Selasa, 21 Juni 2011

Ruyati Bukti Penguat, SBY Harus Segera Tinggalkan Demokrat

JAKARTA, RIMANEWS - Indonesia merupakan negara yang besar. Kebesaran Indonesia bukan sekedar dari sisi wilayah, penduduk, dan sumber daya alam. Indonesia juga menjadi besar karena memiliki harga diri yang tinggi.

"Indonesia merdeka karena juga ada dasar harga diri. Tidak sepeti negara lain yang merdeka karena diberikan oleh penjajah sendiri seperti Malaysia," kata peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). R. Siti Zuhro, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Selasa, 21/6).

Karena itu, kata Zuhro, siapapun yang memimpin Indonesia harus fokus dan konsentrasi mengurus negara yang besar ini. Pemimpin Indonesia juga harus melindungi dan menjamin keamanan semua warga negara, baik yang ada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri.

Cukup disesalkan, kata Zuhro, fokus dan konsentrasi Presiden SBY terpecah dua. Selain harus mengurus rakyat Indonesia, SBY juga harus mengurus rumah tangga dan anggota Partai Demokrat. Tambah ironis, Partai Demokrat tidak seperti partai lain yang menyerahkan manajemen partai pada ketua umum. SBY, yang seharusnya cuma menjadi alat pemersatu partai, tapi malah sibuk mengurus tetek-bengek partai berlambang bintang mercy itu.

Dan, kasus hukuman pancung yang menimpa Ruyati binti Satubi menjadi bukti peguat, SBY harus mulai fokus mengurus rakyat di sisa waktu kepemimpinan yang cuma tinggal tiga tahun.

"SBY harus segera memisahkan diri dari Demokrat. Di Demokrat, SBY cukup jadi rujukan dan tidak perlu lagi berakting," demikian Zuhro.(yus/RM)

Rabu, 15 Juni 2011

Partai Demokrat diminta tegas

JAKARTA: Partai Demokrat seharusnya tidak memberi ampun pada siapapun elit partai yang diduga publik terlibat dalam kasus suap di Sesmenpora, termasuk Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

Menurut Pengamat Kebijakan Publik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, partai tersebut seharusnya reaktif terhadap hasil survei terbaru oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan tren penurunan suara partai akibat diilit sejumlah kasus.

Salah satu kasus yang tengah ikut menurunkan citra partai adalah kasus suap di Sesmenpora yang tidak hanya melibatkan bendahara umum Partai Demokrat (PD), Muhammad Nazaruddin namun juga menyeret nama elit partai seperti Andi Mallarangeng.

Meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat sudah mengambil tindakan dengan memecat Nazaruddin sebagai bendahara umum, namun tindakan itu belum cukup.

Menurut Siti, PD harus meyakinkan masyarakat akan komitmen partai pada kasus antikorupsi dengan memberhentikan para menteri yang diduga terlibat kasus korupsi.

“Evaluasi kabinet dan kinerja menteri itu harus dilakukan. Yang terindikasi terlibat kasus korupsi itu harusnya tidak ada ampun karena bisa membatalkan perjuangan antikorupsi SBY dan Partai Demokrat sejak awal,” kata Siti hari ini.

Dia melanjutkan seharusnya PD belajar dari pengalaman PDIP dan Partai Golkar yang selalu kesulitan untuk menaikkan suara di dua pemilu terakhir hanya karena ada sejumlah elitnya diberitakan terkait kasus korupsi.(api)

Kamis, 09 Juni 2011

'Andi Mallarangeng Seharusnya Malu Ketika Ada Skandal di Lembaganya'

Antara/Andhika Wahyu
Andi Mallarangeng

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar kebijakan publik dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro juga mendorong agar KPK tak ragu memanggil kembali Andi Malarangeng serta menyelidiki lebih jauh kebenaran klaimnya. "KPK tak boleh berhenti, dia harus mengklarifikasi terus. Kalau tak dituntaskan, ini bisa menjadi borok," kata Siti seraya mengemukakan bahwa Andi harus ikut bertanggung jawab karena dia adalah pimpinan, Kamis (9/6).

