Senin, 21 Februari 2011

Mantan Wakil RI Mega dan JK Tauladan Bangsa, Bila Bersaksi di KPK

JAKARTA, RIMANEWS - Mantan Presiden RI Megawati dan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) ditengarai turut bertanggung jawab, atas dugaan kejahatan pidana korupsi yang dilakukan kader partainya.

Tersangka penerimaan traveler cheque (cek pelawat) dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S. Goeltom pada 2004 silam, sebagian besar adalah mantan anggota Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR), dari Fraksi Partai Golongan Karya (PG) dan Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia Perjuangan (PDIP).

Dugaan itu muncul dari keterangan para tersangka, yang menyatakan uang cek pelawat yang diterimanya mengalir hingga ke pimpinan partai mereka saat itu, yakni JK dan Mega.

Menindaklanjuti penyidikan kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun merencanakan agenda pemeriksaan saksi, terhadap JK dan Mega.

Kedua mantan pemimpin bangsa ini diharapkan mau memberikan keterangan saksi, terhadap kasus yang menyangkut kader partainya.

Tak sampai di situ, kesaksian JK dan Mega dinilai akan menjadi tauladan bagi bangsa, sebagai sikap pemimpin yang dapat dipercaya publik.

"Memang yang namanya Presiden dan Wakil Presiden berat. Tapi ini kan katanya harus ada tauladan, Indonesia butuh tauladan, baik pemimpin yang berkuasa maupun pemimpin partai, kalau memang konsisten memberantas korupsi," kata pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, Senin (21/2/2011).

Dengan terjeratnya politisi partai dalam perkara korupsi, kata Zuhro, partai mengalami krisis kepercayaan dari publik dan konstituennya. Maka, hanya pimpinan partai lah yang mampu mengembalikan kepercayaan itu.

"Yang bisa menegakkan kepercayaan itu ya pengurusnya, pengurus inti, atau elit," imbuh Zuhro.(yus/inil)

Selasa, 15 Februari 2011

Cita-cita SBY Hanya Bisa Dijawab PDIP?

JAKARTA, RIMANEWS- Reshuffle kabinet adalah salah satu cara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewujudkan keharmonisan dalam pemerintahan. Namun, menurut pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, perombakan kabinet itu masih menanti PDI Perjuangan.

"Dari Demokrat dan SBY mengajak Taufiq Kiemas sejak dulu dan itu terasa kencang sekali. Maunya SBY, reshuffle mengajak komposisi dari PDIP," ujar Siti Zuhro (Selasa, 15/2).

Kenyataannya, hingga kini kemauan untuk masuk ke koalisi pemerintah hanya milik Ketua Deperpu PDIP itu, bukan kehendak institusi partai banteng gemuk. Zuhro mengingatkan, karakter SBY memang sangat mencintai harmoni dalam pemerintahan. Karenanya, kebutuhan SBY mengajak sebanyak mungkin partai besar dengan asumsi banyaknya kekuatan besar yang masuk tidak akan mengganggu pemerintah.

"Tapi logika pikiran kita, dia dengan partai koalisinya pun tidak produktif atau efektif. Kan itu masalahnya, terbukti satu tahun terakhir penuh gonjang-ganjing saling kunci dan saling lepas," tegasnya. (ach/RM)