Rabu, 27 April 2011

Siti Zuhro: Nasional Republik Hanya Partai Desimal

Siti Zuhro (Helmi/dok)
Politikindonesia - Kehadiran Partai Nasional Republik (Nasrep) yang digagas putra mendiang mantan Presiden Soeharto, Tommy Soeharto dipandang dengan sikap pesimis. Nasrep dipandang hanya sebagai partai penggembira dalam sistem multi partai di Pemilu nanti.

Setidaknya, itulah penilaian dari pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, kepada pers, Rabu (27/04). Dalam pandangannya, munculnya partai yang dideklarasikan tiba-tiba jelang Pemilu adalah malapetaka bagi sistem multipartai yang ada di Indonesia.

Ia menyebut kehadiran Nasrep yang terkesan tiba-tiba. "Kita tidak pernah dengar, tiba-tiba deklarasi dan mendaftar sebagai partai baru. Ini malapetaka bagi multi partai," Zuhro.

Saat ini, ujar dia, sisem multipartai masih dimaknai oleh politisi aportunis hanya dengan membuat partai dan ikut pemilu saja. Cara seperti ini dipastikan tak akan membuat partai menjadi besar. "Endingnya partai-partai kecil hanya jadi partai desimal. Partai yang memperoleh suara 0,01 persen. Hanya menjadi partai penggembira," ujarnya.

Dikemukakan Zuhro lebih lanjut, partai-partai kecil seperti itu hanya akan membuat repot pemilih. "Ini akan merepotkan warga yang memilih, karena kertasnya terlalu besar," paparnya.

Seperti diketahui, pada Jumat (22/04) lalu, Partai Nasional Republik melakukan deklarasi di Jakarta dan menyatakan diri siap untuk bersaing di Pemilu 2014 nanti. Letjen TNI (Purn) Edi Waluyo yang juga salah seorang inisiator partai ini mengungkapkan, partai tersebut sudah digagas sejak 6 bulan lalu.

Nasrep pun menyatakan siap mendaftarkan diri dan mengikuti proses verifikasi partai politik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan dilakukan sekitar bulan Juni-Juli. "Kami siap membentuk partai baru yang merakyat, tangguh, dan sukses pada tahun 2014. Bebannya memang cukup berat, tetapi kami harus yakin. Saat ini, 99 persen masyarakat tidak percaya kepada partai-partai yang ada. Kami akan ikut verifikasi dan semoga bisa lolos," ujar Mantan Ketua DPRD DKI Jakarta Edy Waluyo.
(kap/rin/nis)

Mengenal Siti Zuhro, Peneliti Spesialisasi Otonomi Daerah

Sering Kecewa, Banyak Riset Masuk Laci



Padang Ekspres - Otonomi daerah memasuki sepuluh tahun. Banyak ”koki” yang terlibat. Satu di antara mereka adalah Siti Zuhro. Dia dikenal luas sebagai seorang peneliti yang banyak mengkaji persoalan otda dan politik lokal. Seperti apa pandangannya?

BAGI R Siti Zuhro, dunia penelitian yang digelutinya selama 25 tahun terakhir sudah menjadi bagian dari jati diri. Karena itu, meski sangat menguasai isu-isu demokrasi, politik lokal, otonomi daerah, dan birokrasi, Zuhro tidak tertarik terjun ke politik praktis dengan bergabung ke partai politik.

”Kalau ke partai politik kayaknya tidak lah,” kata Zuhro di Jakarta, Senin (25/4). Peneliti senior di pusat penelitian politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menyatakan, obsesi terbesarnya adalah menyaksikan Indonesia maju. Untuk mencapainya, dia berkeyakinan bahwa kuncinya adalah pembangunan Indonesia harus ditopang daerah.

”Artinya, otonomi daerah ini harus berhasil,” ujar perempuan kelahiran Blitar, Jatim, 7 November 1959, yang juga aktif sebagai peneliti The Habibie Center itu. Sayangnya, kata Zuhro, evaluasi pemerintah terhadap kinerja pemerintah daerah belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Sebab, agenda reformasi birokrasi tersendat-sendat.

Sebagai periset, Zuhro paling senang saat terjun ke daerah untuk berdiskusi dan berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal dan pemerintah lokal. Dari sana dia bisa mendapatkan data primer dari sumber-sumber pertama. Dia merasa ada kesenjangan yang dalam antara ilmu dan pengalaman praksis di lapangan.

Zuhro mengungkapkan, kepuasan lain bagi peneliti ketika laporan penelitian yang dikerjakan dan sudah diterbitkan dalam bentuk buku muncul di jurnal, media massa, dan diseminarkan. Hingga saat ini, Zuhro setidaknya sudah menerbitkan sembilan buku dari hasil berbagai penelitiannya. Di antaranya, Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan Nilai-nilai Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan Bali (2009). ”Ketika bisa share begitu, ada kepuasan batin,” katanya.

Meski begitu, Zuhro mengatakan, masih ada yang mengganjal di hatinya. Dia merasa banyak hasil penelitian belum diapresiasi secara baik dan dipertimbangkan serius oleh para pembuat kebijakan dalam perumusan kebijakan. ”Kenyataanya, banyak masuk kotak atau laci begitu saja,” kata Zuhro.

Kondisi yang cenderung tidak menghargai dunia akademis itu semakin terasa dengan menciutnya anggaran untuk LIPI. Sebaliknya, dana-dana aktivitas penelitian banyak diberikan kepada kementerian yang bukan institusi penelitian. (*)

[ Red/Redaksi_ILS ]