Siti Zuhro mendasari pernyataannya atas analisis terhadap pola kerja di institusi kenegaraan serta sistem penyusunan dan pelaksanaan anggaran birokrasi. Menurut dia, dalam dunia birokrasi sipil memiliki napas yang hampir sama dengan sistem kemiliteran yakni sangat bersifat hierarkis dan komando.

Sistem itu berbeda dengan sistem di dunia intelektual dimana masing-masing pihak atau pejabat memiliki kebebasan. Dalam sistem komando itu tak dibenarkan sebuah kebijakan itu dibuat oleh bawahan tanpa endorsement atau izin dari atasan. "Sistem bottom up atau dari bawahan ke atasan itu tidak mungkin terjadi di dalam birokrasi kita, itulah watak dasar birokrasi kita," kata Siti.

Watak yang sama juga tercermin dalam proses penganggaran hingga tender proyek pemerintah seperti pembangunan wisma atlet di Kemenegpora tersebut. Pada kesempatan itu Siti Zuhro juga mendesak agar Andi benar-benar menerapkan etika pejabat publik yang seharusnya malu ketika terjadi kegagalan atau skandal di lembaga yang dipimpinnya.

Dia mencontohkan bahwa pejabat publik negara maju seperti Jepang akan segera mengundurkan diri apabila mengalami situasi yang sama seperti yang terjadi dalam kasus dugaan suap Seskemenegpora. Menurutnya, konsisten melaksanakan budaya malu itu bisa menjadi solusi dan jalan keluar karena terkait erat dengan kredibilitas pribadi dan pemerintahan.

Ia menambahkan, budaya malu yang awam dipraktikkan oleh pejabat negara maju justru ditunjukkan oleh elite PKS, Arifinto, yang rela mundur dari jabatan di DPR hanya karena ketahuan menonton gambar porno saat mengikuti sidang paripurna DPR. Saat ini KPK masih dalam tahap investigasi kasus Seskemenegpora dan telah menetapkan Wafid, Mindo, dan El Idris sebagai tersangka.

Namun KPK masih belum menemukan bukti keterkaitan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang selama ini sering disebut-sebut terkait kasus tersebut.

Redaktur: Djibril Muhammad
Sumber: Antara

KPK diminta periksa lagi Andi Mallarangeng

JAKARTA: Komisi Pemberantasan Korupsi didesak segera memanggil kembali Menpora Andi Mallarangeng untuk mendalami dugaan keterlibatannya dalam kasus suap terkait dana talangan SEA Games.

Anggota Komisi III bidang hukum, Bambang Soesatyo, mengatakan sangat tidak masuk akal bila Andi tidak mengetahui keputusan meminta PT Duta Graha Indah (DGI) mengeluarkan dana talangan tersebut.

"Kami meminta agar sebaiknya KPK lebih mendalami lagi pengakuan tersebut," kata Bambang kepada wartawan hari ini.

Sebelumnya, seusai diperiksa KPK 2 minggu lalu, Andi mengklaim tidak tahu-menahu soal adanya dana talangan yang diberikan DGI. Sebagai pemenang tender, DGI memberikan dana talangan kepada Kemenpora sebagai dana operasional di Kementerian Pemuda dan Olahraga menjelang SEA Games.

Menurut Bambang, UU dan Keputusan Presiden Nomor 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah sudah secara jelas mengatur soal itu. Menurut dia, masalah anggaran dan belanja kementerian, termasuk dalam proses tender, harus berdasar persetujuan menteri sebagai penanggung jawab.

"Kalau dia mengaku tidak tahu. Itu namanya lalai atau teledor. Dan kalau itu mengakibatkan adanya penyimpangan dan kerugian negara, yang bersangkutan tidak bisa lepas dari tanggung jawab," kata Bambang.

Hal senada disampaikan juga anggota Komisi III Syarifuddin Sudding bahwa ada kesan KPK enggan memperlebar penyidikan kasus dugaan suap Sesmenpora hingga ke tingkat pejabat tertinggi di kementerian. Saat ini, ujarnya, KPK terkesan berkutat hanya menyelidiki tiga orang yang terlibat langsung yakni Wafid Muharram, Mindo Rosalina, dan M. El Idris.

