saya tanya tujuannya untuk apa? Urgensinya buat apa? Itu (KLB) nggak mungkin terjadi. Karena itu hanya akan membuka borok-borok dalam Partai Demokrat sendiri," ujar pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti, kemarin (10/7).

Ikrar menambahkan, selain akan membuka borok sendiri, ketidakmungkinan KLB digelar juga karena sampai sekarang persoalan internal di tubuh partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu masih belum menemukan titik temu. "Maksud titik temu di mana partai ini bersatu padu untuk menghadapi satu persoalan partai itu, bukan justru malah gontok-gontokan, saling ejek, saling berebut kekuasaan lewat gesekan selama ini," terangnya.

Ikrar juga mempertanyakan, apakah kalau ketua umum partai Demokrat diganti dari Anas ke Andi Mallarangeng atau kepada Marzuki persoalan itu beres? Lalu, apakah kedua orang itu lebih memiliki leadership dibandingkan Anas?

"KLB tidak semudah apa yang dibayangkan, bahkan jika dipaksakan ini hanya akan menambah pekerjaan rumah partai itu sendiri," papar peneliti senior Lembaga Ilmu Pendidikan Indonesia (LIPI) ini.

Namun, pandangan bahwa rivalitas di internal Demokrat makin menguat diungkapkan oleh Pengamat politik LIPI Siti Zuhro. Siti menganalisa, kalau di balik SMS tersebut Marzuki benar-benar berniat mendongkel posisi Anas Urbaningrum dari kursi ketua umum partai. Marzuki ngebet jadi ketua umum. "Maksud awalnya mungkin mewanti-wanti agar Demokrat dikembalikan ke SBY sebagai alat pemersatu. Tapi, sisi rivalitasnya terlihat sangat jelas bahwa Marzuki ingin jadi ketua umum Demokrat," katanya, kemarin.

Usai kongres Demokrat di Bandung tahun lalu, Marzuki memang dengan legowo mengatakan bisa menerima kemenangan Anas. Namun, kata Siti, hal itu bukan berarti nafsu Marzuki untuk jadi ketua umum hilang begitu saja. "Apalagi, Marzuki pernah bilang, kalau dirinya jadi ketua DPR sekaligus sebagai ketua umum Demokrat, kerjanya akan lebih maksimal. Ini menandakan dia masih bernafsu dengan posisi itu. Makanya, saat peluang muncul, niat itu muncul lagi," tuturnya.

Diingatkan Siti, pergantian ketua umum tidak akan bisa menyelesaikan masalah Demokrat yang saat ini babak belur dihantam isu Nazaruddin. Kalau sampai Marzuki mendorong KLB (kongres luar biasa) dalam Rakornas Demokrat yang akan digelar 23 Juli nanti untuk melengserkan Anas, maka yang akan hancur justru Demokrat.

"Ingat, Demokrat ini partai penguasa. Segala kisruh yang terjadi di Demokrat akan dimanfaatkan partai lain untuk mengalahkan Demokrat. Karena itu, harusnya masalah saat ini ditanggung bersama, bukan malah saling mendelegitimasi. Itu akan menghancurkan Demokrat," jelasnya.

Sementara, Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, yakin SBY tidak akan terpengaruh laporan Marzuki melalui SMS-nya yang mengeluhkan buruknya managemen Demokrat di bawah kepemimpinan Anas Urbaningrum. "SBY saya pikir sudah punya perhitungan sendiri, dia sudah mengkalukalisi tindakan yang diambil untuk partai. Apalagi sekarang dia lebih fokus pada pemerintahannya bukan partainya," ujarnya.

Menurutnya, SBY sudah tidak punya kepentingan lagi di partai, sebab dia sudah menyatakan diri dan keluarganya tidak akan maju. Jadi, SMS ini tidak akan berpengaruh. "Saya yakin SMS itu bakal diacuhkan SBY," katanya. Namun, lanjut Syahganda, Marzuki tetap akan gunakan momentum saat ini untuk melengserkan Anas. Sebab, Marzuki merasa kekuasaannya sebagai ketua DPR menjadi tidak berkuku kalau dirinya tidak jadi ketua umum Demokrat.

"Saat ini dia kan tidak punya kekuasaan di partai. Meski ketua DPR, dia juga masih dikendalikan partai. Karenanya, dia ingin jadi ketua umum Demokrat, agar kekuasaannya bisa lebih besar," tandasnya. (dms)