"Saya kira menteri pemuda dan olahraga adalah pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban hukum oleh KPK," kata Sudding.

Sementara pakar kebijakan publik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro juga mendorong agar KPK tak ragu memanggil kembali Andi Malarangeng serta menyelidiki lebih jauh kebenaran klaimnya. "KPK tak boleh berhenti, dia harus mengklarifikasi terus. Kalau tak dituntaskan, ini bisa menjadi borok," kata Siti.

Siti Zuhro mendasari pernyataannya atas analisisnya terhadap pola kerja di institusi kenegaraan serta sistem penyusunan dan pelaksanaan anggaran birokrasi.

Menurut dia, dunia birokrasi sipil memiliki napas yang hampir sama dengan sistem kemiliteran dimana ada sistem hierarkis dan komando. (ea)

Rabu, 01 Juni 2011

“Demokrat Perlu Eliminasi Nazaruddin”

Nazar bagai satu sekrup bermasalah yang membuat mesin Demokrat berjalan tak mulus.


Anggi Kusumadewi

Nazaruddin (kanan) (ANTARA/Andika Wahyu)

VIVAnews – Demokrat mengakui bahwa Nazaruddin telah menjadi beban tersendiri bagi partai. Sejak berbagai kasus yang diduga melibatkan Nazaruddin menyeruak ke publik, Demokrat seolah terus menjadi bulan-bulanan dan target serangan. Citra Demokrat sebagai partai antikorupsi digembosi. Para petinggi Demokrat bahkan disudutkan dengan tersebarnya SMS fitnah atas nama Nazaruddin.

“Satu sekrup saja bisa membuat mesin berjalan tak mulus. Oleh karena itu, sekrup ini perlu dibuang dan diganti dengan sekrup yang bagus. Jadi, jika Nazaruddin menjadi blunder bagi partai, Demokrat perlu mengeliminasi yang bersangkutan,” kata pengamat politik LIPI Siti Zuhro saat berbincang dengan VIVAnews, Selasa, 31 Mei 2011.

Ia menilai, keputusan Demokrat untuk mencopot Nazaruddin dari jabatannya sebagai Bendahara Umum Partai, sudah tepat. “Orang-orang yang tersandung kasus seperti Nazaruddin memang jangan terus-menerus dipelihara, kecuali Demokrat mau menanggung resikonya,” ujar lulusan Ilmu Politik dari Curtin University, Australia, itu.

Siti menyatakan, sekalipun Nazaruddin saat ini sudah tidak menjabat sebagai pengurus pusat partai, namun Demokrat harus tegas apabila Nazaruddin terbukti bersalah. “Bila pada waktunya nanti dia harus dikeluarkan dari parlemen dan partai, maka Demokrat jangan ragu,” kata dia.

Peneliti senior LIPI itu berpendapat, Nazaruddin sudah menjadi persoalan krusial bagi Demokrat, sehingga partai pemenang Pemilu 2009 itu harus mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya. “Nazaruddin telah menodai dan menorehkan noktah hitam bagi Demokrat. Memberhentikan dia adalah tepat,” ujar Siti.

Bahkan, selain Nazaruddin, Siti menilai Demokrat harus melakukan pembersihan menyeluruh terhadap kader-kader mereka lainnya yang bermasalah. “Nazaruddin, Jhonny Allen, Andi Nurpati. Mereka semua kan terkena kasus. Harusnya Demokrat responsif terhadap hal-hal semacam ini,” kata Siti.

Selain Nazaruddin yang diduga terlibat kasus suap Kemenpora soal pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Jhonny Allen sebelumnya juga diduga terlibat kasus suap pembangunan dermaga di sebuah provinsi di kawasan timur Indonesia. Jhonny saat ini menjabat sebagai Wasekjen Demokrat.

Sementara itu, Andi Nurpati yang menjabat sebagai Ketua Divisi Komunikasi Publik Demokrat, baru-baru ini dilaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD ke polisi atas dugaan pemalsuan putusan MK mengenai sengketa hasil pemilu. (eh)